Senin, 16 April 2012

UNTUK MELAWAN DAN MEMBERANTAS KORUPSI, POLRI BUTUH LEADER YANG BERANI BUKAN MANAGER.

CEC DEPOK : VIVAnews - Selaras dengan Reformasi Birokrasi Kepolisian RI, Polri berkeinginan kuat untuk mengubah mind set dan culture set para personel Polri. Hal itu ditegaskan Wakil Kepala Polri, Komisaris Jenderal Nanan Sukarna dalam Seminar Nasional: "Efektivitas Penggunaan UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Upaya Pemiskinan Koruptor" di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Jakarta, Senin 16 April 2012. Menurut Nanan, salah satu yang dilakukan internal institusi Polri dalam mencegah dan menindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adalah mengubah mind set dan culture setiap personel Polri terlebih dulu. "Tapi semua itu dibutuhkan komitmen moral," kata Nanan. Selain itu, lanjut Nanan, Polri juga telah menertibkan Peraturan Kepala Polri Negara RI Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Salah satu pasal di dalamnya, yakni Pasal 7 Ayat 3 yang berbunyi "setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai bawahan wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan". Dijelaskan Nanan, pemberantasan korupsi berawal dari seorang pemimpin yang bersih. "Kalau pemimpinnya bersih, pasti bawahan akan mengikutinya," kata Nanan. Nanan menambahkan, dalam Pasal 7 Ayat 2, juga dijelaskan bahwa setiap anggota Polri yang berkedudukan sebagai atasan wajib menunjukkan kepemimpinan yang melayani (servant leadership), keteladanan, menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah (solutif) serta menjamin kualitas kinerja bawahan dan kesatuan (quality assurance). "Yang dibutuhkan adalah seorang leader, bukan seorang manajer. Seorang leader harus berani," ucap Nanan.

Dua Tahun 412 LHA Diterima Polri

Terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU), Nanan menerangkan, terdapat dua cara untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Pertama, TPPU dilaporkan oleh PPATK kepada Polri dalam bentuk Laporan Hasil Analisis (LHA). Kedua, masyarakat yang mengetahui adanya kasus TPPU dapat melaporkan secara langsung ke Polri. Dalam upaya pemberantasan TPPU selama periode 2009 sampai 2011, Polri telah menerima 412 LHA PPATK. Dari total LHA itu, 289 LHA masih dalam proses penyelidikan, 13 dalam proses penyidikan, 30 LHA sudah diserahkan ke jaksa penuntut umum (JPU), 76 LHA dihentikan penyelidikannya karena tidak ditemukan peristiwa TPPU, dan 4 dilimpahkan ke instansi lain. Nanan menilai, meningkatnya pengungkapan TPPU ini tidak terlepas dari berkembangnya kejahatan pokok. Karenanya, Polri bersama antarlembaga penegak hukum telah bekerja sama dalam penelusuran dan penyitaan aset hasil kejahatan di dalam negeri maupun di luar negeri melalui mekanisme mutual legal assistance (MLA).

Tidak ada komentar: