Selasa, 13 Agustus 2013

PRESIDEN SBY AKAN MENYAKSIKAN PENGAMBILAN SUMPAH PATRIALIS AKBAR JADI HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI


CEC : Presiden SBY akan menyaksikan pengambilan sumpah Patrialias Akbar sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Pengambilan sumpah ini digelar di Istana Negara, Jakarta. Informasi dari Biro Pers Istana, Selasa (13/8/2013), pengambilan sumpah akan digelar pukul 10.30 WIB. Pengambilan sumpah ini akan dihadiri oleh sejumlah menteri KIB II dan kepala negara. SBY menunjuk Patrialis sebagai Hakim MK menggantikan Achmad Sodiki yang segera pensiun pada Agustus 2013 ini. Keppres (Keputusan Presiden) pemberhentian Ahmad Sodiki dan pengangkatan Patrialis Akbar sudah diterima Ketua MK Akil Mochtar pada 29 Juli 2013. Sebelum menjadi Menkum HAM, Patrialis merupakan seorang anggota DPR dari Fraksi PAN. Dirinya bertugas sebagai wakil rakyat dari tahun 2004-2009. Patrialis menjabat sebagai Menkum HAM pada periode 2009. Patrialis berhenti dari kursi menteri saat Presiden SBY mengadakan perombakan besar-besaran pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II pada 2011. Penunjukan Patrialis ini menimbulkan polemik. 
Sementara itu, tim advokasi dari Koalisi Penyelamatan MK mengajukan penunjukan Patrialis ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Kami mengajukan pembatalan terhadap Keppres No 87/P Tahun 2013 tentang Penunjukan Hakim Konstitusi. Kita melihat ada proses yang salah karena tidak sesuai dengan yang diamanatkan UU MK dalam mengangkat atau menyeleksi calon hakim konstitusi. Artinya tentang transparansi dan partisipatif," kata salah satu anggota tim bernama Bahrain di Gedung PTUN, Jalan Sentra Primer Timur Baru, Jakarta Timur, Senin (12/8/2013). Menurut Bahrain, keppres tersebut melanggar pasal 15, 18, 19, 20, dan 25 UU MK, UU No 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Bebas dari KKN, UU No 39/1999 tentang HAM, dan UU No 5/1986 Juncto No 51/2009 tentang PTUN. Sehingga upaya pengajuan pembatalan Keppres ini dilakukan. "Karena proses seleksi yang transparan dan partisipatif itu tidak dilalui, maka kita anggap Keppres itu harus kita uji. Selain PTUN, kita juga lakukan langkah lain," ujar Bahrain.
Bahrain menilai Keppres tersebut mengisyaratkan adanya upaya pemerintah 'bermain' di ranah konstitusi. Padahal warga negara memiliki hak yang dilindungi konstitusi untuk mengetahui proses seleksi seorang pejabat publik seperti hakim konstitusi. "Penundaan pelantikan harus, tinggal PTUN memandang ini relevan atau nggak. Untuk menjaga nama baik negara dan melindungi warga negara," ujar Bahrain. (cec)

Sumber : detikNews

Tidak ada komentar: