Sabtu, 21 Mei 2011

KEBANGKITAN NASIONAL

CEC, Depok.

Tanggal 20 Mei disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Setiap tanggal tersebut, kebanyakan media massa cetak maupun elektronik memuat artikel mengenai Budi Utomo, organisasi nasional pertama orang Jawa. Budi Utomo tidak saja dikenal sebagai salah satu organisasi nasional yang paling terdahulu di Indonesia, tetapi dikenal juga sebagai sebagai salah satu organisasi nasional yang terpanjang usianya. Budi Utomo dibentuk pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa di Jakarta.

Tahun 1908 sudah terasa begitu jauh dan nama organisasi ini sudah serasa samar-samar sehingga banyak orang yang kurang memperhatikannya. Namun, diperingatinya tanggal 20 Mei mencerminkan bahwa tetap ada perhatian rakyat Indonesia, terhadap organisasi Budi Utomo sebagai lambang dari Kebangkitan Nasional mereka.

Adalah Dr. Wahidin Sudirohusodo, selaku pemimpin redaksi “Harian Retnodhoemilah” dalam tahun 1901 di Yogyakarta pada usia 48 tahun. Sebagai seorang dokter lulusan sekolah kedokteran pribumi (STOVIA) di Jakarta yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam tahun 1851, dokter Wahidin memberikan pelayanan medis di sekitar daerah Yogyakarta, sambil bekerja keras membangkitkan kesadaran para penduduk setempat. Sungguh-sungguh sadar akan kenyataan-kenyataan yang suram dari perjuangan untuk mempertahankan hidup di mana-mana di seluruh dunia. Wahidin menegaskan perlunya penyebarluasan pendidikan sebagai satu-satunya jalan keluar. Tidak saja diusulkannya dalam surat kabar nya pembentukan sebuah sistem bea-siswa untuk pemuda-pemuda pribumi yang berbakat, tetapi ia sendiri pun melancarkan kampanye bagi pembentukannya setelah mengundurkan diri sebagai redaktur karena alasan kesehatan.

BUDI UTOMO
Walaupun kampanye yang dilakukan oleh Wahidin jauh dari berhasil, namun kegairahan yang diperlihatkannya sangat mengesankan bagi dua orang mahasiswa kedokteran, Sutomo dan Suraji, yang datang mengunjunginya sewaktu ia berdiam di Jakarta pada akhir tahun 1907. Kedua mahasiswa ini mengusulkan kepada teman-teman sekelas mereka tentang pembentukan sebuah organisasi, tidak hanya untuk sistem bea-siswa itu, tapi juga untuk menyadarkan rekan-rekan setanah air. Nama organisasi itu, “Budi Utomo”, kabarnya diambil dari ucapan Sutomo ketika ia mendengar tentang semangat Wahidin yang tidak kenal lelah bagi dilanjutkannya kampanye itu : “Itu suatu perbuatan yang baik, yang menunjukkan ke-utama-an budi”.
Pada hakekatnya, Budi Utomo memang telah mewakili aspirasi pertama dari rakyat Jawa kearah kebangkitan dan juga aspirasi seluruh rakyat Indonesia. Budi Utomo tetap bertahan hidup dengan segala kekurangannya, walaupun dengan pengaruh yang semakin berkurang sehingga disebut mundur mapang atau langkah mundur, sampai tahun 1935 ketika organisasi tersebut bergabung dan melebur dengan beberapa organisasi lainnya menjadi Partai Indonesia Raya, dengan singkatan PARINDRA. (Cy, dbs)

DEPOK MASIH PREDIKAT KOTA TERKOTOR

CEC, Depok.

Menurut Walikota Depok, Dr. Ir. Noermahmoedi Isma’il MSc dalam Sidang Paripurna DPRD Kota Depok, hanya 30 % sampah Kota Depok yang dapat diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kelurahan Cipayung. Sehingga 70 % sampah berserakan dimana-mana dan terpaksa warga masyarakat membakar dan membuang sampah ke Kali / Sungai.

SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (SIPESAT)

Pemberitaan tentang Depok berpredikat Kota Terkotor se Indonesia sangat marak pada tahun 2006. Bahkan Sungai Ciliwung disebut sebagai ”KERANJANG SAMPAH” terbesar di-dunia. Menyikapi hal tersebut Pemerintah Kota Depok yang di komandoi oleh Dr. Ir. Noermahmoedi Ismail MSc selaku Walikota Depok, mencanangkan program Sistem Pengolahan Sampah Terpadu (SIPESAT). Ternyata, program sipesat tersebut gagal total, karena pelaksanaan pembangunannya hanya berdasarkan penunjukan langsung (PL) tidak melalui tender atau lelang. Maka, terjadilah konflik horizontal antara Walikota dengan DPRD sehingga Dewan terbagi 2 kubu. Kubu yang mendukung program Sipesat sebanyak 12 orang anggota (PKS) sedangkan kubu yang tidak mendukung/menolak sebanyak 33 orang anggota (Golkar 8 orang, Demokrat 8 orang, PAN 5 orang, PDIP 5 orang, PPP 4 orang, PKB 2 orang dan PDS 1 orang). Kemudian, DPRD membentuk Pansus Sipesat dengan hak interpelasi dan hak angket, namun pada akhirnya kasus Sipesat berhenti di kejaksaan.

UNIT PENGOLAHAN SAMPAH (UPS)

Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah mengamanatkan, bahwa setiap Pemerintah Daerah berkewajiban membangun Unit Pengolahan Sampah (UPS) dengan ketentuan, jarak antara lokasi bangunan UPS dengan pemukiman warga masyarakat setempat minimal berjarak 1 km. Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok yang dipimpin oleh Noermahmoedi Isma’il sebagai walikota sejak tahun 2006, akan membangun hanggar UPS diseluruh wilayah Kota Depok sebanyak 20 unit dengan nilai sebesar Rp. 18,3 milyar. Namun, rencana pembangunan UPS tersebut sebagian besar ditolak oleh warga masyarakat setempat karena lokasinya berdekatan dengan pemukiman mereka.

Dalam Sidang Paripurna DPRD Kota Depok, Walikota Depok, Noermahmoedi, mengaku bahwa Depok masih menyandang predikat Kota Terkotor se-Indonesia. ”Depok masih menyandang predikat Kota Terkotor se-Indonesia. Hanya 30 % sampah yang dapat diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Kelurahan Cipayung karena kekurangan truk pengangkut sampah, sehingga 70 % sampah Kota Depok berserakan dimana-mana dan sebagian besar sampah terpaksa dibakar dan dibuang ke kali oleh warga masyarakat. Namun, saya akan tetap memperlakukan sampah secara manusiawi”, ujar mantan Menteri Kehutanan pada era Presiden Abdurrachman Wahid atau Gusdur ini. (Cy)