Senin, 30 Mei 2016

Gerindra dan PDIP Berkoalisi ?. Kata Ahok, Enggak Apa-apa, Bukan Hal yang Baru, Saya Kira Politik Memang Begitu.

Cec Depok : Jakarta - Partai Gerindra dikabarkan akan berkoalisi dengan PDIP di Pilkada DKI 2017 mendatang. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku tidak masalah dengan rencana kedua partai tersebut.

"Saya kira politik memang begitu. Wajar saja, enggak ada sesuatu yang baru," kata Ahok saat ditemui di acara 'Teman Ahok Fair' di Gudang Sarinah Ekosistem, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (29/5/2016).

Ahok mengatakan, yang terpenting saat ini adalah bagaimana mendapatkan kepercayaan warga Jakarta. Dia mengatakan, untuk mendapatkan kepercayaan itu harus dilakukan dengan metode yang baru, seperti apa yang dilakukan oleh Teman Ahok dengan bergotong-rotong mengumpulkan KTP dukungan untuk dirinya.

"Yang penting sekarang bagaimana kita mendapat metode baru ketika mendapat kepercayaan warga dki. Warga juga gotong-royong ngumpulin duit. Teman Ahok yang saya denger kalo mau nyumbang uang ditolak, nyumbang barang boleh. Ini kita nyaingin Jakarta Fair juga nih, lumayan nih," katanya.

Sebelumnya diberitakan, PDIP dan Gerindra sepakat intensif bertemu untuk menjajaki koalisi Pilgub DKI 2017. DPD Gerindra DKI dan DPD PDIP DKI bahkan sudah bertemu untuk membahas penjajakan koalisi. Rupanya, koalisi dua partai ini sudah 36 kali menang pilkada.

"Dalam pengalaman pilkada 2015, menang di 36 dapil. PDIP (total) berkoalisi dengan 11 parpol, dan kita sangat dinamis menurut lapangan. Beda strategi kan wajar. Jadi ya terbuka lebar untuk itu (koalisi dengan Gerindra -red)," kata Plt Ketua DPD PDIP DKI, Bambang DH, di kantor DPD PDIP DKI di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (26/5).

Sumber : detik.com

Mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok, YULISTIANI MOCHTAR dan Kepala Bidang Jalan Lingkungan (JALING) AGUS SOFAN diduga Korupsi Anggaran.

Cec Depok :  DEPOK - Mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok, YULISTIANI MOCHTAR dan Kepala Bidang Jalan Lingkungan (JALING) AGUS SOFAN diduga Korupsi Anggaran.

“Tidak ada makan siang gratis adalah sebuah ungkapan yang menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu yang cuma-cuma”.

Ungkapan ini mengambil istilah dalam dunia bisnis atau ekonomi yang sering digunakan banyak orang untuk menyampaikan beberapa tujuan demi kepentingan diri sendiri maupun kelompoknya tanpa diketahui oleh orang banyak, istilah tidak ada yang cuma-cuma ternyata benar adanya. Karena faktanya yang ada hanyalah subsidi silang yang saling menguntungkan.

Ungkapan tidak ada makan siang gratis sepertinya sangat tepat ditujukan pada kurang lebih 1400 paket kegiatan pembangunan bidang Jalan Lingkungan (Jaling) serta Saluran Air di Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (Dibimasda) Kota Depok.

Sebanyak kurang lebih 1400 paket proyek Bidang Jalan Lingkungan serta Saluran Air itu adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara penunjukan langsung (PL) dan juga lelang yang dilakukan oleh Dinas Bimasda Kota Depok. Indikasi dari tidak ada makan siang gratis, diduga berawal dari proses penunjukan langsung yang tidak transparan yang dilakukan oleh bidang jalan lingkungan dilingkup Dinas Bimasda Kota Depok. Penunjukan Langsung ini diduga bersipat suka dan/atau tidak suka yang berarti bahwa penunjukan langsung ini diduga dilakukan berdasarkan keinginan yang bersipat subsidi silang yang saling menguntungkan.

Diduga pemberian kegiatan berdasarkan penunjukan langsung ini dilakukan dengan cara yang saling menguntungkan, istilah tidak ada makan siang gratis tentunya berlaku dalam proses pemberian paket kegiatan tersebut. Demikian juga dalam hal pelelangan kegiatan, dimana menurut informasi yang diterima media ini mengungkapkan bahwa lelang kegiatan tersebut hanyalah merupakan seremonial belaka. Pemenang lelang telah ditentukan sebelum lelang diumumkan.

Demikian diungkapkan oleh Aktivis Penggiat Anti Korupsi dari LSM Gerakan Rakyat Peduli Keadilan dan Kemakmuran (LSM GRPKK).

Berdasarkan desas-desus yang beredar dan sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa setiap paket kegiatan tersebut, rekanan (pengusaha) harus membayar pungutan (fee) sebesar 7% dari nilai kegiatan setelah dipotong pajak.

Katakan ada kurang lebih 1400 Paket Kegiatan pada tahun 2015, dengan total pagu 406.4M lebih, bila dipotong pajak 10% berarti 406,4 M dikurang 40.640.000.000 sama dengan 365.760.000.000 lalu dipotong pungutan sebanyak 7% dari setiap kegiatan yang berarti kurang lebih 25,6 M. Luar biasa memang nilai yang diduga akan dinikmati oleh Dinas Bimasda Kota Depok.

Uang sebanyak itu, diduga tentunya tidak akan dinikmati oleh satu orang saja yakni Kepala Bidang Jalan Lingkungan AGUS SOFAN. Uang sebanyak itu tentunya diduga dibagi juga dengan Kepala Dinasnya. Diduga Kepala Dinas Bimasda Kota Depok saat itu Yulistiani Mochtar juga ikut kecipratan dari hasil ini.

Informasi lain yang berhasil dihimpun oleh "media" ini adalah terkait menurunnya kwalitas pekerjaan yang terlaksana. Hal ini dimungkinkan karena pengusaha atau yang kerap disebut rekanan harus menyisihkan sebahagian dari pagu anggaran untuk “setoran”

KABID JALING "AGUS SOFAN" MENGHINDAR DIKONFIRMASI ?

Aktivis Penggiat Anti Korupsi dari LSM GRPKK berpendapat bahwa Dinas Bimasda Kota Depok kerap bagi-bagi proyek pada kroni-kroninya dengan imbalan fee sebesar 7% atau lebih.

“Agus Sofan, selaku Kepala Bidang jalan dan lingkungan adalah perpanjangan tangan dari Kepala Dinas BMSDA.
Melalui Agus Sofan, proyek dibagi pada setiap mitra binaan mereka. Demikian juga lelang, pemenangnya telah ditentukan sebelum lelang diumumkan. Sebelum lelang dimulai, para mitra binaan nya telah datang keruangan Agus Sofan untuk setorkan sejumlah dana, kemudian disana ditentukanlah titik pekerjaan yang akan dilaksanakan. Jika tidak, maka jangan harap anda akan dapat proyek di dinas itu”, demikian tuturnya.

Mendapat informasi ini, awak lentera segera lakukan penelusuran kelapangan dan ketika akan dikonfirmasi kepada Kepala Dinas Bimasda Kota Depok, wartawan mendapat penghalangan dari stafnya. Selasa, 8-3-2016, awak media ini bermaksud lakukan konfirmasi dan wawancara dengan Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kota Depok serta Kepala Bidang Jalan dan Lingkungan nya.

Setelah berada di lantai III tepatnya di ruang tunggu, wartawan mencoba cari tau keberadaan Kabid Jaling, Agus Sofan. Setelah mengetahui yang bersangkutan berada diruangannya, wartawan pun mencoba menghubungi lewat HP. Saat nomor yang dituju tersambung, wartawan memperkenalkan diri dan selanjutnya menyampaikan maksud dan tujuannya. Agus Sofan pun menjawab sedang ada tamu. Setelah menunggu sekitar limabelas menit, Agus keluar dari ruangannya dan mengunci ruangan tersebut dan menuju lift. Ternyata tak ada tamunya. Saat Agus hendak memasuki lift, wartawan mencoba cari tau kemana ia akan beranjak. Lagi-lagi wartawan berbicara lewat HP padahal jarak mereka hanya sekitar beberapa meter. Agus pun menjawab akan memenuhi panggilan Kepala Dinas di lantai II.

Wartawan kemudian menuju lantai II melalui tangga dan mengetuk ruangan Kepala Dinas. Salah seorang staf yang berperawakan tinggi kurus menyapa wartawan dan bertanya maksud kehadiran wartawan. Setelah wartawan memperkenalkan diri dan memberi tahu maksud dan tujuan, staf tersebut mengatakan bahwa Pimpinannya sedang banyak tamu. Wartawan pun bertanya keberadaan Agus Kabid jaling, oleh staf tersebut mengatakan bahwa Pajabat bernama Agus tersebut ada di lantai III. Beberapa menit kemudian, seseorang keluar dari ruanagan Kepala Dinas yang kemudian diketahui bahwa dialah Kepala Dinas Bimasda.

Tanpa berkata sepatah kata pun, Kepala Dinas tersebut melenggang keluar meninggalkan ruangannya yang kosong melompong. Dan kemudian wartawan pulang tanpa berhasil mengkonfirmasi informasi tersebut. Dampak dari penyelewengan ini tentu berdampak pada pekerjaan proyek yang asal-asalan karena begitu banyak pungutan yang harus diberikan oleh penyedia barang pada pihak-pihak tertentu sehingga wajar saja bila banyak proyek konstruksi di Kota Depok, baik kuantitas dan kualitas pekerjaan proyek tersebut tidak dapat terpenuhi, Dan semua ini berawal dari tidak ada makan siang yang gratis. KPK harus berani mengambil tindakan tegas, jangan dilihat dari nilai proyek yang kecil tapi harus dilihat banyaknya kegiatan tersebut yang bila di kalikan tentu nilai korupsinya sangat besar. Tindakan tegas dari KPK diharapkan mampu membuat efek jera terhadap pelaku perbuatan korupsi berjamaah ini. (*)

Sumber : (Frans/Tardip)