Sabtu, 04 Agustus 2012

TESTIMONI SANG KETUA DPRD KOTA DEPOK, DRS. RINTIS YANTO..!!??

CEC : Mahkamah Agung (MA) membatalkan Surat Keputusan KPU Depok tanggal 24 Agustus 2010 soal Penetapan Pasangan Calon dan Nomor Urut Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok. Hal tersebut menunjukan bahwa kelima anggota KPUD Depok tidak memiliki integritas, kredibelitas, dan profesionalitas.
"Kami mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat (Jabar) agar segera mengganti seluruh anggota KPUD Depok," tegas Ketua DPRD Depok Rintis Yanto kepada wartawan Kamis (2/8/2012) di kantornya.
Menurut Rintis, pergantian harus segera dilakukan sebelum Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar berlangsung. Dia mengatakan, tidak mungkin Pilgub dapat berjalan lancar jika personil KPUD-nya masih yang lama. Bagaimana mungkin, kata dia, orang yang sudah berbuat kesalahan fatal dalam Pilkada bisa menjalankan Pilgub dengan baik. "Pilgub tidak mungkin berjalan lancar kalau KPUD masih diisi oleh orang lama", ujarnya.

Rintis mengungkapkan, profesionalitas mereka kembali dipertanyakan kala mengajukan anggaran tambahan ke pemerintah. Anggaran yang mereka ajukan sama sekali tidak realistis. Terkesan mengada-ngada. Apa yang menjadi porsi Pemerintah Provinsi Jabar diajukan ke Depok. "Tidak tanggung-tanggung mereka minta tambahan anggaran sebesa Rp1,6 miliar. Ini kan sangat mengada-ada. Soalnya pemerintah Jabat sudah menurunkan anggaran," ungkapnya.
Rintis menegaskan, integritas mereka diragukan dalam merealisasikan Pilgub Jabar mendatang, ia meminta KPUD tidak melakukan rekrutman Panita Pemungutan Suara (PPS) dan Panita Pemungutan Kecamatan (PPK). Ditakutkan apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan kepentingan KPUD sendiri.
"Anehnya lagi, dalam melakukan perekrutan, salah satu poin yang harus dipatuhi adalah harus mendapat rekomendasi dari karang taruna. Ini sungguh-sungguh lucu," tandasnya.(Faldi Said/cy)

NURMAHMUDI DISURUH MUNDUR

CEC : Liputan6.com, Depok: Sekelompok warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Depok Bersatu menuntut Nur Mahmudi Ismail mundur sebagai Wali Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (2/8). Dalam aksi itu, massa sempat terlibat kericuhan dan saling dorong dengan polisi. Kericuhan dipicu ulah pengunjuk rasa yang memaksakan diri, untuk menemui Nur Mahmudi Ismail. Sebaliknya, polisi bersikeras melarang mereka memasuki areal kantor itu. Menurut mereka, jabatan Nur Mahmudi Ismail cacat hukum. Mereka mendasari protesnya itu pada putusan Mahkamah Agung Nomor 14-K/TUN/2012, yang membatalkan putusan KPU Nomor 18 Tahun 2010 tentang Penetapan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok. Walau tak berhasil menemui Wali Kota Depok, massa membubarkan diri dengan tertab. Mereka berjanji akan terus berunjuk rasa, hingga Nur Mahmudi dicopot dari jabatannya.(SHA/cy)

Jumat, 03 Agustus 2012

ANTARA DINAS-DINAS DI LINGKUNGAN PEMKOT DEPOK TIDAK BERSINERGI

CEC : Baktiar Butar Butar, mengungkap : Dinas-Dinas di Pemerintahan Kota Depok tidak bersinergi, bahkan terkesan semraut dan tidak peduli dengan peraturan yang mengakibatkan hilang nya aset Kota Depok. Kepala Dinas Pendapatan dan Asset Kota Depok, Drs. Dody Setiadi, kepada Baktiar Butar Butar mengatakan : "Masalah turap yang di bongkar oleh pemilik tanah yang mau membangun ruko di sepanjang Jalan Juanda dan Jalan Tembus Pesona dari Jalan Proklamasi ke Jalan Juanda melalui Kompleks Perumahan Pesona Khayangan. Disitu terdapat dua kali turap di bangun pemerintah dengan memakai dana APBD Kota Depok bernilai ratusan juta rupiah, di bongkar oleh orang yang mau membangun rumah nggak tau apa dasarnya , yang paling mengherankan kata Dody Setiadi melanjutkan, Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Nunu Heryawan) dan Kepala Kantor BPMPPT (Sri Utomo) sebagai pemberi Izin Mendirikan Bangunan tidak mengecek atau tidak perduli dengan Peraturan Daerah (perda) Kota Depok yang mengatur tentang Garis Sempadan Jalan dan Garis Sempadan Parit/Kali/Selokan/Sungai serta Garis Sempadan Bangunan. Mereka langsung saja menerbitkan Surat Perjinan", ujar Dody Setiadi.
Menurut Baktiar Butar Butar, Pejabat yang terkait dengan pelanggaran Perda tersebut seharusnya di tangkap oleh pihak yang berwajib dan di periksa karena mereka diduga sudah menerima suap dari pemilik bangunan sehingga mereka tidak perduli dengan perda tersebut mengakibatkan kerugian negara Millyaran rupiah. DPRD yang sering mengatakan mereka sudah membuat beberapa Perda di Kota Depok ternyata tidak dijalankan oleh Pemerintah Kota Depok. Sementara dana untuk membuat satu perda bernilai ratusan juta rupiah namun DPRD diam juga. Maka diminta agar masyarakat jangan percaya dengan pejabat Pemerintahan Kota Depok dan juga DPRD karena mereka pembohong dan pembuat peraturan hanya untuk masyarakat biasa saja", kata Baktiar Butar Butar. (bbb/cy)

Kamis, 02 Agustus 2012

INDONESIAN CHIEF EDITORS FORUM

CEC : Jakarta (Berita Dewan Pers) - Di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, 18 Juli lalu, sebanyak 55 pemimpin redaksi dari berbagai daerah mendeklarasikan terbentuknya Forum Pemimpin Redaksi (Indonesian Chief Editors Forum). Pembentukan Forum ini, menurut Wahyu Muryadi, berangkat dari kesadaran terhadap banyaknya persoalan kebebasan pers dan ekspresi di Indonesia yang harus disikapi bersama. “Ada kesadaran kolektif untuk menjaga independensi,” kata Wahyu Muryadi yang ditunjuk sebagai Ketua Pengurus. “Dengan adanya Forum ini, kita ingin menegaskan, harusnya redaksi bebas dari campur tangan apapun, termasuk pemilik media.” Wahyu menegaskan hal itu saat menjadi pembicara dalam program “Dewan Pers Kita” yang disiarkan TVRI Nasional, Selasa malam (24/7). Dialog yang dipandu Wina Armada Sukardi ini juga menghadirkan pembicara Margiono (Ketua Umum PWI dan Anggota Dewan Pers), serta Meutya Hafid (Anggota Komisi I DPR).
Pembentukan Forum Pemred, menurut Wahyu, tidak diniatkan untuk pamer kekuatan atau menyeragamkan pendapat para pemimpin redaksi. “Tidak ada kaitan dengan penyeragaman. Kita berhimpun karena kesadaran kolektik dengan tetap menghormati independensi redaksi masing-masing,” tegasnya.
Margiono menanggapi positif pembentukan Forum Pemred sebagai bentuk kesadaran di tengah banyaknya persoalan dan tantangan pers. Ia mendorong Forum untuk fokus pada perbaikan kualitas, integritas dan profesionalisme wartawan.
“Kalau forum ini mampu menjadikan pemred profesional, ke bawah (wartawan) akan semakin gampang,” katanya.
Ia tidak menganggap pembetukan Forum Pemred disebabkan organisasi wartawan yang ada dianggap tidak berdaya. Melihat persoalan pers saat ini, menurutnya, memang perlu ada komunikasi di tingkat para pimpinan redaksi. “Yang terpenting bagaimana produk jurnalistik tetap baik dan bermanfaat untuk publik,” tambahnya.
Meutya Hafid mengapresiasi pembentukan Forum Pemred dan menilainya sebagai bentuk kesadaran wartawan atas kekurangannya serta berusaha melakukan pembenahan. “Langkah yang patut diapresiasi betul,” tegasnya.
Ia menambahkan, wartawan sekarang sepatutnya tidak hanya bicara masalah intervensi dari luar, namun juga melihat problem internal terutama menyangkut sumber daya manusia. Forum Pemred harus menjadikan persoalan internal ini sebagai prioritas kerja. (red)

DEKLARASI FORUM PEMRED

Kami para pemimpin redaksi media massa Indonesia menyatakan:
Pers Indonesia adalah pers yang menjunjung tinggi prinsip independensi dari pengaruh kekuasaan, kelompok kepentingan, kekuatan ekonomi, dan pihak-pihak lainnya. Pers Indonesia sepenuhnya diabdikan bagi kemajuan masyarakat atas dasar demokrasi, keadilan sosial, kemanusiaan, dan kesetaraan. Oleh sebab itu, kebebasan pers adalah keniscayaan bagi tercapainya cita-cita luhur proklamasi kemerdekaan Indonesia. Namun pelaksanaan kebebasan pers masih terus menghadapi tantangan dan hambatan dari berbagai pihak. Pembunuhan wartawan, kriminalisasi pers dan wartawan, pelecehan terhadap institusi dan profesi wartawan, dan masih rendahnya pengakuan terhadap pers merupakan fakta yang harus terus dilawan bagi tercapainya misi suci pers dan kewartawanan. Kami para pemimpin redaksi media massa Indonesia mengakui kehidupan pers dan wartawan Indonesia masih harus terus ditingkatkan dari berbagai segi. Namun hal itu bukan menjadi pembenar atas kesewenang-wenangan terhadap pers. Juga bukan merupakan pembenar bagi terhambatnya peran serta pers dan wartawan Indonesia bagi kemajuan masyarakat.
Melalui Deklarasi Forum Pemred ini, kami para Pemimpin Redaksi media massa Indonesia menyatakan:
Menjunjung tinggi independensi kebijakan redaksi dari berbagai kepentingan di luar prinsip-prinsip jurnalisme. Memperjuangkan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers bagi kemajuan masyarakat. Mengabdikan diri bagi kejayaan bangsa dan negara
Melawan segala bentuk penistaan, pelecehan, dan kriminalisasi pers dan wartawan.
Membentuk Forum Pemimpin Redaksi atau Indonesian Chief Editors Forum

JAKARTA, 18 JULI 2012
DEKLARATOR
55 PEMIMPIN REDAKSI
Daftar Pengurus
Penasehat
Karni Ilyas (TV One)
Asro Kamal Rokan (Jurnas)
Elman Saragih (Metro Tv)
Timbo Siahaan (JakTV)
Suryopratomo (Metro TV)
Pengawas
Ilham Bintang (Cek & Ricek)
Andi Suruji (Inilah.com)
Uni Lubis (ANTV)
Don Bosco Selamun (BeritaSatu TV) Kemal Efendi Gani (SWA)
Pengurus Harian
Ketua: Wahyu Muryadi (TEMPO)
Wakil Ketua
Rikard Bagun (KOMPAS)
Saiful Hadi (ANTARA)
Heddy Lugito (GATRA)
Gatot Triyanto (TRANS TV)
Meidyatama Suryodiningrat (THE JAKARTA POST)
Primus Dorimulu (INVESTOR DAILY)
Nurjaman Mochtar (INDOSIAR)
Khairul Jasmin (SINGGALANG)
Bendahara
Sururi Alfaruq (SEPUTAR INDONESIA)
Don Kardono (INDOPOS)
Titin Rosmasari (TRANS 7)
Ratna Susilowati (RAKYAT MERDEKA)
Muhammad Iksan (WARTA EKONOMI)
Sekretaris
Eko B Supriyanto (INFOBANK)
Marten Selamet Susanto (KORAN JAKARTA)
Arifin Asydhad (DETIKCOM)
Akhmad Kusaeni (ANTARA)
Nasihin Masha (REPUBLIKA)

* CHIEF EDITOR'S CLUB INDONESIA * (cy)

Minggu, 29 Juli 2012

DEPOK BELUM PANTAS DISEBUT KOTA LAYAK ANAK : Ray - detikNews, Sabtu, 28 Juli 2012.

CEC : Kapolresta Depok Kombespol Mulyadi Kaharni mengatakan, program pemerintah kota Depok untuk mencanangkan Kota Depok sebagai kota layak anak, masih terasa jauh. Ini dikarenakan, tingkat kejahatan baik oleh maupun kepada anak di Depok masih tinggi. "Program kota Depok sebagai kota layak anak, sangat berat sekali dengan kondisi anak di Depok. Kita sangat miris. Baik anak sebagai pelaku ada disini, maupun anak sebagi korban," ujar Kombespol Mulyadi Kaharni saat bertemu dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Polresta Depok, Depok, Jawa Barat, Sabtu (28/7/2012). Selain tingkat kejahatan, ketersediaan fasilitas bagi anak-anak juga masih minim. "Fasilitas yang ada disini, seperti untuk bermain, pendidikan dan lainnya rasanya masih jauh," katanya.
Bahkan, katanya, selama dirinya menjabat sebagai Kapolresta Depok, tingkat kejahatan anak seringkali disebabkan oleh faktor ekonomi. Ini juga didukung oleh faktor lingkungan. "Sekitar 50 smapai 60 persen kejahatan itu dikarenakan faktor ekonomi. Anak putus sekolah bermain dengan orang yang sudah dewasa dengan berbagai tipe. Ada yang baik, setengah baik, dan yang parah sekali," katanya.
"Jadi tergantung si anak itu. Dengan siapa dia bermain," imbuhnya. Seperti diketahui, belum lama terjadi kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak dibawah umur (14 tahun) terhadap bapak dan anak di Depok. Dikabarkan pembunuhan tersebut dilatar belakangi oleh utang. Oleh: Poltak Hutagaol. (cy)

PENUTUPAN DUTA RESIDEN MERUPAKAN KORBAN FITNAH

CEC : Depok Pajajaran News - Dunia usaha mati suri akibat kebijakan Pemkot Depok mem-pending up-grade perizinan Duta Residence (DR) menjadi hotel, itu membuktikan bahwa Pemkot sangat lemah dalam penegakan hukum, aturan dan penciptaan lingkungan kondusif bagi investasi. Seharusnya Pemkot segera memediasi dan mencari solusi agar win-win solution agar keputusan benar-benar didasarkan fakta.
Direktur Duta Residence (DR) Edi Faisal mengaku kecewa dengan sikap Pemerintah Kota Depok yang terkesan berdiam diri atas kasus yang menimpa usahanya. Padahal apa yang dituduhkan beberapa gelintir warga Kampung Sugutamu, Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, tidak beralasan. Serta tidak dilengkapi dengan bukti-bukti otentik. Mereka hanya memfitnah. "Saya akan buka-bukaan sekarang. Apa yang dilakukan Taufik, H Daus, dan H Laweh, Haji Tullah, dan Fahrudim. Ini murni karena persaingan bisnis. Mereka ingin DR ditutup karena bisnis mereka terganggu," terang Edi kepada wartawan Minggu (29/7/2012) di kediamannya.
Menurut Edi, tudingan hotel DR sebagai tempat transaksi prostitusi, penjualan minuman keras (miras), dan perjudian sama sekali tidak benar. Itu hanya akal-akalan tiga orang tadi untuk mematikan usahanya. Dia menuturkan, konflik antara dirinya dengan 'raja-raja' kecil di Kampung Sugutamu bermula saat ia membeli tanah tidak jauh dari lokasi DR. Saat hendak membangun rumah di tanah tersebut, 'raja-raja' kecil itu mulai membuat ulah. Mereka melarang saya membangun rumah, saya dirukhiyat sebanyak lima kali di dalam masjid. Mereka mengajukan banyak sekali pertanyaan yang salah satunya menanyakan soal mengapa membangun rumah dengan garasi yang sangat panjang. Ini kan menjadi lucu," tuturnya.
Konflik semakin memanas, kata Edi, saat dirinya kembali membeli tanah seluas 2000 meter tidak jauh dari tanah kedua. Untuk dijadikan rumah kontrakan dengan standar tinggi. Mereka kembali membuat ulah. Menghasut masyarakat untuk menutup DR dengan tuduhan sama yakni: kerap dijadikan lokasi mesum. Kemudian, Edi mengusulkan agar dirinya diperbolehkah membangun sport center. Mereka semua menyetujui usulan tersebut. Bahkan, persetujuan ditandai dengan berpelukan. Tapi kini mereka kembali membuat ulah. "Waktu itu tahun 2010, saya mengalah kepada mereka. Terhitung sudah tiga tahun saya diserang masalah seperti ini. Sekarang saya harus melawan, ini sudah keterlaluan," katanya kesal.
Edi mengungkapkan, beberapa waktu lalu dirinya sempat dipanggil untuk dimintai pertanggungjawaban. Sesampainya di lokasi, kata dia, mereka minta ia menutup DR. Di depan Kapolresta Depok, kata Edi, ia meminta masyarakat tidak asal bicara. Melainkan harus dilengkapi dengan bukti-bukti. "Lagi-lagi mereka tidak memiliki bukti. Mereka hanya menunjukan lemari etalase yang menurut mereka penuh dengan botol minuman keras. Waktu saya tunjukan kalau botol tersebut bukan lah minuman keras, melainkan jus anggur, mereka tidak percaya. Kalau tidak percaya jus dengan botol mirip sampanye bisa dibeli di super market," ungkapnya.
Mengenai segel yang dilakukan Satpol PP, kata dia, itu hanya penutupan sementara. Permintaan penyegelan datang langsung dari manajemen DR, bukan inisiatif Satpol PP. Hal itu dilakukan untuk menghindari konflik antara warga Sugutamu dengan karyawan DR yang nota bene juga warga Sugutamu. Dalam suratnya, kata Edi, Satpol PP hanya meminta DR mengurus perbaruan izin. Sementara itu, izin sedang diproses. "Jadi tidak ada istilah penutupan permanen. DR tetap dapat beroperasi setelah batas waktu yang ditentukan habis," ujar Edi.
Edi menegaskan, dirinya kecewa dengan sikap Pemerintah Kota Depok yang tidak lagi memproses izin DR menjadi hotel. Padahal, pengajuan izin tersebut hasil masukan orang-orang dari Dinas Pariwisata dan BPPT. "Mereka yang mengusulkan agar DR memperbarui izin. Sekarang, izin sudah diajukan malah prosesnya dihentikan. Kami akan mengadukan masalah ini ke Gubernur Jawa Barat dan Wakil Presiden Republik Indonesia," tandasnya.(Faldi Said/cy)