Rabu, 11 September 2013

HS DAN KS, OKNUM LSM DEPOK, DI POLISI KAN


CEC : Oknum LSM Depok yang jadi Calo PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) dilaporkan ke Polisi oleh para orang tua siswa yang gagal masuk ke sekolah Negeri Depok. Oknum LSM Depok yang kabarnya telah dilaporkan ke Polresta Depok tersebut berinisial "HS dan KS". Mereka di duga melakukan tindakan penipuan (Pasal 378) dan penggelapan (Pasal 375) KUHP terkait PPDB Kota Depok tahun ajaran 2013. Sementara itu, ada lima orang tua para siswa yang melaporkan dan sedang ditangani di bagian Kriminal Umum. 
Info sementara, para orang tua siswa tersebut mengaku dimintai dana sebesar Rp 5 juta – Rp 6 juta untuk memasukkan anaknya ke sekolah negeri”, ujar sumber di Polresta Depok, Senin (9/9).
Para orang tua siswa yang merasa kesal dengan janji-janji oknum LSM pun kemudian melaporkan hal tersebut ke Polresta Depok.
Berdasarkan informasi yang di dapat Indonesian Update Grup dari pihak kepolisian, mengatakan bahwa hingga sore ini, Senin (9/9), sudah ada sedikitnya lima orang tua siswa yang melaporkan upaya penipuan dan penggelapan yang di duga dilakukan oleh oknum LSM ke Polresta Depok.

Sumber : Depok Update

Minggu, 08 September 2013

TIDAK ADA KAWAN SEJATI ATAU LAWAN SEJATI , YANG ADA HANYALAH KEPENTINGAN ABADI

CEC : Politik memang sebuah dunia yang tidak pernah sepi perbincangan. Istilah kata itu sendiri sudah sekian lama memancing debat dalam sejarah pemikiran manusia. Dalam perjalanan peradaban manusia, politik, politisi, praktik, dan pemikiran politik juga telah memancing minat dari para pemikir dan ilmuan politik. Tidak sedikit karya yang lahir, tidak terhitung tokoh yang muncul, semuanya mengalir bersamaan dengan kegemilangan dan kemunduran sebuah zaman. Dalam perjalanan waktu, berbagai pertanyaan muncul, berbagai persoalan mencuat ke permukaan, dan berbagai jawaban dicoba diajukan. Politik dianggap sebagai wilayah kotor, padat kepentingan, penuh persaingan, penuh intrik, penuh konflik, penuh kebohongan, dan hipokrisi. Menurut mereka, manipulasi dan ketidak jujuran adalah asam garamnya dunia politik. Apa yang dikatakan seorang politisi belum tentu sesuai dengan apa yang dirasakan atau dipikirkannya dalam hati. Seorang politisi bisa berpura-pura tersenyum ramah kepada orang yang dibencinya. Pada saat yang tidak lama kemudian berubah menjadi pendukungnya yang sangat setia. Bukankah dengan begitu politik memang sebuah dunia yang tidak pernah sepi sendiri. Diantara sekian persoalan yang mengiringi perjalanan sejarah pemikiran politik, dan di antara sejarah yang mengiringi perjalanan sebuah bangsa, persoalan-persoalan yang berdimensi politik pun muncul. Pada saat bersamaan muncul pula sejumlah figure yang mencoba membangun wacana untuk merespons persoalan politik yang dihadapi bangsanya. Diantara persoalan-persoalan itu, ada gugatan seperti tercermin dari pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya sudah menjadi klasik. Pertanyaan itu misalnya, benarkah merupakan hal yang utopis mengharapkan bahwa politik harus dipandu dengan moral ?. Atau sebaliknya, persentuhan yang intens antara politik dan moral justru menjadi sebuah keniscayaan, terutama dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat yang belum juga menunjukkan tanda-tanda kematangan dalam berpolitik. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu, memang telah memancing debat yang cukup melelahkan. Karena politik itu sudah terlanjur dipandang sebagai dunia yang penuh kepura-puraan, ketidakjujuran, kemunafikan, intimidasi, saling mencurigai, saling sikut, saling ganjal, tidak ada kebaikan, tidak ada norma, penuh kekerasan atau praktik-praktik kotor lainnya. Dalam politik misalnya, kita sudah sering mendengar ungkapan bahwa : “Tidak ada kawan sejati atau lawan sejati, yang ada hanyalah kepentingan abadi”. Ketika kepentingannya sama, maka mereka berkawan. Tetapi, ketika kepentingannya berbeda atau bertentangan, maka mereka menjadi lawan. Ketika telah berada pada posisi lawan, maka berlakulah adagium : “To kill or to be killed (membunuh atau dibunuh)”. Kenyataan inilah yang sering dalam realitas memang gamblang adanya menyebabkan politik dipandang sebagai wilayah yang tidak memiliki keterkaitan dengan persoalan moral atau etika. Karena itu tidak heran kalau sekiranya kejujuran, saling menghormati, saling percaya dan menghargai serta sikap amanah dalam berpolitik dianggap merupakan sesuatu yang aneh. Maka moralitas dalam berpolitik pun menjadi barang mewah. Dalam konteks inilah, politik berwawasan moral sepertinya bukanlah suatu kemestian. (cec/dbs)

KITA INI DIBODOHI TERUS, IMPOR ITU BOHONG


CEC : Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengaku prihatin dengan banyaknya potensi pemasukan negara yang hilang akibat kebijakan pemerintah yang tak jelas. Untuk itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama dengan KPK bergerak secara progresif memberantas korupsi. Saat memberikan materi di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI Perjuangan di Hotel Ecopark, Ancol, Jakarta, Sabtu (7/9/2013), Samad menyoroti kebijakan impor pangan yang ditempuh pemerintah. Dalam penelitian yang dilakukan KPK, banyak kebijakan impor yang tak perlu dilakukan karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang jauh dari sekadar cukup. "Kita ini dibodoh-bodohi terus, impor-impor itu bohong karena KPK sudah mempelajarinya," kata Samad. Selain mengenai impor pangan yang tak jelas, Samad juga menyoroti lemahnya regulasi untuk melindungi sumber daya energi Indonesia. Ia mengatakan, dari 45 blok minyak dan gas (migas) yang saat ini beroperasi di Indonesia, sekitar 70 persen di antaranya dikuasai oleh kepemilikan asing. Kondisi semakin parah karena banyak pengusaha tambang di Indonesia yang tak membayar pajak dan royalti kepada negara. Dalam perhitungan KPK, potensi pendapatan negara sebesar Rp 7.200 triliun hilang setiap tahun karena penyelewengan tersebut. Bila ditotal, kata Samad, pajak dan royalti yang dibayarkan dari blok migas, batubara, dan nikel di setiap tahunnya dapat mencapai Rp 20.000 triliun. Namun, pendapatan sebesar itu tergerus karena pemerintah tidak tegas dalam regulasi dan kebijakan. "Bila dibagi ke seluruh rakyat, maka pendapatan rakyat Indonesia per bulan bisa mencapai Rp 20 juta," ujarnya. Atas semua itu, dalam Rakernas PDI Perjuangan, ia mendorong agar pemerintah menasionalisasikan semua blok migas dan potensi sumber daya alam yang kini dikuasai oleh asing. Ia juga mendesak pemerintah memperketat izin pada pengusaha tambang dan harus patuh pada pembayaran royalti serta pajak menyusul adanya rencana membuka 144 sumur migas baru di Indonesia pada 2013. "Supaya tak ada lagi anak putus sekolah, supaya Indonesia kembali ke kejayaannya," kata Samad.

Sumber : KOMPAS.com