Minggu, 16 Mei 2010

RS. MITRA KELUARGA DEPOK DIDUGA MELAKUKAN MAL PRAKTEK

Menurut Anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi PDI Perjuangan, Otto Simon Leander, kepada CEC Depok (26/04), dia menga takan; "Peristiwa yang dialami istrinya (Ny. Olga Leander) ketika berobat di RS. Mitra Keluarga Depok sejak tanggal 04 Maret s/d 17 Maret 2010, bukannya sembuh malahan menderita kelumpuhan sehingga tidak bisa berjalan, akibat kekurangan darah. Hal itu terungkap setelah saya bawa berobat kembali ke RSIA. Hermina Depok. Tranfusi darah sebanyak 600 cc segera dilaku kan, dan menurut dokter RS. Hermina masih perlu ditambah lagi. Bercermin kejadian yang dialami istri saya, tidak menutup kemungkinan bahwa RS. Mitra Keluarga Depok melakukan "mal praktek". Saya menghimbau, agar kepolisian memanggil dan memeriksa pengurus dan manajemen RS. Mitra Keluarga Depok, ujar Otto. Selanjutnya, Otto menambahkan, pernah terjadi di Tangerang Jakarta peristiwa yang seperti dialami oleh istri saya, berikut kutipan beritanya.

Dugaan Mal Praktek, Polisi Panggil Perawat RS Siloam
Selasa, 01 Juni 2004 | 15:46 WIB
TEMPO Interaktif, Tangerang: Kepolisian Resor Metro Tangerang memanggil tiga perawat Rumah Sakit (RS) Siloam Gleaneagles untuk diperiksa pada Rabu (2/6). Pemeriksaan terkait dengan dugaan mal praktek yang dilakukan rumah sakit swasta itu terhadap korban Ade Irma Effendi, 37 tahun.

"Ketiga perawat adalah tim medis RS Siloam yang menangani perawatan Ade Irma," kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Metro Tangerang, Ajun Komisaris Polisi Asep Adisaputra di Tangerang, Selasa (1/6). Ade Irma adalah pasien langganan RS Siloam yang merasa dirugikan karena mengalami keguguran setelah ditangani dan diberi obat oleh pihak rumah sakit. Lantaran diduga pihak rumah sakit sudah melakukan mal praktek, Ade Irma melaporkannya ke Polres Metro Tangerang, Kamis (27/5).

Menurut Asep, ketiga perawat akan dimintai keterangan seputar proses terjadinya keguguran. Dalam laporannya, Ade Irma tidak memasukkan RS Siloam ke dalam penuntutan, melainkan menuntut kelalaian seorang dokter yang menanganinya.

Ade Irma yang didamping kuasa hukumnya, Yasrin Febrian Marly, SH mengatakan, kasus berawal ketika ibu beranak satu itu memeriksa kandungannya ke dokter Anthonius Heri yang membuka praktek di salah satu apotik di kawasan Bumi Serpong Damai. Saat memeriksa kehamilan keduanya yang berusia 15 minggu, Ade Ade mengeluhkan adanya flek merah pada celana dalam kepada dokter tetap keluarganya itu.

Melihat kondisi Ade yang lemah, Anthonius menyarankannya untuk diperiksa lebih lanjut ke RS Siloam. Saat dilakukan pemeriksaan dengan ultra sonografi di RS Siloam pada 16 April 2004 malam, pihak dokter yang juga terdapat dokter Anthonius itu menyatakan, kandungan korban dalam kondisi baik dan sehat. Tapi, untuk menguatkan kandungan, dokter menawarkan Ade untuk beristirahat di rumah sakit atau di rumah. "Karena tidak ingin terjadi apa-apa, saya memilih dirawat di rumah sakit saja," kata Ade.

Setelah Ade dimasukkan ke ruangan bersalin, salah satu perawat langsung memberi infus. Walau tidak didampingi seorang dokterpun, si perawat mengatakan, infus diberikan berdasarkan saran dokter Anthonius. Sekitar 15 menit kemudian, obat bereaksi dan kandungan Ade mengalami kontraksi. Alhasil, janin bayi dalam kandungan Ade, keluar yang mengakibatkan kelahiran premature (abortus terancam) dan meninggal dunia.

Bantahan mal praktek jua sudah diberikan pihak rumah sakit. "Tidak benar, pihak rumah sakit melakukan mal praktek. Abortus Imenen (aborsi dalam proses) terhadap pasien, dikarenakan kondisi dan situasi pasien yang saat itu memang membutuhkan perawatan intensif. Tidak benar, pasien mengalami keguguran setelah meminum obat yang diberikan dokter. Karena pemberian obat selalu diberikan sesuai dengan petunjuk dokter dan diagnosa juga dilihat dari kondisi pasien," kata Manajer Operasional RS Siloam, Andre.

Joniansyah - Tempo News Room

Tidak ada komentar: