Kamis, 24 Desember 2015

Walikota Depok NURMAHMUDI dan Kepala BPN Depok DADANG FUAD dilaporkan ke Polda Metro Jaya ?

Walikota Depok, NURMAHMUDI dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) DADANG FUAD dilaporkan ke Polda Metro Jaya.  Sebanyak 95 warga Kampung Pitara, Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, melaporkan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, Dadang Fuad ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan memberikan keterangan palsu terkait status tanah mereka seluas 24 hektar di Kampung Pitara itu ke Walikota Depok.
Alasannya, Kepala BPN Depok Dadang Fuad telah mengeluarkan rekomendasi melalui rislah pertimbangan teknis pertanahan, agar Walikota Depok menerbitkan izin lokasi pembangunan yang diajukan pengembang perumahan PT Casso Utama di tanah pertanian seluas 24 hektar yang dikelola warga.
Padahal menurut warga, Kepala BPN Depok, Dadang Fuad, mengetahui bahwa status tanah warga di sana masih dalam sengketa, dan kini kasusnya dalam tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor Registrasi 2001/K/PDT/2015.
Warga menilai seharusnya BPN Depok mengeluarkan rekomendasi agar Pemkot Depok menolak pengajuan izin lokasi yang diajukan pengembang ke Pemkot Depok, karena status tanah masih dalam perkara dan belum diputuskan MA.
Karena keterangan palsu Kepala BPN Depok inilah, pengembang akhirnya mengantongi izin lokasi dari Pemkot Depok, untuk melakukan pengerjaan perumahan di lahan pertanian milik warga tersebut.
Andhika Dwi Cahyanto, Kuasa Hukum 95 warga Kampung Pitara selaku pengelola lahan, menuturkan laporan ke Polda Metro Jaya dilakukan warga Kamis pekan lalu. Nomor laporan dicatat dengan nomor TBL/5290/XII/2015/PMJ/Dit Reskrimum.

Dalam laporan itu, Kepala BPN Depok, Dadang Fuad, dituduh melakukan tindak pidana Pasal 242 KUHP tentang pemberian keterangan palsu. Dadang dianggap memberikan keterangan palsu dalam rekomendasinya berupa ruislag pertanahan di Kampung Pitara, seluas 24 hektar ke Walikota Depok atas pengajuan izin lokasi pengembang PT Casso Utama.
"Karena rislah pertimbangan atau rekomendasi BPN Depok inilah, akhirnya pengembang mendapat izin lokasi dari Pemkot Depok. Padahal rekomendasi itu isinya bohong atau keterangan palsu," kata Andhika di Mapolresta Depok, dengan didampingi sejumlah warga, Selasa (15/12/2015).
Menurut Andhika, apa yang dilakukan Kepala BPN Depok, Dadang sangat berani karena jelas-jelas melanggar hukum. "Di sinilah persoalannya. Ia berani memberikan keterangan yang tidak benar ke Walikota Depok atas status tanah di sana. Jadi seolah-olah status tanah di sana tidak ada sengketa sehingga izin lokasi pembangunan layak diberikan. Padahal status tanahnya masih diperkarakan dan kini sudah MA," kata Andhika.
Ia mengatakan Kepala BPN Depok, Dadang Fuad, sudah tidak jujur dalam hal ini dan telah memutarbalikan fakta atas status tanah di sana. "Padahal dia tahu status tanah itu sengketa, karena BPN Depok jadi saksi sekaligus tergugat pula dalam sengketa tanah di sana," katanya.
Akibat keterangan palsu inilah, Walikota Depok, menerbitkan izin lokasi ke pengembang untuk membangun perumahan di lahan yang dikelola warga, dengan nomor 591/258/Kpts/BPM2T/Huk/2015.
Padahal lahan di sana dikelola warga sebagai lahan pertanian berdasar tanah objek landreform sesuai SK No.LR.36/D/VII/54/72 atas nama Matalih dan 94 warga penggarap lain. "Jadi jelas ada pelanggaran hukum yang dilakukan Kepala BPN Depok di sini," kata Andhika.
Menurut Andhika selain melaporkan Kepala BPN Depok ke Polda Metro Jaya, pihaknya juga melaporkan Dadang Fuad ke Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, dan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Barat. "Sebab ada penyalahgunaan jabatan yang dilakukan beliau. Kami melakukan ini agar tidak ada warga korban lainnya, seperti yang terjadi saat ini," katanya.
Menurut Andhika apa yang dilakukan Kepala BPN Depok Dadang Fuad ini seharusnya juga ditanggapi Pemkot Depok atau Walikota Depok. Sebab Pemkot Depok sudah dibohongi oleh Kepala BPN Depok, Dadang Fuad dengan surat rekomendasinya itu. "Apalagi dalam waktu dekat penyidik akan memeriksa Kepala BPN Dadang Fuad dan pihak terkait dari Pemkot Depok," katanya.
Ia menuturkan karena kasus ini, 94 warga petani di Kampung Pitara, kini was-was lahan mereka direbut sepihak oleh pengembang tanpa menunggu putusan MA. Apalagi selama ini lahan di sana digunakan warga untuk bertani dan menambah hasil pertanian bagi Pemkot Depok. "Ini kami harap menjadi perhatian serius semua pihak, dan tidak melulu berpihak pada pemilik modal," katanya. [ Warta Kota ]

REAKSI KEPALA BPN DEPOK "DADANG FUAD" :

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, Dadang M. Fuad tenang-tenang saja,ada pihak yang melaporkannya ke Polda Metro Jaya. “Ya, saya sudah tahu ada pihak yang melaporkan saya ke Polda Metro Jaya. Tidak apa-apa, silakan saja. Kalau saya dipanggil polisi saya akan jelaskan duduk persoalannya,” kata Dadang kepada wartawan di Depok, Kamis (17/12/2015).
Menurut Dadang, dia sudah membaca berita yang mengatakan sebanyak 95 warga Kampung Pitara, Kelurahan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, melaporkannya ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan memberikan keterangan palsu terkait status tanah mereka seluas 24 hektar di Kampung Pitara itu ke Walikota Depok.
Kepala BPN Depok dianggap mengeluarkan rekomendasi melalui risalah pertimbangan teknis pertanahan, agar Walikota Depok menerbitkan izin lokasi pembangunan yang diajukan pengembang perumahan PT Casso Utama di tanah pertanian seluas 24 hektar yang dikelola warga.
Padahal menurut warga, Kepala BPN Depok, Dadang Fuad, mengetahui bahwa status tanah warga di sana masih dalam sengketa, dan kini kasusnya dalam tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor Registrasi 2001/K/PDT/2015.

Warga menilai seharusnya BPN Depok mengeluarkan rekomendasi agar Pemkot Depok menolak pengajuan izin lokasi yang diajukan pengembang ke Pemkot Depok, karena status tanah masih dalam perkara dan belum diputuskan MA.
Andhika Dwi Cahyanto, Kuasa Hukum 95 warga Kampung Pitara selaku pengelola lahan, menuturkan laporan ke Polda Metro Jaya dilakukan warga Kamis pekan lalu.
Menurut Cahyo. karena risalah Kepala BPN itu akhirnya Walikota Depok, menerbitkan izin lokasi ke pengembang untuk membangun perumahan di lahan yang dikelola warga, dengan nomor 591/258/Kpts/BPM2T/Huk/2015.



Padahal lahan di sana dikelola warga sebagai lahan pertanian berdasar tanah objek landreform sesuai SK No.LR.36/D/VII/54/72 atas nama Matalih dan 94 warga penggarap lain.
Tapi Dadang M. Fuad membantah dikatakan memberikan keterangan paslu, “Dalam risalah pertimbangan teknis saya jelas-jelas saya katakan bahwa tanah itu dalam berpekara. Semua kondisi yang ada saya sampaikan dalam risalah, jadi di mana saya berbohong,” kata Dadang.

Secara tegas Dadang menyatakan siap memenuhi panggilan polisi untuk memberikan keterangan, supaya persoalannya menjadi jelas,” kata Dadang. “Saya juga akan jelaskan asal usul tanah itu sampai kemudian jatuh ke tangan PT Casso,” kata Dadang. [ depokraya.com ]

Gelar 400 Paket Proyek Penunjukan Langsung, Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Pemkot Depok Dinilai Menabrak Aturan Hukum.

Belum usai permasalahan hukum pada kasus dugaan mark up pengadaan lahan workshop yang disinyalir merugikan keuangan Pemerintah Kota Depok sebesar Rp 1 miliar, kini Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) Kota Depok kembali kesandung permasalahan hukum. Kali ini, Dinas BMSDA disinyalir sengaja menabrak Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 Tahun 2012 tentang pengadaan barang/ jasa pemerintah. Dinas di bawah pimpinan Manto itu diduga dengan sengaja menutupi informasi pengumuman pelaksanaan proyek yang digelar pada tahun anggaran 2015. 

Salah satunya adalah di Bidang Jalan Lingkungan (Jaling) Dinas BMSDA, dimana dari pantauan suaradepok.com, diketahui bahwa belum lama ini bidang di bawah pimpinan Agus Sofyan tersebut telah menggelar sedikitnya 400 paket proyek Penunjukan Langsung (PL) dengan nilai paket pekerjaan dibawah Rp 200 juta.
 
Anehnya, pengumuman yang sempat ditayangkan di situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tersebut, tiba-tiba “dihapus” sehingga masyarakat tidak dapat mengakses informasi yang seharusnya didapatkan. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda tanya dan kecurigaan dari banyak masyarakat. Bahkan ada juga yang menduga bahwa hal itu (Penghapusan pengumuman di situs LPSE, red) sengaja dilakukan karena banyaknya perusahaan yang mendapatkan pekerjaan di BMSDA tahun 2015 ini cacat administrasi.
Kecurigaan masyarakat itu bak gayung bersambut. Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok pun ternyata merasakan hal itu dan telah memanggil sejumlah pejabat Bidang jalan Lingkungan di BMSDA.
Kabarnya, upaya pemanggilan itu dilakukan karena adanya indikasi pelanggaran hukum yang telah di lakukan oleh pejabat Bidang Jalan Lingkungan di Dinas BMSDA dalam proses pelaksanaan kegiatan tahun 2015.
Kepada wartawan, Kepala Dinas BMSDA, Manto, membenarkan ihwal pemanggilan para pejabat di institusi yang dipimpinnya tersebut. Namun, ia membantah informasi yang mengatakan bahwa pemanggila itu terkait adanya pelanggaran hukum yang dilakukan para pejabat di dinas yang dipimpinnya itu.
“Sepertinya bukan karena persoalan itu, tetapi hanya sebatas konfirmasi tentang pelaksanaan kegiatan kerja saja”, jelas Manto, Jum’at, (09/10/2015).

Terpisah, John Morris, salah seorang aktivis LSM Kota Depok menduga bahwa dari ratusan paket proyek fisik yang di gelar oleh Bidang Jalan dan Lingkungan pada tahun 2015, terdapat beberapa perusahaan yang cacat administrasi namun tetap mendapatkan pekerjaan. John (sapaan akrab John Morris) menduga hal itu sengaja dilakukan karena ada upaya permainan tidak sehat yang sengaja dilakukan oleh oknum pejabat di Bidang Jalan Lingkungan Dinas BMSDA.
 
“Indikasi adanya pelanggaran tersebut, mulai menyeruak pasca digelarnya ratusan paket proyek kegiatan fisik dengan sistem Penunjukan Langsung (PL) sekitar satu bulan kemarin”, ujar John Morris, Minggu (11/10/2015).
 
Dari ratusan perusahaan yang mendapat pekerjaan PL di Bidang Jaling, lanjut John, tidak sedikit diantaranya yang tergolong cacat atministrasi karena alamat NPWP dengan keberadaan domisili kantor perusahaannya tidak sesuai.
 
“Belum lagi kalau ternyata keberadaan (domisili) kantor perusahaan yang mendapat proyek tersebut tidak jelas”, pungkas Jhon Morris menambahkan.
 
Sayangnya, hingga berita ini dimuat, Kepala Bidang Jalan Lingkungan di Dinas BMSDA Kota Depok, Agus Sofyan belum bisa dikonfirmasi terkait hal ini. Pesan singkat yang di kirimkan ke telepon selulernya pun tak kunjung dijawab. (*)

Sumber : suaradepok.com