Rabu, 10 April 2013

NURMAHMUDI KEBAGIAN FEE RP. 1 MILIAR


CEC : depokklik > Menanggapi persoalan penangkapan Sekdis Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Disnaskersos) Depok Agus Gunanto, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail membenarkan hal tersebut. Terkait fee Rp 2 milyar yang diterima Agus dalam kasus penggelapan jual beli tanah ini, Nur mengaku tidak menerimanya. Nur Mahmudi mengelak jika dituding menjadi salah satu penerima fee dari hasil penjualan tanah PT Pertamina di Kecamatan Tapos tersebut. Dirinya mengaku, tidak sama sekali menggunakan uang yang dituduhkan itu dalam kampanye Pilkada Depok. Justru, menurutnya, kemenangannya itu murni dari hasil pemilihan masyarakat Depok sendiri. “Memang benar sudah ditahan, dengan kasus penjualan tanah PT Pertamina. Cuma kalau untuk dapat fee itu tidak benar. Biarkan saja nanti pengadilan yang membuktikan semua,” kilah Nurmahmudi.

Sebelumnya, Agus Gunanto, yang juga mantan Camat Cimanggis ini dituduh melakukan pengkondisian warga, khususnya para ahli waris pemilik lahan kavling Pertamina di Kampung Cempedek. Agus diduga memanfaatkan jabatannya untuk menandatangani penjualan kembali lahan tersebut ke PT Wijaya Karya, dengan membuat girik, SPPT dan PBB atas nama pemilik asal. Padahal, tanah tersebut sudah dijual warga ke PT Pertamina. Dari hasil penjualan tanah seluas 9 hektar milik PT Pertamina ini, Agus mengatakan kepada rekannya, Syamsul Marasabesi, dirinya menerima Rp 2 milyar sebagai fee. Agus hanya mengambil Rp 1 milyar, sementara Rp 1 milyar lagi disetorkan ke tim sukses pemenangan Nur Mamudi saat Pilkada Depok lalu. “Kasus itu terjadi sebelum Pilkada Depok berlangsung. Pengakuan Agus seperti itu sama saya,” tutur Syamsul yang juga Ketua Hubungan Antar Lembaga Pemuda Panca Marga Kota Depok. Sejak Selasa (2/4) lalu, Agus sudah mendekam ditahanan Polda Metro Jaya. Penangkapannya dilakukan pada tanggal 1 April 2013 sebelum Agus berangkat bekerja ke Balaikota Depok. Gatot Suherman - [cy]

AGUS GUNANTO : "SAYA TIDAK TAKUT SAMA POLISI"


CEC : Agus Gunanto dalam gambar (berdiri sebelah kiri menggunakan pakaian Safari) merupakan mantan Camat Cimanggis Depok, kini menjadi tahanan Polda Metro Jaya, terkait diduga kuat telah menerbitkan SPH (Surat Penerbitan Hak) selaku PPAT Camat. Padahal diketahui tanah tersebut atas kepemilikan tanah kavling milik PT. Pertamina.

Tanah yang seluas 9 ha tanah tersebut dijual kepada PT. WIKA (PT. Wijaya Karya) dengan merekayasa semua surat2 kepemilikan dengan memanfaatkan oknum-oknum mantan lurah Leuwinanggung dan beberapa warga masyarakat setempat. 

Tanpa konfirmasi kepada pihak PT. Pertamina, Agus Gunanto tetap bersikeras menjual tanah tersebut senilai Rp. 7 miliar. Sementara pihak pembeli tanah PT. WIKA merasa dirugikan akibat penerbitan SPH yang Illegal. 

Tahun 2010 lalu saat kasus ini muncul pernah mengkonfirmasi kepada Agus Gunanto di Kantor Kecamatan Cimanggis, ketika ditanya, Bagaimana terkait soal penjualan tanah milik PT. Pertamina....? Apakah anda menjualnya...? 
"Itu bukan tanah PT. Pertamina, itu adalah tanah garapan yang terlantar selama ini", ujar Agus Gunanto kepada PRO Demokrasi dan Anti Korupsi Indonesia.

Lantas apakah yang ada didalam surat penjualan ini adalah tanda tangan Bapak....??? 
Oh, Iya memangnya kenapa...? Itu memang benar tanda tangan saya. Tapi, kalau anda merasa tidak senang, silahkan anda lapor Polisi memangnya saya takut. "Biar anda tahu ya...saya tidak takut siapapun, sekalipun saya berurusan sama pihak kepolisian terkait tanah ini ", kata Agus Gunanto dengan arogan sambil menantang. [mandala/cy]

MANTAN CAMAT CIMANGGIS "AGUS GUNANTO" MENDEKAM DI POLDA METRO JAYA

CEC : Tardip Gabe > LBH LPM Ngabantos Mutu Nagari Tuding :
Camat Cimanggis Agus Gunanto SH, Diduga Menjadi Calo Tanah Kelurahan Lewinanggung, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. Camat Cimanggis Agus Gunanto SH yang seharusnya bertindak sebagai panutan dimata masyarakat selaku pemimpin wilayahkecamatan ketika itu, namun justru tindakannya diduga tercela karena aksinya diduga bertindak sebagai calo tanah warga di Kelurahan Leweinanggung Kecamatan Tapos Kota Depok. Kecamatan Tapos yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Cimanggis, yang wilayah kerjanya sudah berbeda wilayah Kecamatannya. Hal itu sesuai dengan Laporan Tertulis Ketua RW 05 Keluraan Lewinanggung kecamatan Tapos Kota Depok, tanggal 01 Agustus 2010 yang lalu kepada wartawan. Adapun isi Laporan Tertulis Ketua RW 05 Kelurahan Lewinanggung tersebut, bahwa Camat Cimanggis diduga bertindak menjadi Calo Tanah, yakni dengan pengkondisian warga masyarakat, khususnya para ahli waris pemilik asal tanah Kaling Pertamnina yang terletak di Kampung Campedak. Keadaan tersebut d diduga dimanfaatkan oleh Camat Cimanggis dengan timnya untuk menandatangani penjualan kembali tanah warga tersebut kepada PT. WIKA, dengan membuat Surat Tanah secara melawan hukum, yaitu berupa Girik dan SPPT, PBB diatas nama pemilik asal, padahal tanah itu sebelunya sudah dijual warga kepada piha Pegawai Pertamnina. Hal tersebut disampaikan oeh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan HAM, Kelompok Pemberdayaan Masyarakat “Ngabatos Mutu Nagari. Selanjutnya Ketua LPM melalui RW 05 Kelurahan Lewinanggung telah menyampaikan pengaduan terhadap Walikota Depok Nurmahmudi Ismail selaku pimpinan Camat Cimanggis. Dalam Suratnya tanggal 04 Agustus 2010 Nomor 01/VIII-LPM, yakni perihal Laporan Spekulasi Tanah Oleh Oknum Camat Cimanggis, LP tersebut diterima oleh Staf Kecamatan Cimanggis pada tanggal 6 September 2010. Akan tetapi tindakan daripada Ketua LPM Lewinanggung tersebut tidak berkenan, maka Camat Cimanggis langsung memanggil Ketua LPM Lewinanggung itu melalui Ukar Kosasih yang merupakan tangan kanan Camat Cimanggis untuk dikomforntir. Dengan maksud agar Ketua LPM Lewinanggung segera mencabut surat yang dilayangkan kepada Walikota Depok tersebut. Akhirnya secara terpaksa dibawah tekanan Ketua LPM Lewinanggung mencabut surat yang dibuatnya itu, yakni dengan membuta surat pencabutan dengan konsep yang telah dipersiapkan oleh Camat Cimanggis, yakni tanggal 7 September 2010, Nomor 01/VIII-LPM/2010 perihal pencabutan surat. Setelah adanya pencabutan surat Ketua LPM Lewinaggung tersebut, kemudian tanggal 8 September 2010, adanya rapat diruang kerja Camat Cimanggis dengan tim pembebasan tanah, dimana masing-masing pihak sudah membuka rekening di Bank Mandiri Gandaria Jakarta Timur, denga maksud untu mencairkan dana yang telah diatur oleh Camat Cimanggis. Sementara itu, berdasarkan keterangan yang dimuat dalam surat LBH dan HAM LPM Ngabatos Mutu Nagari, bahwa H.Munir SS yang dipercaya oleh Camat Cimanggis untuk menyalurkan uang kepada wahli waris pemilik asal tanah telah menerima uang sebesar Rp.400 juta dari hasil penjualan tanah tersebut yang luasnya 117.769 M2. Sedangkan hasil penjualan tanah tersebut berjumlah sekitar kurang lebih Rp.4 Miliar. Dimana Camat Cimanggis punya bagian Rp.2 Miliar, Ibu Amir dan H. Haris punya bagian sekitar Rp.1 Miliar. Sedangkan Rp.1 Miliar adalah katanya diperuntukkan untuk Jatah yang ngaku-ngaku oknum pejabat Kodam Jaya. Sedangkan untuk jatah Walikota Depok katanya ada pada Camat Cimanggis dipegang oleh Camat Cimanggis sendiri, katanya untuk dana Pilkada Kota Depok Tahun 2010 yang lalu. Ketika dikonfrimasi saat masih aktif Camat Cimanggis Agus Gunanto, selalu tidak ada ditempat kerjanya, ucap stafnya. Namun setelah Agus Guanto tidak menjabat Camat Ciamnggis lagi, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Disnakersos Kota Depok, dengan keras dirinya membantah semua berita tersebut. Bahkan Kata Agus Gunanto dengan nada mengancam akan melaporkan wartawan ke pihak Polres Depok, bila terus-menerus memberitakan dirinya. [tardip/cy]

Selasa, 09 April 2013

KEJANGGALAN NURMAHMUDI SEBAGAI WALIKOTA DEPOK


CEC : Berbagai kejanggalan terjadi saat surat usulan DPRD Kota Depok tentang pengesahan Nurmahmudi dan Idris Abdusshomad sebagai Walikota dan Wakil Walikota Depok, hanya dilakukan oleh Prihandoko seorang diri. Publik dan warga masyarakat Kota Depok telah mengetahui bahwa Nurmahmudi dan Idris Abdusshomad hanya merupakan Walikota dan Wakil Walikota Depok yang cacat hukum, sehingga mereka tidak memiliki aspek legalitas hukum dan legitimasi hukum sebagai Walikota dan Wakil Walikota Depok. Bahwa syarat utama dari sah nya surat usulan DPRD Kota Depok tersebut harus ditandatangani oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan memiliki legitimasi dengan bukti stempel lembaga yang bersangkutan. 

“Sebuah surat mesti usulan pengesahan seperti itu, haruslah ditandatangani oleh Ketua dan para pimpinan lainnya. Karena di DPRD memiliki beberapa unsur pimpinan, selain itu harus ada stempel yang menandakan legitimasi dari badan perwakilan rakyat setempat,” ujar Bambang Bastari Biki, Ketua Komando Pejuang Merah Putih (KPMP) Kota Depok kepada Jurnal Depok, Kamis, (4/4).

PIMPINAN DPRD DEPOK HARUS DITUNTUT


CEC : Tardip Gabe, Jurnal Depok > Anggota Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPRD Kota Depok, Abdul Ghofar Hasan menegaskan, permasalahan Wakil Ketua DPRD Depok, Prihandoko yang berinisiatif mengirimkan surat pengesahan dan pelantikan Walikota-Wakil Walikota Depok 2011-2016 seorang diri adalah bentuk penyelamatan demokrasi di Kota Depok. “Yang menjadi pertanyaan kenapa unsur pimpinan di DPRD sampai tidak mau menandatangani surat pelantikan dan pengesahan walikota-wakil walikota padahal waktu sudah mepet,” ujar Ghofar kepada Jurnal Depok, kemarin.
Selain itu, dirinya juga mempertanyakan sikap unsur pimpinan DPRD yang hanya berdiam diri, tanpa ada tindakan untuk menyelesaikan ataupun membahas melalui rapat terkait pelantikan dan pengesahan walikota. “Seluruh pimpinan DPRD seharusnya ikut berbicara, kenapa mereka waktu itu kok lari dari tanggungjawab sebagai pimpinan, padahal waktu itu seluruh pimpinan ada di tempat dan tidak berhalangan tetap,” tegasnya.
Politisi PKS itu menambahkan, seharusnya pimpinan DPRD berterimakasih terhadap Prihandoko yang telah menyelamatkan proses demokrasi di kota sejuta belimbing itu. “Sewajarnya semua seharusnya berterima kasih kepada Pak Prihandoko, yang sesungguhnya beliau telah menyelamatkan proses demokrasi, sehingga dengan apa yang telah dilakukannya proses demokrasi bisa berjalan dengan baik,” ujar Anggota Dewan Syora DPW PKS Jawa Barat itu.
Lantas, sambungnya, apa yang akan terjadi bila Prihandoko tidak melakukan hal demikian? Tentunya akan ada kekosongan kepemimpinan di kota Depok, padahal kepemimpinan yang saat itu secara hukum sah dan dimenangkan oleh pasangan Nur Mahmudi Isma’il dan Idris Abdul Shomad
Disisi lain, lanjutnya, perwakilan yang telah melaporkan Prihandoko ke Bareskrim Mabes Polri, seharusnya juga menuntut para pimpinan DPRD. “Kenapa mereka saat itu kok diem saja, apakah mereka tidak faham dengan tahapan demokrasi di Depok yang sedang berjalan,” pungkasnya. Apik Yudha - [tardip/cy]

NURMAHMUDI WALIKOTA CACAT HUKUM


CEC : Tardip Gabe, Jurnal Depok > Tak sedikit pihak yang melihat berbagai kejanggalan terjadi saat surat usulan DPRD Kota Depok tentang pengesahan Nurmahmudi dan Idris Abdusshomad sebagai Walikota dan Wakil Walikota Depok, hanya dilakukan oleh Prihandoko seorang diri. Publik dan warga masyarakat Kota Depok mengetahui bahwa Nurmahmudi dan Idris Abdusshomad hanya merupakan Walikota dan Wakil Walikota Depok yang cacat hukum, sehingga mereka tidak memiliki aspek legalitas dan legitimasi hukum sebagai Walikota dan Wakil Walikota Depok. Syarat utama dari sahnya surat usulan DPRD Kota Depok tersebut harus ditandatangani oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan memiliki legitimasi dengan bukti stempel lembaga yang bersangkutan.
“Sebuah surat mesti usulan pengesahan seperti itu, haruslah ditandatangani oleh Ketua dan para pimpinan lainnya. Karena di DPRD memiliki beberapa unsur pimpinan, selain itu harus ada stempel yang menandakan legitimasi dari badan perwakilan rakyat setempat,” ujar Bambang Bastari Biki, Ketua Komando Pejuang Merah Putih (KPMP) Kota Depok kepada Jurnal Depok, Kamis, (4/4).
Pihaknya melhat hal ini merupakan unsur kesengajaan yang mestinya diketahui publik. Karena kebenaran itu merupakan dasar dari penegakkan keadilan. “Pastinya, kebenaran itu mesti diungkapkan ke publik. Karena pada hakekatnya mereka wakil rakyat, yang diwakilkan mesti mengetahuinya. Siapa yang diwakilkan yaitu rakyat,” tegasnya.
Menurutnya, jangan pernah sekali-sekali untuk membodohi rakyat dengan memelintir situasi dengan kronologis yang menguntungkan diri sendiri dan golongannya. Masyarakat Kota Depok saat ini sudah cerdas bisa melihat kebenaran yang sejati, namun karena sebagian besar masyarakat disibukkan dalam mencari nafkah atau lainnya maka kurang memedulikan hal itu. “Tapi jangan lupa kalau masih ada masyarakat lain yang peduli dengan penegakkan keadilan di Kota Depok. Kami siap berada paling depan untuk mengawal perjalanan penegakkan keadilan di Kota Depok,” tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Haryo Purwolaksono, staf ahli dari Partai Golkar di DPR-RI. Dirinya menyatakan bahwa tak perlu khawatir akan kerugian yang diderita karena peristiwa tersebut, karena sebuah penegakkan hukum diatas segalanya. “Banyak orang berpendapat, hal itu tak perlu diperdebatkan karena masa jabatan Walikota Depok sudah berjalan setengah masa jabatanya. Namun keadilan tak bisa seperti itu, karena kebenaran harus diungkapkan dan keadilan merupakan sendi dasar kehidupan bernegara,”, tegasnya. Utoyo H - [tardip/cy]