Selasa, 09 Desember 2014

Terkait Perusakan/Eksekusi Liar Atas Terminal Terpadu Kota Depok, Pemerintah Kota Depok Terima Dana Kompensasi Cuma Sebesar Rp. 10,2 miliar Selama 30 tahun ?


cecdepok.com : Perusakan Terminal Depok pada tanggal 08 Oktober 2014 yang dilakukan oleh Pemkot Depok, dinilai sebagai 'perbuatan melawan hukum', yang berdampak kepada ratusan pedagang/pemilik kios yang ditelantarkan.

Mantan anggota DPRD Kota Depok Komisi B bidang Perekonomian Togu H Sibuea SE MM, kepada CEC (9/12) mengungkap : Perusakan Terminal Depok pada tanggal 08 Oktober 2014 yang dilakukan oleh Pemkot Depok merupakan Perbuatan Melawan Hukum, ungkapnya.

Selanjutnya, Togu Sibuea, menjelaskan bahwa pada tanggal 14 Oktober 1989, telah dilakukan Perjanjian Kerjasama dalam rangka pembangunan Terminal Terpadu Depok antara Bupati Bogor HM Eddie Yoso Martadipura dengan Ny. Ike Soenarya SE selaku Direktur PT. Purnama Raya Indah, dengan Nomor : 645.7/06/PERJN/1989 dan mendapat persetujuan DPRD Tk II Kabupaten Bogor dengan Nomor : 645.6/04/Kpts/DPRD/89, tertanggal 28 Agustus 1989. yang mewajibkan PT. Purnama Raya Indah untuk melakukan pembebasan lahan seluas 2,5 Ha.
Kemudian, PT. Purnama Raya Indah membangun Terminal Terpadu Depok tersebut, termasuk membangun infrastruktur (jalan masuk, drainase, perparkiran dan kantor Terminal, jelasnya.

Pada tahun 1996 - 1999, PT. Purnama Raya Indah mengadakan perjanjian hak usaha kios atas seluruh bangunan kios-kios dengan pihak ketiga selama 20 tahun sampai dengan tahun 2016 dan 2019. Dengan kata lain, para pedagang/pemilik kios-kios tersebut adalah resmi dan tidak liar. Jadi, perusakan Terminal Terpadu Depok yang dilakukan oleh Pemkot Depok, merupakan "eksekusi liar", ujarnya.

Sementara itu, Pemkot Depok membuat Perjanjian Kerjasama Baru dengan Pt. Andhyka Investa dengan Nomor : 050/0201/PKS/Dishub-DPPKA/Huk/2011 dan Nomor : 001/A1/DIR/II/2011, tentang Bangun Guna Serah (BGS) Terminal Terpadu Kota Depok, pada tanggal 08 Februari 2011, dimana Pemkot Depok menerima Kompensasi sebesar Rp. 10,2 miliar selama 30 tahun. 
PT. Andhyka Investa berhak untuk membangun dan mengelola Terminal Terpadu Kota Depok, berikut sarana dan prasarana serta bangunan komersil, pusat perbelanjaan dan atau perdagangan. PT. Andhyka Investa berhak memasarkan dan menjual serta menyewakan dan atau memberikan pinjam pakai atas seluruh unit kios (counter, los,ruang dan unit bangunan lainnya yang berstatus setara title) sertifikat hak milik (SHM) atas satuan rumah susun kepada pihak lain, katanya. 

Sesuatu yang mengherankan, perjanjian tersebut apakah sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor : 06 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Mendagri Nomor : 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, ujar Togu Sibuea. (cy)

Jon Riah Ukur Ginting alias Jonru artinya Fitnah ?


Berawal dari sikap Jon “Hati yang Gembira” yang dikenal kerap mengkritisi Joko Widodo di laman Facebooknya. Kritikan ini mungkin didukung oleh sebagian orang. Tapi tak sedikit juga yang mencercanya dan menganggap semuanya hanya bualan atau fitnah. Terlepas apa yang dia komentari benar atau tidak, yang jelas mereka tidak bergembira dengan komentar-komentar Jon “Hati yang Gembira”.

cecdepok.com : Lelucon baru muncul. Jonru diidentikkan dengan fitnah. Belakangan muncul “kamus” baru di dunia maya untuk sebutan “fitnah”. Bahwa “Jonru” sama dengan “fitnah”. Bahkan pencarian di mesin google pun seakan mendukung lelucon ini. Nama Jonru yang diikuti fitnah menempati tempat teratas mesin pencarian ini. Jonru pun berang. Nama yang benar-benar dibanggakannya kini diolok-olok dan dijadikan bahan tertawaan. Bukan karena ia terlahir dengan nama itu. Tapi ia agaknya sudah bersusah payah untuk melahirkan sendiri nama itu. Tak banyak yang tahu, ia harus melewati berbagai “masalah” lahir dengan nama itu. Dan sekarang, setelah ia sreg dengan nama baru yang dipilihnya, ejekan malah muncul. Lantas, ia harus pakai nama apa lagi?

Jonru. Begitu ia memperkenalkan dirinya ketika ia sudah berumur kepala dua. Yang akhirnya membuatnya dikenal dengan nama itu. Sebagian mungkin tahu Jonru adalah cara ia menyingkat namanya. Jon Riah Ukur Ginting. Ia mengaku kurang pede dengan nama lengkap itu. Jauh sebelum ia merasa kurang pede pun, ia sebenarnya dilahirkan dengan nama yang lebih panjang. Dalam pengakuannya di laman 'pkspiyungan' namanya adalah Belnatal Jon Riah Ukur Ginting. Nama depannya diambil dari suster yang menolong kelahirannya saat itu. Setelah masuk Islam, nama depannya dihilangkan. Jadilah Jon Riah Ukur Ginting.

Nama “Jon” mungkin sering terdengar. Tapi “Riah Ukur” adalah nama yang cukup asing bagi kebanyakan warga Indonesia. Ya, ini adalah nama khas di Batak Karo. Artinya adalah “Hati yang Gembira”. Anda bisa mencari artinya langsung di Google atau Kamus Bahasa Karo. Ada ribuan orang yang memakai nama “Riah Ukur”, termasuk Jonru.

Mungkin karena berharap kelak cucunya ini memiliki hati yang gembira atau paling tidak bisa membuat hati orang lain gembira, makanya nenek Jonru memberinya nama Riah Ukur. Nama ini konon didapat dari mimpi si nenek yang bertemu seorang pria misterius. 

Tapi tetap saja, Jonru kurang sreg dengan nama itu.
Masalah soal namanya tak berhenti sampai disitu. Tamat dari Sekolah Dasar, gurunya lupa mencantumkan nama lengkapnya dengan marga Ginting. Tak hanya itu, nama Jon Riah pun malah disatukan menjadi Jonriah. Alhasil seluruh dokumennya tertera nama Jonriah Ukur.

Perjuangan Jonru “mengubah” namanya karena kurang pede dengan nama asli bermula sewaktu duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Ia memakai badge nama bertuliskan Jon R.U. Berhasil? Belum. Karena sampai tamat SMA dan bahkan hingga lulus dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang pun, ia masih dikenal dengan nama Jon Riah Ukur.

Usaha Jonru mempertahankan nama kerennya mulai berhasil seusai lulus kuliah. Ia mulai memperkenalkan dirinya dengan nama Jonru. Setiap ada yang bertanya namanya, ia menyebutkan Jonru. Jadilah namanya Jonru, sejak tahun 2000.

Kini sudah 14 tahun ia dengan gagah menyandang nama itu setiap hari. Baik dalam pelatihan, penulisan buku yang digagasnya dan blog miliknya. Tak kelihatan lagi nama Jon “Hati yang Gembira”.
Dan kini ia harus mendapati namanya menjadi bahan olok-olokan. Jon kini jelas tak gembira dengan itu. Ia melapor polisi karena namanya diejek di Twitter oleh beberapa orang. 

Mereka mengidentikkan Jonru dengan tukang bohong. Begitu isi laporannya. Entahlah. Mungkin butuh pakar hukum yang bisa mengidentifikasikan pelaporan itu. Apakah netizen bisa dilaporkan karena dianggap menjelekkan nama Jonru? Padahal nama aslinya bukan Jonru. Saya tidak dalam kapasitas menilai laporan itu bisa dilakukan atau tidak. Layak atau tidak.

Yang pasti Jon “Hati yang Gembira” kini sedang tidak gembira. Padahal ketika ia diolok-olok karena seminar pelatihannya hanya diikuti 10 orang November 2014 lalu, ia tidak marah. Ia menjelaskan dengan gembira. Tapi ketika nama kerennya diusik, Jon tak gembira. Padahal ketika gurunya dulu salah menuliskan namanya, ia tidak menuntut. Kesalahan yang membuat namanya akan berbeda selamanya di dokumen negara.

"JONRU yang kerap mengkritisi JOKOWI ?"
Apapun masalahnya kini, semua tahu kalau itu berawal dari sikap Jon “Hati yang Gembira” yang dikenal kerap mengkritisi Joko Widodo di laman Facebooknya. Kritikan ini mungkin didukung oleh sebagian orang. Tapi tak sedikit juga yang mencercanya dan menganggap semuanya hanya bualan atau fitnah. Terlepas apa yang dia komentari benar atau tidak, yang jelas mereka tidak bergembira dengan komentar-komentar Jon “Hati yang Gembira”.
Kini kita hanya menunggu. Suatu saat Jonru akan mewujudkan keinginan dari neneknya menyematkan nama “Hati yang Gembira” di belakang namanya. Agar banyak orang yang bergembira dihibur Jonru. Banyak juga orang yang bergembira dikritik Jonru. Semoga tidak ada yang gembira dengan olok-olokan bahwa Jonru adalah fitnah. Karena Jon adalah “Hati yang Gembira”. (tribunnews.com)