Jumat, 22 Juli 2011

BADAI YANG MELANDA PARTAI DEMOKRAT SEMAKIN KENCANG

CEC, Depok.

Badai yang melanda Partai Demokrat semakin kencang. Partai pemenang Pemilu 2009 ini, tidak menutup kemungkinan akan ditinggalkan oleh konstituennya. Pengakuan Muhammad Nazaruddin yang memberikan uang Rp.50 milyar kepada Anas Urbaningrum supaya menang dalam Kongres Partai Demokrat dalam rangka pemilihan Ketua Umum, membuka mata masyarakat bahwa perpolitikan di Indonesia masih Politik Dagelan atau Politik Sandiwara. Para politisi seperti bintang sinetron, yang memperagakan adegan pura-pura. Para pemirsa sejenak percaya, namun pada akhirnya setelah terbuka secara terang benderang, masyarakat hanya bisa menge lus dada mereka masing-masing. Politik pembodohan dan pembohongan publik masih sangat marak dilakukan oleh para politisi. Cara-cara berpolitik yang telah dibuang oleh Golkar semasa kejayaan Orde Baru, dipungut lagi oleh Partai-Partai Reformasi termasuk Partai Demokrat. Jika para politisi ketahuan berbohong setelah terbongkar belangnya, mereka selalu punya alasan klasik. 

Seperti alasan Anas Urbaningrum, dikatakannya ; "Apa yang dikatakan oleh Muhammad Nazaruddin itu tidak benar. Dia telah mencemar kan nama baik saya", ujar Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.  
Padahal, Anas Urbaningrum sudah tidak mempunyai nama baik lagi, karena Muhammad Nazaruddin telah membuka kedoknya sehingga seluruh mukanya kelihatan secara terang benderang. Nama Anas Urbaningrum jadi buruk dan tidak bagus lagi. Oleh karena itu, Partai Demokrat harus menyikapinya dengan mengadakan Kongres Luar Biasa untuk mengganti Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum. 

Namun desakan arus bawah Partai Demokrat ini, dibantah keras oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. "Partai Demokrat tidak pernah berencana untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa untuk mengganti Ketua Umum Anas Urbaningrum. Muhammad Nazaruddin harus ditemukan dan dibawa kembali ke Indonesia untuk diadili", ujar Presiden.

Rabu, 20 Juli 2011

SURAT PRIHANDOKO

CEC, Depok. Menurut Mantan Anggota DPRD Kota Depok, Togu Sibuea, kepada CEC (20/7), dikatakannya, "Pelanggaran yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPRD Kota Depok dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Prihandoko, adalah membuat "surat" yang melampaui batas kewenangannya selaku Wakil Ketua DPRD. Jadi, Badan Kehormatan DPRD (BKD) harus menyikapi", ujar Togu.. 

Beberapa kalangan berpendapat, kepada Prihandoko harus dikenakan sangsi Tata Tertib Dewan. 
DPRD bukan organisasi main-main, masa seorang wakil Ketua berani membuat surat dan menanda-tangani atas nama Pimpinan Dewan. Padahal, Ketua DPRD tidak dalam keadaan berhalangan tetap (masih hidup, belum meninggal dunia). Bahkan para wakil Ketua yang lain juga termasuk yang dikangkangi. Kenapa si Prihandoko berani berbuat seperti itu, padahal dia seorang yang bergelar DOKTOR lulusan Australia alias Luar Negeri. Jadi dia seorang yang berpendidikan, yang sudah barang tentu mengerti soal Peraturan dan Tata Tertib DPRD. Jangan seenak jidatnya dan selonong boy, melangkahi para wakil Ketua, bahkan Ketua DPRD sendiri, ujar mereka dan enggan ditulis namanya (cy)  

ANAS URBANINGRUM

CEC, Depok.
Dalam acara Jakarta Lowyer's Club (JLC) di TV One, nama sosok Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat semakin populer. Pada waktu itu, Muhammad Nazaruddin melakukan Tele Konferens dengan Karni Ilyas. Nazaruddin mengaku memberikan uang sebesar Rp. 50 milyar kepada Anas Urbaningrum untuk pemenangannya di Kongres. Saya memberikan uang sebesar Rp.50 milyar kepada Anas Urbaningrum untuk pemenangannya dalam pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat di Kongres, ujar Nazaruddin. 

Sementara itu, menanggapi isu Kongres Luar Biasa Partai Demokrat untuk memilih Ketua Umum yang baru menggantikan Anas Urbaningrum, presiden SBY mengatakan ; "Partai Demokrat tidak pernah berencana untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa untuk memilih Ketua Umum yang baru menggantikan Anas Urbaningrum", ujar Presiden. (cy)

NEGARA KEBANGSAAN YANG BERKETUHANAN

CEC, Depok.

Ketua Umum PBNU, Prof. Dr. Said Aqil Siroj mengungkap;"Ada orang yang tidak mengetahui tentang NU, dan ada pula yang pura-pura tidak mengetahui. NU adalah organisasi keulamaan untuk berdakwah. Diantara 22 ribuan Ponpes NU, tidak satupun yang radikal. NU mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagai Negara Kebangsaan yang BerkeTuhanan, ujar Said Aqil Siroj.

Sementara itu, Presiden SBY menyambut baik sikap tegas dan jelas NU. Selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, saya mendukung sikap tegas dan jelas NU. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Kebangsaan yang BerkeTuhanan, ujar Presiden. (cy)