Sabtu, 25 Juli 2015

Ketua DPRD Kota Depok Hendrik Tangke Allo Tidak Klarifikasi ?

Terkait pemberitaan yang dilansir dari "Sentananews" tentang dugaan perbuatan mesum yang dilakukan oleh oknum anggota DPRD Kota Depok, hingga saat ini Ketua DPRD Kota Depok, Hendrik Tangke Allo, tidak memberikan "klarifikasi" melalui "konferensi pers". 
Oknum anggota DPRD Kota Depok yang berjenis kelamin perempuan dan yang berinisial "AS" tersebut "diberitakan" dan diketahui masuk ke sebuah hotel dengan seorang laki-laki yang bukan 'suaminya' pada saat jam kerja, dan 'diduga' mereka melakukan perbuatan 'mesum' alias 'perzinahan'.
SENTANANEWS MEMBERITAKAN :
Wilayah Bogor memang sejuk dan menawarkan hal-hal indah untuk dinikmati, apalagi hotel-hotelnya yang relatif murah dan mudah dijangkau oleh kalangan manapun. Keadaan tersebut rupanya turut dimanfaatkan oleh seorang oknum Anggota DPRD Kota Depok Perempuan berinisial " AS" yang belum lama ini berada di salah satu hotel wilayah Cibinong Bogor bersama dengan pasangan laki-laki berinisial "MS" yang bukan muhrimnya pada saat jam kerja, Jumat (10/07).

Kecurigaan rekan 'media' bermula ketika salah satu kendaraan mobil terparkir di dalam hotel dengan Nomor Polisi yang ditutup dengan koran, ketika ditelusuri ternyata si pengendara mobil tersebut adalah salah satu anggota DPRD Kota Depok. Ketika hal ini dikonfirmasi kepada "AS" melalui telepon selulernya, "AS" hanya mengatakan tak perlu ditanggapi hal-hal yang demikian, "ini kan masalah pribadi," katanya.
Hal yang sama ketika dikonfirmasi kepada pria pasangannya berinisial "MS", mengatakan; "Istri saya sudah sekitar enam bulan yang lalu meninggal, jadi maklumlah namanya juga kembali menjadi bujangan dan "AS" juga telah menjanda sekitar empat bulan yang lalu, jadi sama-sama membutuhkan, ya tolong dimaklumilah," ujar "MS" ketika dikonfirmasi di Depok, Sabtu (11/07).

FORUM MAHASISWA BOGOR (FMB) :
Menyikapi hal ini, Rahmatullah Ketua Forum Mahasiswa Bogor (FMB ) sangat menyesalkan apa yang telah dilakukan "AS". Dia itu kan seorang Anggota Dewan yang merupakan pilihan rakyat, tak sepantasnya wakil rakyat pada jam kerja berada di dalam hotel berduaan, dengan bukan pasangan (suami) sahnya pula, jelas Rahmatullah kepada SENTANA, Senin (13/07).
Jika benar adanya dugaan tersebut maka diminta kepada Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Depok segera memanggil "A" dan berikan sanksi tegas, begitupun Partai dimana A bernaung agar juga memberikan teguran keras agar perbuatan demikian tidak terulang lagi, tambah Rahmatullah. (*)
(Sentananews/Anwar/Efendy)

Jumat, 24 Juli 2015

WACANA PEMBENTUKAN KABUPATEN BARUS RAYA

Kota Barus adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Indonesia. Ibukota kecamatan ini berada di kelurahan Padang Masiang. Kota Barus sebagai kota Emporium dan pusat peradaban pada abad 1 – 17 M, dan disebut juga dengan nama lain, yaitu Fansur. Kecamatan Barus berada di Pantai Barat Sumatera dengan ketinggian antara 0 – 3 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Barus terletak pada Koordinat 02° 02’05” - 02° 09’29” Lintang Utara, 98° 17’18” - 98° 23’28” Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Andam Dewi, sebelah Selatan dengan Kecamatan Sosorgadong, sebelah Timur dengan Kecamatan Barus Utara, sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Pada masa lalu Kapur Barus dan rempah-rempah merupakan salah satu komoditas perdagangan yang sangat berharga dari daerah ini dan diperdagangkan sampai ke Arab, dan Parsia. Kapur Barus sangat harum dan menjadi bahan utama dalam pengobatan di daerah Arab dan Persia. Kehebatan kapur ini pun menjalar ke seluruh dunia dan mengakibatkan dia diburu dan mengakibatkan harganya semakin tinggi. Eksplorasi yang berlebihan dari kapur barus ini mengakibatkan tidak ada lagi regenerasi dari pohon yang berusia lama ini. Saat ini sangat susah menemui pohon kapur barus, kalaupun ada umurnya masih belum mencapai usia memproduksi bubuk yang ada di tengah batang pohon.
Barus kota tua, menjadi salah satu tujuan wisata bagi para peneliti arkeologi islam, baik dari dalam negeri dan dari luar negeri, khususnya di Lobu Tua dimana peneliti Prancis dan Indonesia melakukan eksplorasi arkeologi. Saat ini kita dapat melihat peninggalan sejarah Islam di Barus, yaitu dengan adanya makam Papan Tenggi dan makam Mahligai.
Berikut sebahagian pakar yang terlibat dalam eksplorasi maupun pelestarian kebudayaan Barus : Prof.Dr.Hasan Muarrif Ambari (Arkeologi Islam), Prof Dr Ludwick Kalus, Prof Dr C Guillot dan Dr Daniel Perret (arkeolog Perancis), Prof Dr Datok Nik Hassan Shuaimi (pakar sejarah Universitas Kebangsaan Malaysia), Prof Dr Azyumardi Azra (pakar sejarah Univ. Islam Negeri Syarif Hidayatullah), Prof Dr M Dachnel Kamars MA (pakar administrasi pendidikan Universitas Negeri Padang), Dr M Nur MS (pakar sejarah Universitas Andalas).
"PAHLAWAN DARI BARUS"
Salah seorang pahlawan sebelum kemerdekaan dari Kota Barus, yang gigih melawan Belanda (Penjajah)adalah Sidi Marah (Marah Sidi). Walaupun Dia bukan Asli dari Kota barus (Merantau) akan tetapi perjuangan heroiknya perlu diteladani. Sidi Marah tidak setujuh dengan kebijakan Belanda yang semena-mena terhadap rakyat. Belanda menerapkan kebijakan hoofd belasting (pajak kepala atau individu), inkomsten belasting (pajak pemasukan suatu barang/cukai), hedendisten (pajak rodi), landrente (pajak tanah), wins belasting (pajak kemenangan/keuntungan), meubels belasting (pajak rumah tangga), slach belasting (pajak penyembelihan), tabak belasting (pajak tembakau), adat huizen belasting (pajak rumah adat).Akibat kebijakan itu rakyatpun tertindas, Penindasan pun melahirkan konsekuensi perlawanan.Belanda sangat takut dengan penggalangan dan pengorganisasian Sidi Mara untuk berperang dengan kaum penjajah.Salah satu pertempuran paling heroik yang tercatat pada tanggal 4 Desember 1829 bersama si Songe dengan menggempur benteng Port Tapanoely di poncan banyak memakan korban di pihak Belanda. Akibatnya Barus diserang habis-habisan, karena menduga Sidi Marah sehabis menyerang Poncan mundur ke arah Barus. Tercatat dalam sejarah bahwa Sidi Marah berjuang mempertahan Pantai Barat Tapanuli khususnya Barus hampir kurang tujuh tahun. Sedang untuk pahlawan setelah kemerdekaan, salah satunya adalah Kiai Haji Zainul Arifin atau lengkapnya Kiai Haji Zainul Arifin Pohan (lahir di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, 2 September 1909 – meninggal di Jakarta, 2 Maret 1963 pada umur 53 tahun).Dijaman penjajah Belanda dia sudah aktif di organisasi (NU-GP Ansor), sesuatu kegiatan yang dianggap penjajah sebagai penggalangan rakyat untuk melawan mereka. Semasa penjajahan Jepang dia menjadi Panglima Hizbullah Masyumi,dengan tugas utama mengkoordinasi pelatihan-pelatihan semi militer di Cibarusa, dekat Bogor.Paska Kemerdekaan dia banyak dipercaya di legislatif dan eksekutif. Salah satu jabatan terpenting yang pernah diemban dia adalah Wakil Perdana Menteri Indonesia dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I yang memerintah dua tahun penuh (1953-1955). Masa jabatan 30 Juli 1953 – 12 Agustus 1955,akan tetapi dalam sejarah Organisasi NU dia tercatat sebagai orang pertama yang menduduki jabatan tersebut.

"SEJARAH DAERAH BARUS RAYA"
Sebelum kemerdekaan R.I, wilayah Barus meliputi daerah-daerah yang berada di Kecamatan Barus, Manduamas, Sirandorung, Andam Dewi, Sosorgadong, Kecamatan Sorkam, Sorkam Barat dan Kolang yang sekarang masuk ke dalam daerah Kabupaten Tapanuli Tengah. Seterusnya Kecamatan Pakkat, Parlilitan, Tara Bintang dan Onan Ganjang yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan. Sebagian daerah Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam di Provinsi Aceh. Daerah Barus dulunya dikenal dengan nama Barus Raya. Wilayah Barus Raya terdiri atas :

Gapura Selamat Datang Di Kota Barus Kota Bertuah
1. BARUS KOTA meliputi Dewan Negeri Barus, Kota Barus, Barus Mudik, Tukka Holbung, Dewan Negeri Pasaribu Dolok berikut desa-desanya antara lain, Kinali, Ladang Tengah, Ladang Baru, Lobu Tua, Uratan, Rina Bolak, Sirami-ramian, Sogar, Pangaribuan, Parik Sinomba, Sihorbo, Purba Tua, Aek Dakka, Siharbangan, Pananggahan, Bukit Hasang, Patupangan, Sigambo-gambo, Kadei Gadang, dll.
2. BARUS TIMUR terdiri dari Dewan Negeri Sorkam, Sorkam kanan, Sorkam kiri, Pasar Sorkam, Bottot, Teluk Roban, Pahieme, Bukkit, Pagaran-Tombak, Riana Bidang, Pasaribu Tobing, Gotting Mahe, Hurlang dengan ibu kotanya Kolang, Sipakpahi, dan lain-lain.
3. BARUS UTARA meliputi Dewan Nagari Tukka Dolok, Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan dan Onan Ganjang (di Tapanuli Utara, Negeri Siranggason Negeri Simanullang, Negeri Rambe, berikut desa-desanya antara lain Batu Gaja Siantar-sitanduk, Situbu-tubu, Tara Bintang, Aek Riman, Sibua kare, Huta Ambasang, Sigalapang, Aek Sopang, Tolping, Siambaton Julu, Temba, Arbaan, Parbotihan, Sanggaran, Huta Julu, Sihikkit, Banuarea, Sijarango, Sitonong, Sampean, Kalasan, Pusuk, dan lain-lain.
4. BARUS BARAT, terdiri dari Dewan Negeri Siambaton Napa, Manduamas, Gosong-Telaga, Laebutar, Singkil Baru (Suraya) berikut desa-desanya antara lain Pardomuan, Tumba, Binjohara, Pagaran-Pinang, Saragih, Purti, Balno, Rimau, Oboh, Runding,Tambisi, Sikoran, Napagalu, Bistang, Pangkalan Surambi, Lipek Kajang, Pakkiraman, Sirimo-Bunga-Tolu, Kampung Keras, Lae Gambir, Bonang, Siteraju, Namasondol, Suro, Uruk-datar, Tanjung Mas, Subulussalam, dan dll.
Jembatan gantung di atas Aek Raisan pada tahun 1905
5. BARUS SELATAN adalah samudera Indonesia yang didepannya ada Pulau Mursala, Pulau Sorkam, Pulau Panei, Pulau Karang, Ulak Bumi, Pulau Lipan, Pulau Mangki- Gadang, Pulau Panjang, Pulau Sarok, dan Pulau Sikandang. Luas wilayah Barus Raya diperkirakan lebih dari 400.000 ha, memanjang sepanjang pantai Barat Sumatera, antara Muara Kolang di Tenggara sampai muara sungai Simpang Kanan. Sungai-sungainya yang terbesar antara lain, Aek Raisan melintas di negeri Kolang, Aek Sibondong, hulunya Kota Dolok Sanggul di Humbang Hasundutan dan bermuara di Pasar Sorkam.

Pada Juni 1946 melalui sidang Komite Nasional Daerah Keresidenan Tapanuli, dibentuklah Kabupaten Sibolga / Tapanuli Tengah. Seiring itu pula di Tapanuli Tengah mulai dibentuk kecamatan-kecamatan untuk menggantikan sistem Pemerintahan Onder Distrik Afdeling . Sibolga adalah kecamatan yang pertama kali dibentuk, menyusul Lumut dan Barus. Dengan demikian pada waktu itu status Barus resmi menjadi sebuah Kecamatan. Dengan sendirinya wilayah Barus Raya sudah terbagi-bagi sesuai ketentuan yang berlaku pada saat itu. Adapun Sorkam masih dalam wilayah Kecamatan Barus. Dengan Undang-Undang darurat no. 7 Tahun 1956, di Sumatera Utara dibentuklah daerah otonom kabupaten, termasuk Tapanuli Tengah. Melalui undang-undang itu juga Sibolga menjadi Kota Praja. Terpisahnya Sorkam dari Kecamatan Barus didasarkan adanya ketentuan yang menyatakan bahwa setiap kabupaten harus mempunyai dua kewedanaan dan satu kewedanaan minimal harus dua Kecamatan. Wedana Barus terdiri dari Kecamatan Barus dan Kecamatan Sorkam. Berdasarkan PP No. 35 /1992 tanggal 13 Juli 1992 tentang pembentukan 18 kecamatan yang ada di Sumatera Utara, maka Kabupaten Tapanuli Tengah mendapat 2 daerah pemekaran yakni Kecamatan Manduamas yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Barus dan Kecamatan Kolang hasil pemekaran dari Kecamatan Sibolga. Sesuai dengan perkembangan pemekaran wilayah yang terjadi di seluruh Indonesia, maka Kecamatan Barus pun dimekarkan berkali-kali. Dalam berberapa tahun saja menjadi kecamatan, Manduamas dimekarkan menjadi dua kecamatan yakni Kecamatan Manduamas dan Kecamatan Sirandorung. Sementara Kecamatan Barus dimekarkan lagi menjadi beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Barus, Kecamatan Sosorgadong, Kecamatan Andam Dewi dan Kecamatan Barus Utara.
Setelah Sorkam lepas dari Barus, maka Kecamatan Barus sebelum dimekarkan mempunyai banyak nama desa dan kelurahan sebagai berikut : Sibintang, Barangbang, Sosorgadong (yang kemudian menjadi nama kecamatan tersendiri), Siantar CA, Muara Bolak, Siantar Dolok, uta Tombak, Unte Boang, Purba Tua, Huta Ginjang, Sijungkang, Pariksinomba, Sihorbo, Pananggahan, Kade Gadang, Sigambo-gambo, Kampung Solok, Pasar Terandam, Kinali, Kelurahan Pasar Batu Gerigis, Gabungan Hasang, Patupangan, Ujung Batu, Kelurahan Padang Masiang, Sawah Lamo, Ladang Tengah, Labu Tuo, Uratan, Kampung Mudik, Aek Dakka, Bondar Sihudon, Rina Bolak, Sosorgonting, Sirami-ramian, Pangaribuan, Sogar, Sigolang, Pasar Onan Manduamas (sekarang menjadi ibukota Kecamatan Manduamas), Simpang III/Lae Bingke, Manduamas Lama,Siordang, Saragih, Pardomuan, Tumba CA, Sigolang, Binjohara dan Sampang Maruhur.

"LETAK GEOGRAFIS"
Untuk menentukan keadaan letak geografis dengan pendekatan astronomi suatu daerah yang didasarkan pada letak lintang dan bujurnya maka wilayah Barus terletak berada di antara 10 26-20 11 Lintang Utara dan 910-980 53 Bujur Timur. Sebelum pemekaran Kecamatan Barus berbatasan langsung dengan Provinsi Aceh dan Kabupaten Tapanuli Utara. Setelah pemekaran maka Kecamatan Barus berbatasan dengan :
Sebelah Timur dengan Kecamatan Sosorgadong Sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia (Lautan Hindia) Sebelah Barat Kecamatan Andam Dewi Sebelah Utara Kecamtan Barus Utara
Kecamatan Barus mempunyai 2 Kelurahan dan beberapa desa. Kelurahannya adalah Pasar Batu Gerigis dan Padang Masiang. Kedua kelurahan ini mempunyai fungsi dan kedudukan masing-masing. Kelurahan Pasar Batu Gerigis yang letaknya langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia menjadi pusat perdagangan dan jasa. Di kelurahan ini berdiri gedung pusat perdagangan dan pertokoan. Gedung perkantoran lainnya adalah Kantor Pos dan Bank Sumut. Di Kelurahan Pasar Batu Gerigis berdiri pula Gedung SD, SMP Muhammadiyah tepat di Jl. R.A. Kartini. Bidang Jasa daerah ini merupakan pusat jasa angkutan ke luar wilayah Kecamatan Barus. Stasiun atau agen angkutan umum penumpang pusatnya di sekitar Jl. K.H. Zainul Arifin. Angkutan yang dilayani adalah Tujuan Medan, Sibolga, P.Sidempuan, Dolok Sanggul dan Singkil. Kalau sudah menjadi sentral pengangkutan umum, tentu disana juga terdapat penginapan dan rumah-rumah makan.
Sementara di Kelurahan Padang Masiang merupakan pusat pemerintahan dan pendidikan. Di kelurahan ini berdiri gedung-gedung perkantoran di antaranya Kantor Camat Kecamatan Barus, KAPOLSEK, KORAMIL, PLN, BRI, TELKOM , PUSKESMAS dan Kantor KUA. Gedung lain yang berdiri yakni SD Negeri, SMP Negeri 1, SMA Negeri 1, Madrasah Aliyah Negeri, Perguruan N.U,,Sekolah Tinggi Ilmu Agama HASIBA dan STKIP-Barus (afliasi STKIP Padang Sidempuan).

Di antara kelurahan dan desa-desa yang berada di Kecamatan Barus masing-masing mempunyai areal pertanahan yang digunakan oleh penduduknya. Tanah-tanah tersebut tergolong subur dan ditumbuhi oleh pepohonan dari berbagai jenis seperti pohon kelapa sepanjang pantai Samudra Indonesia. Penanfatan tanah di Kecamatan Barus terdiri dari perkampungan penduduk, persawahan, ladang, kolam, rawa-rawa dan lain-lain.
Pengungkapan secara singkat tentang letak geografis disuatu daerah memahamkan bahwa Kecamatan Barus salah satu wilayah di Kabupaten Tapanuli Tengah. Adapun jarak antara Barus dengan ibukota kabupaten, Kota Pandan berkisar l.k. 75 Km. ditempuh rata-rata lama perjalanan 2,5 jam untuk pemakai kenderaan roda empat dan dua.
Daerah yang padat penduduknya adalah Kelurahan Pasar Batu Gerigis dan Desa Pasar Terandam.

"AGAMA DAN ETNIS"
Di Kecamatan Barus tiga agama di dunia yakni Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katholik hidup berdampingan. Penduduk Kecamatan Barus didiami Etnis Pesisir yang mayoritas beragama Islam. Bentuk keyakinan lain adalah kepercayaan Parmalim yang merupakan agama nenek moyang suku Batak.
Mesjid terbesar dikecamatan Barus berada didesa kampung solok-Mesjid Raya-yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara ke-11 E.W.P. Tambunan. Dan tidak berapa jauh dari Mesjid Raya terdapat rumah tua peninggalan Raja Pohan-edited E.Simamora.

Etnis Pesisir mempunyai ragam budaya dan bahasa tersendiri. Berkenaan dengan pembagian etnis dimiliki penduduk melahirkan suatu ke-Bhinneka Tunggal Ika an. Demikian di Kecamatan Barus, Etnis Pesisir hidup berdampingan dengan Etnis Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Aceh, Pakpak, Nias, Bugis dan Jawa. Kendatipun demikian keturunan Arab, India dan China masih terdapat di Kecamatan Barus.
Penduduk Kecamatan Barus yang beretnis Pesisir umumnya mempunyai marga sesuai dengan suku induknya. Masyarakatnya banyak yang bermarga Batak seperti : Pasaribu, Sinaga, Sinambela, Tarihoran, Sitanggang, Sihombing, Tanjung, Pohan, Samosir, Limbong dan lain-lain. Ada juga yang bermarga Mandailing seperti Nasution, Lubis, Batubara, Matondang dan bersuku Minang di antaranya Chaniago. Dari Etnis Nias ada marga Harefa, Lase. Begitu juga dari marga Pakpak yakni Gaja, Tumanggor dan lain-lain.
Dengan adanya berbagai etnis ini maka penggalangan persatuan dan kesatuan dapat terbina dengan baik. Banyaknya etnis di Kecamatan Barus kemungkinan besar tidak terlepas dari julukan ‘Kota Tua’. Sebagaimana diketahui bahwa Barus dulunya merupakan pelabuhan internasional yang disinggahi berbagai etnis dan suku bangsa di dunia untuk mendapatkan kapur barus dan rempah-rempah.
"PEREKONOMIAN"
Untuk menunjang kehidupan yang layak maka perekonomian sangat menentukan tingkat kemakmuran suatu daerah. Di Kecamatan Barus mata pencarian masyarakatnya sebagai tulang punggung penunjang kehidupan yang layak tersebut. Profesi masyarakatnya ada yang menjadi nelayan, pegawai, petani dan berdagang. Mata pencarian ini dapat dibagi menjadi berbagai sektor di antaranya sektor perikanan atau kelautan, sektor perindustrian, sektor Jasa dan perdagangan.

1. Perikanan
Sebagai daerah yang langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia, maka penduduk Kecamatan Barus banyak yang menjadi nelayan. Umumnya nelayan di Kecamatan Barus sangat bergantung dari hasil perikanan laut. Desa yang menjadi pusat transaksi hasil laut tersebut berada di Desa Pasar Terandam atau Kualo (istilah masyarakat setempat) dan Desa Kade Gadang. Kualo menjadi pusat kegiatan nelayan, tempat ini dilengkapi dengan pelelangan ikan. Pelabuhan Kualo yang berada di Desa Pasar Terandam merupakan kawasan yang paling aktif di Barus. Di antara kegiatan yang berkaitan dengan penangkapan ikan, terdapat pula pembuatan kapal bot, pembuatan es, kenderaan pengangkutan ikan segar ke ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan, ke Sibolga, Padang, Dolok Sanggul dan daerah lainnya. Penjualan ikan yang murah di daerah Barus di jajakan oleh pedagang keliling bersepeda atau kenderaan sepeda motor. Masyarakat setempat menyebutnya pangalong-along. Penjual ikan pun ada pada hari 'onan' (pekan) di hari Sabtu dan Rabu.
Sebagai sarana angkutan atau tempat bagi nelayan untuk menangkap ikan maka diperlukan kapal motor angkut yang biasa disebut ”BOT” yang berjumlah ratusan buah, terbuat dari kayu meranti dan kayu kapur yang dibawa dari Pulau Mursala terdapat di lepas pantai Sibolga. Kapal motor ini terdiri dari badan, satu ruangan kabin yang sederhana satu motor penggerak yang dapat mengangkut antara 170 hingga 280 m 3. Di samping Bot para nelayan juga memberdayakan sarana angkutan perahu jongkong (jukung), perahu papan (biduk),motor tempel (sitempel), bagan tancap dan bagan perahu.
Untuk menunjang sarana perlengkapan angkutan dan tempat maka para nelayan memakai peralatan penangkapan berupa jaring atau pukat. Di daerah Barus sekitarnya terdapatlah pukat payang, pukat pantai/dogal, pukat kantong, perangkap bubu, rawai, pancing, jaring insang tetap, jaring lingkar dan jaring insang hayut.Selain melaut, para nelayan pun mempunyai kegiatan lain seperti pembuatan keranjang, perbaikan jaring dan tempat penjemuran ikan.

2.Pertanian
Selain nelayan, masyarakat Barus mempunyai penghasilan dari hasi pertanian. Wilayahnya terdapat hamparan sawah yang ditanami padi. Hasil panen padi diperlukan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Oleh karena tanah persawahannya kebanyakan mengharapkan air hujuan, maka selesai panen masyarakatnya tak dapat berbuat banyak untuk membuat hasil lain.

3. Industri
Di Kecamatan Barus berkembang industri kecil menengah yang dikelola secara perorangan. Industri itu di antaranya pengasinan ikan, kilang es batu, kilang kopi, industri pembuatan stroop (siroop), kerupuk, anyaman daun pandan.

4. Jasa
Pandai besi, bengkel mobil, bengkel sepeda motor, reperasi sepeda, cas batrey, tambal ban, fotocopy, salon, tukang foto, reperasi radio/TV, bengkel perahu, bengkel las, pertukangan perabot rumah tangga, pembuatan batako, galangan kapal. Jasa angkutan, jasa penginapan (hotel)dan rumah makan (i.e Rumah Makan Pangeran-terkenal). Di Kecamatan Barus terdapat berbagai penginapan yakni Hotel Fasyuri terletak di Jl. A. Yani Barus, dan penginapan Pesanggarahan di Kelurahan Padang Masing.

5. Perdagangan
Masyarakat yang berprofesi menjadi pedagang umumnya berdomisili di Keluarahan Pasar Batu Gerigis. Kegiatan jual beli dilaksanakan di onan (pasar) yang terjadi di Hari Rabu dan Sabtu. Para pedagang berdatangan dari luar Barus. Pedagang sayur-sayuran datang dari Dolok Sanggul, Pakkat. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari disediakan masyarakat setempat. Hari Rabu dan Sabtu merupakan hari Sibuk bagi bagi masyarakat Barus. Pedagang bahan material bangunan, pedagang pakaian menempati kios-kios. Sementara pedagang sayur mayur berjualan di kaki lima.

"SARANA DAN PENDIDIKAN"
Pada tahun 2011 terdapat sebanyak 247 orang guru SD, mengajar sebanyak 2.728 orang murid pada 22 sekolah. Sementara pada tingkat SLTP terdapat 142 orang guru, mengajar 1.533 orang murid pada 7 sekolah. Selanjutnya pada tingkat SLTA terdapat 84 guru mengajar 1.202 orang murid pada 3 sekolah. Sementara untuk tingkat perguruan tinggi terdapat 42 tenaga pengajar, yang mengajar 792 mahasiswa pada 2 Perguruan Tinggi Swasta di Kecamatan ini. Selain Sekolah negeri di Kecamatan ini juga terdapat sekolah swasta. Dari 22 SD/ Sederajat terdapat 14 sekolah negeri dan 8 sekolah swasta. Dari 7 SLTP/Sederajat terdapat 2 sekolah negeri dan 5 sekolah swasta sedangkan untuk tingkat SLTA/ sederajat hanya ada 2 sekolah negeri dan 1 sekolah swasta. Dalam bidang pendidikan diKecamatan Barus khususnya dan Kab.Tapanuli Tengah umunya sedikit agak terlambat perkembangan di bandingkan dengan daerah-daerah lain. Akan tetapi bukan berarti dari sini tidak lahir cendikiawan yang disegani dalam bidangnya sebut saja Prof. Dachnil Kamars M.A (UNP), Prof.P.Marbun (UI), Dr.BahdiNur Tanjung (UMSU)dan lain-lain, dan saat ini banyak putra-putri asal Barus sedang melanjutkan studi dijenjang S-2 dan S-3 baik dalam dan luar negeri.

"POTENSI WISATA"
Makam Syeikh Mahmud Barus di Papan Tinggi.
Pantai di Kota Barus
Daerah Barus sekitarnya ditinjau dari segala aspek mempunyai potensi yang sangat besar terutama potensi pariwisatanya. Sektor pariwisata bahari dan keindahan alam lainnya. Hal ini didukung dengan kondisi alam dan masyarakat Barus yang ramah tamah serta banyak objek wisata yang tersebar diwilayahnya. Objek wisata pantai adalah primadona tersendiri yang dimiliki Barus. Disamping itu Kecamatan Barus juga memiliki objek wisata sejarah berupa Benteng Portugis dan makam-makam kuno yang merupakan makam para penyebar agama Islam tempo dulu. Makam yang terkenal adalah Makam Mahligai dan Papan Tinggi. Sayangnya potensi wisata di Kecamatan Barus belum betul-betul dimanfaatkan menjadi daerah tujuan wisata sehingga banyak yang terlantar belum dikelolah sebagaimana mestinya.

Untuk mendukung para wisatawan yang akan berkunjung ke Barus, maka pelancong dapat menggunakan pesawat udara dari Jakarta ke kota Medan, dari Medan dapat menggunakan angkutan darat langsung menuju Barus. Bus yang melayani trayek Medan-Barus di antaranya CV SAMPRI yang beralamat Jl. Jamin Ginting Medan arah ke Brastagi. Atau menggunakan pesawat udara ke Sibolga lewat Bandara Pinangsori, selama 30 menit, dari Sibolga membutuhkan 2.5 jam perjalanan lagi menuju Barus. Tujuan ke Barus dapat juga menggunakan travel minibus dari Medan menuju Sibolga selama 7-8 jam. Angkutan yang melayani Medan-Sibolga banyak di antaranya CV Simpati,CV Sibuluan Indah beralamat Jl. SM.Raja Medan. Sekarang sudah ada jasa travel jenis kijang kapsul dari Medan menuju Barus yakni CV. Barus Indah sebagai pelopor jasa transportasi darat pertama yang menggunakan armada mobil Kijang Kapsul yang berkantor di belakang Stadion Teladan MEdan dengan Dirut Mr. H. Syafron Jamil Siregar, ST, kemudian disusul oleh Aulia Travel, Inda Taxi dan CV. Putra Barus Travel yang beralamat di Jl. pancing no. 231 A depan kantor gubernur lama kota Medan.(editor KF. Pardosi).
Bagi yang mempunyai kenderaan pribadi untuk berkunjung ke Barus melalui jalan darat ; Dari Medan – Parapat – Balige - Siborong-borong – Dolok Sanggul – Barus atau Medan – Brastagi – Kabanjahe – Sidikalang – Dolok Sanggul – Barus. Dapat juga melalui rute Medan – Parapat – Balige - Tarutung – Sibolga - Barus. (Editor : Tanto)
Referensi : Histoire de Barus, Sumatra : le site de Lobu Tua / sous la direction de Claude Guillot, Paris, Association Archipel, 1998..

(Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

WACANA PEMBENTUKAN PROVINSI TAPANULI

"TAPANULI UTARA MASA PENJAJAHAN" 
Pada masa Hindia Belanda, Kabupaten Tapanuli Utara termasuk Kabupaten Dairi dan Toba Samosir yang sekarang termasuk dalam keresidenan Tapanuli yang dipimpin seorang Residen bangsa Belanda yang berkedudukan di Sibolga. 
Keresidenan Tapanuli yang dulu disebut Residentie Tapanuli terdiri dari 4 Afdeling (Kabupaten) yaitu Afdeling Batak Landen, Afdeling Padang Sidempuan, Afdeling Sibolga dan Afdeling Nias. Afdeling Batak Landen dipimpin seorang Asisten Residen. 
Keresidenan Tapanuli ibukotanya Tarutung yang terdiri 5 Onder Afdeling (Wilayah) yaitu :
Onder Afdeling Silindung (Wilayah Silindung) ibukotanya Tarutung.
Onder Afdeling Hoovlakte Van Toba (Wilayah Humbang) ibukotanya Siborongborong.
Onder Afdeling Toba (Wilayah Toba) ibukotanya Balige.
Onder Afdeling Samosir (Wilayah Samosir) ibukotanya Pangururan.
Onder Afdeling Dairi Landen (Kabupaten Dairi sekarang) ibukotanya Sidikalang.

Tiap-tiap Onder Afdeling mempuyai satu Distrik (Kewedanaan) dipimpin seorang Distrikchoolfd bangsa Indonesia yang disebut Demang dan membawahi beberapa Onder Distrikten (Kecamatan) yang dipimpin oleh seorang Asisten Demang.
Menjelang Perang Dunia II, distrik-distrik di seluruh keresidenan Tapanuli dihapuskan dan beberapa Demang yang mengepalai distrik-distrik sebelumnya diperbantukan ke kantor Controleur masing-masing dan disebut namanya Demang Terbeschingking.

Dengan penghapusan ini para Asisten Demang yang ada di kantor Demang itu ditetapkan menjadi Asisten Demang di Onder Distrik bersangkutan. Kemudian tiap Onder Distrik membawahi beberapa negeri yang dipimpin oleh seorang kepala Negeri yang disebut Negeri Hoofd. Pada waktu berikutnya diubah dan dilaksanakan pemilihan, tetapi tetap memperhatikan asal usulnya.
Negeri-negeri ini terdiri dari beberapa kampung, yang dipimpin seorang kepala kampung yang disebut Kampung Hoafd dan juga diangkat serupa dengan pengangkatan Negeri Hoofd. Negeri dan Kampung Hoofd statusnya bukan pegawai negeri, tetapi pejabat-pejabat yang berdiri sendiri di negeri/kampungnya. Mereka tidak menerima gaji dari pemerintah tetapi dari upah pungut pajak dan khusus Negeri Hoofd menerima tiap-tiap tahun upah yang disebut Yoarliykse Begroting. Tugas utama Negeri dan Kampung Hoofd ialah memelihara keamanan dan ketertiban, memungut pajak/blasting/rodi dari penduduk Negeri/Kampung masing-masing. Blasting/rodi ditetapkan tiap-tiap tahun oleh Kontraleur sesudah panen padi.

Pada waktu pendudukan tentara Jepang Tahun 1942-1945 struktur pemerintahan di Tapanuli Utara hampir tidak berubah, hanya namanya yang berubah seperti :
Asistent Resident diganti dengan nama Gunseibu dan menguasai seluruh tanah batak dan disebut Tanah Batak Sityotyo.
Demang-demang Terbeschiking menjadi Guntyome memimpin masing-masing wilayah yang disebut Gunyakusyo.
Asisten Demang tetap berada di posnya masing-masing dengan nama Huku Guntyo dan kecamatannya diganti dengan nama Huku Gunyakusyo. Negeri dan Kampung Hoofd tetap memimpin Negeri/Kampungnya masing-masing dengan mengubah namanya menjadi Kepala Negeri dan Kepala kampung.

"TAPANULI UTARA MASA KEMERDEKAAN"
Sesudah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah mulailah membentuk struktur pemerintahan baik di pusat dan di daerah. Dengan diangkatnya Dr. Ferdinand Lumbantobing sebagai Residen Tapanuli, disusunlah struktur pemerintahan dalam negeri di Tapanuli khususnya di Tapanuli Utara sebagai berikut :

Nama Afdeling Batak Landen diganti menjadi Luhak Tanah batak dan sebagai luhak pertama diangkat Cornelis Sihombing.
Nama Budrafdeling diganti menjadi Urung dipimpin Kepala Urung, Para Demang memimpin Onder Afdeling sebagai Kepala Urung.
Onder Distrik diganti menjadi Urung kecil dan dipimpin Kepala Urung Kecil yang dulu disebut Asisten Demang.
Selanjutnya dalam waktu tidak begitu lama terjadi perubahan, nama Luhak diganti menjadi kabupaten yang dipimpin Bupati, Urung menjadi Wilayah yang dipimpin Demang, serta Urung Kecil menjadi Kecamatan yang dipimpin oleh Asisten Demang.

Pada tahun 1946 Kabupaten Tanah Batak terdiri dari 5 (lima) wilayah yaitu Wilayah Silindung, Wilayah Humbang, Wilayah Toba, Wilayah Samosir dan Wilayah Dairi yang masing-masing dipimpin oleh seorang Demang. Kecamatan-kecamatan tetap seperti yang ditinggalkan Jepang.
Pada Tahun 1947 terjadi Agresi I oleh Belanda dimana Belanda mulai menduduki daerah Sumatera Timur maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan strategis dan untuk memperkuat pemerintahan dan pertahanan, Kabupaten Tanah Batak dibagi menjadi 4 (empat) kabupaten. Wilayah menjadi kabupaten dan memperbanyak kecamatan.
Pada tahun 1948 terjadi Agresi II oleh Belanda, untuk mempermudah hubungan sipil dan Tentara Republik, maka pejabat-pejabat Pemerintahan Sipil dimiliterkan dengan jabatan Bupati Militer, Wedana Militer dan Camat Militer. Untuk mempercepat hubungan dengan rakyat, kewedanaan dihapuskan dan para camat langsung secara administratif ke Bupati.
Setelah Belanda meninggalkan Indonesia pada pengesahan kedaulatan, pada permulaan tahun 1950 di Tapanuli di bentuk Kabupaten baru yaitu Kabupaten Tapanuli Utara (dulu Kabupaten Batak), Kabupaten Tapanuli Selatan (dulu Kabupaten Padang Sidempuan), Kabupaten Tapanuli Tengah (dulu Kabupaten Sibolga) dan Kabupaten Nias. Dengan terbentuknya kabupaten ini, maka kabupaten-kabupaten yang dibentuk pada tahun 1947 dibubarkan. Disamping itu ditiap kabupaten dibentuk badan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Sementara yang anggotanya dari anggota partai politik setempat.
Mengingat luasnya wilayah Kabupaten Tapanuli Utara meliputi Dairi pada waktu itu, maka untuk meningkatkan daya guna pemerintahan, pada tahun 1956 dibentuk Kabupaten Dairi yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara. Salah satu upaya untuk mempercepat laju pembangunan ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan stabilitas keamanan adalah dengan jalan pemekaran wilayah.
Pada tahun 1998 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal.
Kemudian pada tahun 2003 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan kembali menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan Undang-undang No. 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Setelah Kabupaten Tapanuli Utara berpisah dengan Kabupaten Humbang Hasundutan, jumlah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara menjadi 15 kecamatan. Kecamatan yang masih tetap dalam Kabupaten Tapanuli Utara yaitu Kecamatan Parmonangan, Kecamatan Adiankoting, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Tarutung, Kecamatan Siatas Barita, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Purbatua, Kecamatan Simangumban, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Garoga, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborongborong, Kecamatan Pagaran, Kecamatan Muara.
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan Nusantara, terutama karena potensi alam dan sumber daya manusianya. Potensi alam antara lain luasnya lahan kering untuk dijadikan persawahan baru dengan membangun irigasi. Sebagian perairan Danau Toba yang dimiliki dan sungai yang cukup banyak untuk dimanfaatkan potensinya untuk irigasi, pengembangan perikanan maupun pembangkit tenaga listrik. Keindahan alam dengan panorama, khususnya Pulau Sibandang di kawasan Danau Toba di Kecamatan Muara, dan wisata rohani Salib Kasih. Kekayaan seni budaya asli merupakan potensi daerah dalam upaya mengembangkan kepariwisataan nasional. Potensi lain terdapat berbagai jenis mineral, seperti kaolin, batu gamping, belerang, batu besi, mika, batubara, panas bumi, dan sebagainya. (*)
Sumber : Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

PERANG BATAK 1878 - 1907

Perang Tapanuli, juga dikenal sebagai Perang Batak (1878-1907), merupakan perang antara Kerajaan Batak melawan Belanda. Perang ini berlangsung selama 29 tahun.
Alasan meletusnya perang ini adalah:
Raja Sisingamangaraja XII tidak senang daerah kekuasaannya diperkecil oleh Belanda. Kota Natal, Mandailing, Angkola dan Sipirok di Tapanuli Selatan dikuasai oleh Belanda.
Belanda berusaha mewujudkan Pax Netherlandica.


Perang meletus setelah Belanda menempatkan pasukannya di Tarutung, dengan tujuan untuk melindungi penyebar agama Kristen yang tergabung dalam Rhijnsnhezending, dengan tokoh penyebarnya Nommensen (orang Jerman). Raja Sisingamangaraja XII memutuskan untuk menyerang kedudukan Belanda di Tarutung. Perang berlangsung selama tujuh tahun di daerah Tapanuli Utara, seperti di Bahal Batu, Siborong-borong, Balige Laguboti dan Lumban Julu.
Pada tahun 1894, Belanda melancarkan serangan untuk menguasai Bakkara, pusat kedudukan dan pemerintahan Kerajaan Batak. Akibat penyerangan ini, Sisingamangaraja XII terpaksa pindah ke Dairi Pakpak. 
Pada tahun 1904, pasukan Belanda, dibawah pimpinan Van Daalen dari Aceh Tengah, melanjutkan gerakannya ke Tapanuli Utara, sedangkan di Medan didatangkan pasukan lain. 
Pada tahun 1907, Pasukan Marsose di bawah pimpinan Kapten Hans Christoffel berhasil menangkap Boru Sagala, istri Sisingamangaraja XII serta dua orang anaknya, sementara itu Sisingamangaraja XII dan para pengikutnya berhasil melarikan diri ke hutan Simsim. Ia menolak tawaran untuk menyerah, dan dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907, Sisingamangaraja XII gugur bersama dengan putrinya Lopian dan dua orang putranya Sutan Nagari dan Patuan Anggi. Gugurnya Sisingamangaraja XII menandai berakhirnya Perang Tapanuli. (*)
(Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)

Tak Punya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Bangunan Gereja di Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, Terancam Akan DIBONGKAR !?

Bangunan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) di Jalan Catur Tunggal, RT 012 RW 01, Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, terancam dibongkar karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 
Di bagian depan bangunan setengah jadi ini terlihat tanda segel dari Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Provinsi DKI Jakarta.
Bahkan, di bagian gapura jalan telah terpasang spanduk yang menuntut Walikota Jakarta Timur untuk secepatnya membongkar gereja GKPI yang dianggap melanggar Perda Provinsi DKI Jakarta tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan melanggar peraturan bersama Menteri Agama tahun 2006 tentang pendirian tempat ibadah.
Seorang warga yang rumahnya berada di depan bangunan gereja mengatakan, sering ada kegiatan keagamaan pada hari Sabtu dan Minggu. Ia juga kerap mendengar nyanyian ibadah dari jemaat gereja. Namun, ia mengaku tak mempermasalahkan hal tersebut. "Saya enggak masalah. Cuma takut kalau ada apa-apa, kan ini di depan rumah saya persis. Soalnya dulu pernah ada warga yang demo," tutur perempuan yang tak mau disebutkan namanya ini, Kamis (23/7).
Ia menuturkan, bangunan tersebut telah digunakan untuk beribadah sejak tahun 1987. Namun, lanjutnya, sempat ada jemaat gereja yang mengatakan, bangunan tersebut hanya digunakan sementara sambil menunggu pembangunan gereja di kawasan Jatinegara. "Tetapi sampai sekarang masih dipakai, ya jadi begini kondisinya," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua RW 01, Yos (65) menjelaskan, warga sekitar sebenarnya tidak mempermasalahkan adanya bangunan gereja tersebut. Terlebih bangunan itu juga telah digunakan sejak lama untuk beribadah. "Warga sini biasa saja, mereka tenang-tenang juga, enggak mempermasalahkan. Kalau yang dipermasalahkan karena tidak ada izinnya," ucapnya.
Lanjutnya, bangunan tersebut mulai dipermasalahkan sejak dibuat permanen pada 2013. Ia juga mengaku tak tahu adanya pemasangan spanduk yang mengatasnamakan warga terkait tuntutan pembongkaran bangunan. Menurutnya itu adalah ulah sekelompok warga yang memang tidak setuju adanya bangunan tersebut.
"Saya juga enggak tahu itu spanduk dipasangnya kapan. Tahu-tahu sudah ada. Cuma saya enggak punya wewenang kalau mau copot, karena itu tugas Satpol PP," katanya.
Yos menambahkan, pihak RT dan RW telah berkoordinasi dengan kelurahan dan kecamatan untuk melakukan pembongkaran bangunan yang rencananya akan dilakukan minggu ini. Ia hanya diminta menjaga kondisi warga agar tetap aman dan kondusif.
Sementara itu, Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardhana membenarkan bangunan gereja tersebut tak memiliki IMB sejak 2013. Ia mengaku saat ini tengah berkoordinasi dengan pihak kelurahan dan kecamatan terkait rencana pembongkaran.
"Pihak gereja kami minta untuk mengurus perizinan. Saat ini kami sedang berkoordinasi terkait tindakan selanjutnya, yang penting warga jangan sampai terprovokasi," tegasnya. (*)
(suarapembaruan)

Minggu, 19 Juli 2015

Saat - Saat Terakhir Bung Karno Setelah Terusir Dari Istana Negara

"Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” (Soekarno, 1967)
Tak lama setelah mosi tidak percaya parlemen bentukan Nasution di tahun 1967 dan MPRS menunjuk Suharto sebagai Presiden RI, Bung Karno menerima surat untuk segera meninggalkan Istana dalam waktu 2 X 24 Jam.
Bung Karno tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya. Wajah-wajah tentara yang mengusir Bung Karno tidak bersahabat lagi. "Bapak harus cepat meninggalkan Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang...!!"
Bung Karno pergi ke ruang makan dan melihat Guruh sedang membaca sesuatu di ruang itu. "Mana kakak-kakakmu" kata Bung Karno. Guruh menoleh ke arah Bapaknya dan berkata "Mereka pergi ke rumah Ibu".
Rumah Ibu yang dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru. Bung Karno berkata lagi "Mas Guruh, Bapak tidak boleh lagi tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu, jangan kamu ambil lukisan atau hal lain, itu punya negara". Kata Bung Karno,
Bung Karno lalu melangkah ke arah ruang tamu Istana, disana ia mengumpulkan semua ajudan-ajudannya yang setia. Beberapa ajudannya sudah tidak kelihatan karena para ajudan bung karno sudah ditangkapi karena diduga terlibat Gestapu. "Aku sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun, Lukisan-lukisan itu, Souvenir dan macam-macam barang. Itu milik negara.
Semua ajudan menangis saat tau Bung Karno mau pergi "Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan..." Salah satu ajudan separuh berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno.
"Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda jelas hidungnya beda dengan hidung kita. Perang dengan bangsa sendiri tidak, wajahnya sama dengan wajahmu...keluarganya sama dengan keluargamu, lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara". tegas bung karno kepada ajudannya.
Tiba-tiba beberapa orang dari dapur berlarian saat mendengar Bung Karno mau meninggalkan Istana. "Pak kami memang tidak ada anggaran untuk masak, tapi kami tidak enak bila bapak pergi, belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk masak agak enak dari biasanya".
Bung Karno tertawa "Ah, sudahlah sayur lodeh basi tiga itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini perlunya apa..."
Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya datang perwira suruhan Orde Baru. "Pak, Bapak harus segera meninggalkan tempat ini". Beberapa tentara sudah memasuki ruangan tamu dan menyebar sampai ke ruang makan.
Mereka juga berdiri di depan Bung Karno dengan senapan terhunus. Bung Karno segera mencari koran bekas di pojok kamar, dalam pikiran Bung Karno yang ia takutkan adalah bendera pusaka akan diambil oleh tentara.
Lalu dengan cepat Bung Karno membungkus bendera pusaka dengan koran bekas, ia masukkan ke dalam kaos oblong, Bung Karno berdiri sebentar menatap tentara-tentara itu, namun beberapa perwira mendorong tubuh Bung Karno untuk keluar kamar.
Sesaat ia melihat wajah Ajudannya Maulwi Saelan ( pengawal terakhir bung karno ) dan Bung Karno menoleh ke arah Saelan.
"Aku pergi dulu" kata Bung Karno dengan terburu-buru. "Bapak tidak berpakaian rapih dulu, Pak" Saelan separuh berteriak.
Bung Karno hanya mengibaskan tangannya. Bung Karno langsung naik VW Kodok, satu-satunya mobil pribadi yang ia punya dan meminta sopir diantarkan ke Jalan Sriwijaya, rumah Ibu Fatmawati.
Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia meminta bendera pusaka dirawat hati-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi daun-daun di halaman.
Kadang-kadang ia memegang dadanya yang sakit, ia sakit ginjal parah namun obat yang biasanya diberikan sudah tidak boleh diberikan. Sisa obat di Istana dibuangi.
Suatu saat Bung Karno mengajak ajudannya yang bernama Nitri gadis Bali untuk jalan-jalan. Saat melihat duku, Bung Karno kepengen duku tapi dia tidak punya uang. "Aku pengen duku, ...Tru, Sing Ngelah Pis, aku tidak punya uang" Nitri yang uangnya pas-pasan juga melihat ke dompetnya, ia merasa cukuplah buat beli duku sekilo.
Lalu Nitri mendatangi tukang duku dan berkata "Pak Bawa dukunya ke orang yang ada di dalam mobil". Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke arah Bung Karno. "Mau pilih mana, Pak manis-manis nih " sahut tukang duku dengan logat betawi kental.
Bung Karno dengan tersenyum senang berkata "coba kamu cari yang enak". Tukang Duku itu mengernyitkan dahinya, ia merasa kenal dengan suara ini. Lantas tukang duku itu berteriak "Bapak...Bapak....Bapak...Itu Bapak...Bapaak" Tukang duku malah berlarian ke arah teman-temannya di pinggir jalan" Ada Pak Karno, Ada Pak Karno...." mereka berlarian ke arah mobil VW Kodok warna putih itu dan dengan serta merta para tukang buah memberikan buah-buah pada Bung Karno.
Awalnya Bung Karno tertawa senang, ia terbiasa menikmati dengan rakyatnya. Tapi keadaan berubah kontan dalam pikiran Bung Karno, ia takut rakyat yang tidak tau apa-apa ini lantas digelandang tentara gara-gara dekat dengan dirinya. "Tri, berangkat ....cepat" perintah Bung Karno dan ia melambaikan ke tangan rakyatnya yang terus menerus memanggil namanya bahkan ada yang sampai menitikkan air mata. Mereka tau pemimpinnya dalam keadaan susah.
Mengetahui bahwa Bung Karno sering keluar dari Jalan Sriwijaya, membuat beberapa perwira pro Suharto tidak suka. Tiba-tiba satu malam ada satu truk ke rumah Fatmawati dan mereka memindahkan Bung Karno ke Bogor. Di Bogor ia dirawat oleh Dokter Hewan!...
Tak lama setelah Bung Karno dipindahkan ke Bogor, datanglah Rachmawati, ia melihat ayahnya dan menangis keras-keras saat tau wajah ayahnya bengkak-bengkak dan sulit berdiri.
Saat melihat Rachmawati, Bung Karno berdiri lalu terhuyung dan jatuh. Ia merangkak dan memegang kursi. Rachmawati langsung teriak menangis.
Malamnya Rachmawati memohon pada Bapaknya agar pergi ke Jakarta saja dan dirawat keluarga. "Coba aku tulis surat permohonan kepada Presiden" kata Bung Karno dengan suara terbata-bata. Dengan tangan gemetar Bung Karno menulis surat agar dirinya bisa dipindahkan ke Jakarta dan dekat dengan anak-anaknya.
Rachmawati adalah puteri Bung Karno yang paling nekat. Pagi-pagi setelah mengambil surat dari bapaknya, Rachma langsung ke Cendana rumah Suharto. Di Cendana ia ditemui Bu Tien yang kaget saat melihat Rachma ada di teras rumahnya.
"Lhol, Mbak Rachma ada apa?" tanya Bu Tien dengan nada kaget. Bu Tien memeluk Rachma, setelah itu Rachma bercerita tentang nasib bapaknya. Hati Bu Tien rada tersentuh dan menggenggam tangan Rachma lalu dengan menggenggam tangan Rachma bu Tien mengantarkan ke ruang kerja Pak Harto.
"Lho, Mbak Rachma..ada apa?" kata Pak Harto dengan nada santun. Rachma-pun menceritakan kondisi Bapaknya yang sangat tidak terawat di Bogor. Pak Harto berpikir sejenak dan kemudian menuliskan memo yang memerintahkan anak buahnya agar Bung Karno dibawa ke Djakarta. Diputuskan Bung Karno akan dirawar di Wisma Yaso.
Bung Karno lalu dibawa ke Wisma Yaso, tapi kali ini perlakuan tentara lebih keras. Bung Karno sama sekali tidak diperbolehkan keluar dari kamar. Seringkali ia dibentak bila akan melakukan sesuatu, suatu saat Bung Karno tanpa sengaja menemukan lembaran koran bekas bungkus sesuatu, koran itu langsung direbut dan ia dimarahi.
Kamar Bung Karno berantakan sekali, jorok dan bau. Memang ada yang merapikan tapi tidak serius. Dokter yang diperintahkan merawat Bung Karno, dokter Mahar Mardjono nyaris menangis karena sama sekali tidak ada obat-obatan yang bisa digunakan Bung Karno.
Ia tahu obat-obatan yang ada di laci Istana sudah dibuangi atas perintah seorang Perwira Tinggi. Mahar mardjono hanya bisa memberikan Vitamin dan Royal Jelly yang sesungguhnya hanya madu biasa. Jika sulit tidur Bung Karno diberi Valium, Sukarno sama sekali tidak diberikan obat untuk meredakan sakit akibat ginjalnya tidak berfungsi.
Banyak rumor beredar di masyarakat bahwa Bung Karno hidup sengsara di Wisma Yaso, beberapa orang diketahui diceritakan nekat membebaskan Bung Karno.

Bahkan ada satu pasukan khusus KKO dikabarkan sempat menembus penjagaan Bung Karno dan berhasil masuk ke dalam kamar Bung Karno, tapi Bung Karno menolak untuk ikut karena itu berarti akan memancing perang saudara.
Pada awal tahun 1970 Bung Karno datang ke rumah Fatmawati untuk menghadiri pernikahan Rachmawati. Bung Karno yang jalan saja susah datang ke rumah isterinya itu. Wajah Bung Karno bengkak-bengkak.
Ketika tau Bung Karno datang ke rumah Fatmawati, banyak orang langsung berbondong-bondong ke sana dan sesampainya di depan rumah mereka berteriak "Hidup Bung Karno....hidup Bung Karno....Hidup Bung Karno...!!!!!"
Sukarno yang reflek karena ia mengenal benar gegap gempita seperti ini, ia tertawa dan melambaikan tangan, tapi dengan kasar tentara menurunkan tangan Sukarno dan menggiringnya ke dalam. Bung Karno paham dia adalah tahanan politik.
Masuk ke bulan Februari penyakit Bung Karno parah sekali ia tidak kuat berdiri, tidur saja. Tidak boleh ada orang yang bisa masuk. Ia sering berteriak kesakitan. Biasanya penderita penyakit ginjal memang akan diikuti kondisi psikis yang kacau.
Ia berteriak " Sakit....Sakit ya Allah...Sakit..." tapi tentara pengawal diam saja karena diperintahkan begitu oleh komandan. Sampai-sampai ada satu tentara yang menangis mendengar teriakan Bung Karno di depan pintu kamar. Kepentingan politik tak bisa memendung rasa kemanusiaan, dan air mata adalah bahasa paling jelas dari rasa kemanusiaan itu.
Hatta yang dilapori kondisi Bung Karno menulis surat pada Suharto dan mengecam cara merawat Sukarno. Di rumahnya Hatta duduk di beranda sambil menangis sesenggukan, ia teringat sahabatnya itu. Lalu dia bicara pada isterinya Rachmi untuk bertemu dengan Bung Karno.
"Kakak tidak mungkin kesana, Bung Karno sudah jadi tahanan politik" ujar istri bung hatta.
Hatta menoleh pada isterinya dan berkata "Sukarno adalah orang terpenting dalam pikiranku, dia sahabatku, kami pernah dibesarkan dalam suasana yang sama agar negeri ini merdeka. Bila memang ada perbedaan diantara kami itu lumrah tapi aku tak tahan mendengar berita Sukarno disakiti seperti ini".
Hatta menulis surat dengan nada tegas kepada Suharto untuk bertemu Sukarno, ajaibnya surat Hatta langsung disetujui, ia diperbolehkan menjenguk Bung Karno.
Hatta datang sendirian ke kamar Bung Karno yang sudah hampir tidak sadar, tubuhnya tidak kuat menahan sakit ginjal. Bung Karno membuka matanya. Hatta terdiam dan berkata pelan "Bagaimana kabarmu, No" kata Hatta ia tercekat mata Hatta sudah basah.
Bung Karno berkata pelan dan tangannya berusaha meraih lengan Hatta "Hoe gaat het met Jou?" kata Bung Karno dalam bahasa Belanda - Bagaimana pula kabarmu, Hatta - Hatta memegang lembut tangan Bung Karno dan mendekatkan wajahnya, air mata Hatta mengenai wajah Bung Karno dan Bung Karno menangis seperti anak kecil.
Dua proklamator bangsa ini menangis, di sebuah kamar yang bau dan jorok, kamar yang menjadi saksi ada dua orang yang memerdekakan bangsa ini di akhir hidupnya merasa tidak bahagia, suatu hubungan yang menyesakkan dada.
Tak lama setelah Hatta pulang, Bung Karno meninggal. Sama saat Proklamasi 1945 Bung Karno menunggui Hatta di kamar untuk segera membacai Proklamasi, saat kematiannya-pun Bung Karno juga seolah menunggu Hatta dulu, baru ia berangkat menemui Tuhan...
(Info Ibu dan Anak)