Rabu, 23 Oktober 2013

DPRD Kota Depok Terkesan Tutup Mata dan Telinga.


CECDepok.com : Menanggapi "statement" Ketua dan Sekretaris Komisi C di DPRD Kota Depok, Enthy Sukarti dan Ghopar, di 'Monitor Depok' yang mengatakan "Kontraktor Jangan Cuma Cari Untung", Direktur CV. Surya Mandiri, Gita Kurniawan, kepada CECDepok.com (23/10) berkomentar. Dikatakannya ; "Jangan hanya kontraktor yang disalahkan dan di sudutkan kalau ada masalah di lapangan. Pada saat pelaksanaan di lapangan, banyak sekali kendala yang harus di hadapi kontraktor. Terkadang, ada gambar rencana kerja yang kurang sesuai karena ada tuntutan warga setempat yang melebihi 'bestek'. Kemudian, ada juga tekanan dari organisasi kemasyarakatan (ormas) yang 'meminta jatah', itu tentu di luar Rencana Anggaran Biaya (RAB). Apakah para anggota dewan yang terhormat mengetahui akan hal itu atau tutup mata dan telinga ?", ujar Gita Kurniawan.
Selanjutnya, Caleg Partai Nasdem ini menambahkan; "Kalau ada kontraktor yang meninggalkan pekerjaan alias kabur tidak menyelesaikan proyeknya, ya itu ulah oknum kontraktor yang tidak bertanggung jawab. Pihak Dinas Teknis terkait sudah punya kebijakan yang jelas, di Black List saja biar ada efek jera. Selama 2(dua) tahun atau seumur hidup tidak boleh mengikuti pelelangan di Pemkot Depok. Black List jangan hanya perusahaannya, tapi orangnya juga harus di Black List. Karena, kalau yang di Black List hanya perusahaannya saja, orangnya bisa cari perusahaan yang lain. Saya berharap kedepan, Komisi C sering-seringlah 'hearing' dengan kontraktor agar dapat masukan yang akurat sehingga bisa mengeluarkan statement yang terukur", kata Ketua Koalisi Kerakyatan Pendukung Nur-Idris ini. (Cyrellus)

Ketua DPRD Kota Depok, Drs. Rintisyanto, Bantah Gelembungkan Anggaran Perluasan TPA Cipayung ke Wilayah Kelurahan Pasir Putih, Sawangan, Depok.

CECDepok.com : Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok secara tegas membantah jika lembaganya telah menggelembungkan anggaran pembebasan lahan untuk perluasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung ke wilayah Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan. DPRD menjelaskan, anggaran perluasan TPA sebesar Rp 25 milyar itu tidak hanya untuk pembebasan lahannya saja, namun digunakan juga untuk membangun perangkat pengolahan sampah. “Ingat, Rp 25 milyar itu bukan hanya untuk pembebasan lahan, akan tetapi ada konsep yang nantinya turut dibangun di sana,” ujar Rintis Yanto, kepada Jurnal Depok, kemarin. 
Rintis menambahkan, anggaran tersebut juga untuk mengintegrasikan dengan proses-proses yang lainnya. “Anggaran Rp 25 milyar itu merupakan anggaran perluasan TPA Cipayung, begitu bunyinya di mata anggaran, dengan luas enam hektare” paparnya. Adapun berapa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) nya, Rintis mengatakan jika hal tersebut akan dilakukan pengecekan di lapangan. “Namun yang pasti, pemerintah provinsi melalui gubernur Jawa Barat SKPL nya sudah ada untuk perluasan ke Pasir Putih,” jelasnya. Kendati demikian, lanjutnya, meskipun SKPL nya sudah ada dari gubernur untuk apa juga jika warga sudah menolaknya. “Jika warga sudah menolak, ya tentunya dewan pun akan memihak kepada warga,” terangnya. 
Sebelumnya, seorang warga Pasir Putih (Berton) menduga pemerintah baik eksekutif maupun legislatif telah mengelembungkan anggaran pembebasan lahan untuk perluasan TPA Cipayung ke wilayah Pasir Putih. “Patut diduga ada makelar tanah yang bermain dengan pejabat Pemkot Depok dalam pengadaan lahan untuk perluasan TPA di Pasir Putih. Ini sudah mulai nampak dari beberapa bulan lalu,” ungkap Berton. 
Pernyataan Berton diperkuat oleh Ketua RT 02/04, M Isa. Ia menjelaskan ada seseorang yang membeli lahan di lokasi perluasan TPA secara besar-besaran belum lama ini. “Beberapa waktu lalu tanah disana tidak laku bahkan dengan harga murah sekali pun (Rp 80 ribu,red) per meter. Namun kini ada yang berani dengan harga Rp 100 ribu hingga lebih,” jelasnya. Isa menambahkan, NJOP di lokasi tersebut dikatakannya hanya Rp 103 ribu per meternya. Jika pemerintah kota membebaskan lahan dengan harga maksimal Rp 200 ribu saja per meternya, yang dikali enam hektare maka baru Rp 12 milyar. Lalu timbul pertanyaan di kalangan masyarakat, dikemanakan sisa anggaran yang mencapai Rp 13 milyar tersebut?", kata M Isa bertanya. - Rahmat Tarmuji - (tardip/cec)

Sumber : Jurnal Depok

Selasa, 22 Oktober 2013

Muttaqin Syafii : "Jangan Buang Sampah ke Cipayung, Kelola Sendiri aja".


CECDepok.com : Maraknya demo penolakan warga terhadap rencana Pemerintah Kota Depok yang akan memperluas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung ke Pasir Putih, ditanggapi oleh berbagai kalangan masyarakat Kota Depok. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok, Muttaqin Syafii berkomentar ; "Jangan buang sampah ke Cipayung, kelola sendiri aja. Warga Grogol nggak buang sampah ke Cipayung, cukup ke UPS (Unit Pengolahan Sampah). Warga Grogol nggak ada sampahnya yang diangkut pake truk ke Cipayung", kata Muttaqin Syafii.
Sebelumnya, sekitar 500 massa menolak perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung ke Pasir Putih. Sebagai protes, mereka membuang sampah didepan kantor Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail, di Balai Kota Depok (26/09). 
Pembuangan sampah ini dilakukan, kata salah satu pengunjuk rasa, agar Nur Mahmudi merasakan hal yang sama dengan warga. Saat ini setiap hari warga terpaksa menghirup udara kotor akibat gas metan dari tumpukan sampah. "Kami membawa oleh-oleh untuk Wali Kota dan jajarannya. Ayo, teman-teman kita berikan sampah," kata koordinator aksi masyarakat, Ade Irza, dalam orasinya di depan Balai Kota Depok.
Pemerintah Kota Depok berencana akan memperluas lahan TPA Cipayung seluas 6 hektar hingga ke Kelurahan Pasir Putih, Sawangan. Perluasan dilakukan karena TPA Cipayung tidak bisa menampung sampah lagi pada 2014 mendatang. Selain membuang sampah di Balai Kota, massa juga menebarkan sampah di DPRD Kota Depok. Mereka diterima oleh beberapa orang anggota DPRD. Dalam pertemuan di DPRD, persetujuan penolakan itu dituangkan dalam sebuah surat yang ditandatangani sejumlah anggota Dewan, yakni; Naming Bothin dari Partai Golkar, Enthy Sukarti dari PAN, Otto Leander dari PDIP. 
"Isi draftnya menerima penolakan warga untuk tidak ada perluasan TPA di Kelurahan Pasir Putih, Sawangan," kata Naming.
Menurut Naming, dia berjanji tidak akan menggelontorkan dana yang digembar-gemborkan mencapai Rp 25 miliar untuk perluasan itu. "Sampai kapan pun tidak akan dianggarkan jika masyarakat menolak," kata Wakil Ketua DPRD Kota Depok ini.
Sementara, Ketua Komisi C di DPRD Kota Depok, Enthy Sukarti, mengatakan : "Adanya penolakan warga disebabkan tidak adanya sosialisasi pada masyarakat. Padahal, konsep perluasan itu dilengkapi dengan buffer zone sehingga TPA tidak menghasilkan udara yang bau. Hanya saja, kata dia, konsep itu tidak diketahui masyarakat. "Tidak transparan dalam sosialisasi sehingga ada penolakan seperti ini. Kalau pun direlokasi, maka harus ada kajian dan sosialisasi yang baik," kata Enthy. (Cyrellus/DBS)

Senin, 21 Oktober 2013

Penerima Kuasa Tanah Eigendom Verponding Mempertanyakan Sertifikat Hak Pakai RRI.


CECDepok.com :Terkait Pembebasan Lahan Jalan Tol Cijago Depok Tahap II, keberadaan tanah verponding yang berlokasi di wilayah 4 kelurahan yaitu Kelurahan Cisalak, Cisalak pasar, Harjamukti dan Curug, dipertanyakan. Masing-masing tanah diantaranya ada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cimanggis dan Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok. Kepemilikan tanah tersebut ada beberapa yang sudah di ambil alih oleh para penggarap yang mengakui secara syah menggarap lahan tersebut. 

Adalah Machmud Abidin yang diberi kuasa tanah Verponding oleh para Ahli Waris merasa belum pernah melepaskan tanah tersebut kepada pihak lain. Berdasarkan "Surat Kuasa" yang tertuang atas nama "Edy Purwanto" sebagai ahli waris tertua maupun selaku kuasa dari seluruh "Ahli Waris Keluarga Besar William De Grood", pemilik tanah Eigendom Verponding Induk No 5658 dan 448 tertanggal 9 Oktober 1887 memberikan kuasa kepada Machmud Abidin untuk mengurus, negosiasi, penjualan dan melakukan segala sesuatu yang dianggap perlu terhadap tanah-tanah Eigendom Verponding No. 448 dan 5658 di wilayah Depok dan Cibubur tersebut.

Kepada Berimbang.com, Machmud Abidin mengatakan : "Tanah garapan yang di kuasakan kepadanya adalah syah dengan luas tanah garap 2,188,603 M2 (218 Ha) adalah sesuai dengan Verponding No.448. Tanah seluas kurang lebih 218 Ha tersebut, diantaranya sudah di pakai oleh pembebasan Tol Cijago seluas kurang lebih 60 Ha sesuai pengakuan Lurah Cisalak, Curug, Harjamukti dan Cisalak pasar melalui keterangan Machmud Abidin serta sudah di Kapling-kapling oleh karyawan RRI dan diperjualbelikan kepada pihak lain. Penerbitan Sertifikat Hak Pakai yang di miliki atas nama Departemen Penerangan Republik Indonesia yang di pegang Machmud Abidin dikabarkan penuh kejanggalan dalam pembuatannya", ujar Machmud Abidin.
Selanjutnya, kata Machmud Abidin, Sertifikat Hak Pakai atas nama Departemen Penerangan Republik Indonesia Cq. Proyek Mass Media Radio Republik Indonesia (RRI) di Cimanggis dengan Nomor 00001 yang dipegangnya adalah rekayasa daripada Kepala Kantor Pertanahan Depok. ”Pembebasan lahan tanah jalan Tol Cijago yang berlokasi di Cisalak harus dipertanyakan keabsahaan sertifikatnya. Atas dasar apa sertifikat itu dikeluarkan, sehingga Tim Pengadaan Tanah (TPT) dan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dengan mudah membebaskan tanah tersebut. Namun, ada kejanggalan dalam isi sertifikat tersebut. Antara lain, tidak dibuatnya denah lokasi serta tanggal penerbitan tidak tercantum dalam sertifikat. Ada beberapa sertifikat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan Negara Kota Depok. Sertifikat tanah yang dimiliki oleh RRI tersebut "diduga" telah di rekayasa oleh Kantor Badan Pertanahan Negara Kota Depok", kata Machmud Abidin.
Sementara itu secara terpisah, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara pada Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Depok, Tulus Susilo saat di konfirmasi Berimbang.com di kantornya di Perkantoran Kota Kembang, mengatakan : "Sertifkat Tanah RRI adalah syah secara hukum. Bilamana ada pihak lain yang mengaku tanah tersebut, pergunakanlah upaya hukum”, ujar Tulus Susilo. (Juli Efendi) - cec

Sumber : BERIMBANG.COM

Minggu, 20 Oktober 2013

WACANA PENANGGULANGAN BANJIR DI DEPOK.

CECDepok.com : Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat. Sampai saat ini masalah air bersih masih banyak dijumpai baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Salah satu teknologi pengolahan air untuk daerah pedesaan yang sederhana, mudah dan murah yakni teknologi saringan pasir lambat. Teknologi saringan pasir lambat yang banyak diterapkan di Indonesia biasanya adalah saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow), sehingga jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara manual dengan cara mengeruk media pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula, sehingga memerlukan tenaga yang cucup banyak. Hal inilah yang sering menyebabkan saringan pasir lambat yang telah dibangun kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan. Untuk mengatasi problem sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat kekeruhan air baku yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir lambat yakni dengan menggunakan proses saringan pasir lambat "UP Flow (penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas). Dengan sistem penyaringan dengan aliran dari bawah ke atas maka waktu operasi menjadi lebih panjang, dan cara pencucian media penyaringnya lebih mudah. 

SUMUR IMBUHAN :
Kepala Bidang Sumber Daya Air (Kabid SDA) pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Pemerintah Kota Depok, Ir. Herry Gumelar, kepada CECDepok.com (18/10), mengatakan : "Revitalisasi Setu Guna Resapan Air dengan membuat 'Sumur Imbuhan' yang dilengkapi dengan Water Treatment Plant (WTP) sangat efektif sebagai alternatif penanggulangan banjir di Kota Depok. Selain 'sumur resapan' dan 'lubang biopori', ada lagi bentuk sumur yang tak hanya mencegah banjir, tetapi juga menjaga konservasi air tanah. Sumur ini bernama 'sumur imbuhan'. Seperti contohnya, DKI Jakarta membutuhkan sekitar 3000 sumur imbuhan akan tetapi karena biaya pembuatannya yang mahal, diperlukan peran aktif dari pemerintah dan kalangan pengusaha untuk membiayai pembuatan sumur tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi banjir dengan sumur imbuhan, yaitu mengebor tanah sampai kedalaman antara 80 meter s/d  140 meter. Sedangkan sumur resapan tidak akan bisa menangani banjir, pasalnya sumur resapan kedalamannya hanya empat meteran selain itu air yang masuk apabila penuh akan membalik ke atas. Kalau sumur resapan yang kedalaman empat meteran waktu hujan besar air akan berbalik keatas", ujar Herry Gumelar. (Cyrellus)