Senin, 02 September 2013

SIKAP REAKTIF "GAMAWAN FAUZI" PATUT DICURIGAI


CEC : Langkah Menteri Dalam Negeri (mendagri) Gamawan Fauzi yang buru-buru melapor ke polisi karena merasa difitnah amat klise. Ia semestinya bersikap terbuka menghadapi tudingan M. Nazaruddin mengenai dugaan korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik alias e-KTP. Kejelasan soal penggunaan duit Rp 5,8 triliun dalam proyek ini jauh lebih penting dibanding urusan pencemaran nama baik. Sikap Menteri Dalam Negeri itu justru akan dibaca sebagai trik mengalihkan isu. Sudah lama orang mencurigai adanya patgulipat dalam proyek raksasa tersebut. Tahun lalu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga telah memastikan ada persekongkolan antara Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pemenang tender dan panitia lelang. Indikasinya, spesifikasi dan syarat tender pas betul dengan penawaran konsorsium PNRI. Dalam sidang KPPU terungkap pula bahwa peserta tender pernah bertemu dengan panitia lelang di luar jam kerja. Ketika itu KPPU meminta Menteri Dalam Negeri memberi sanksi administratif kepada panitia. Pengakuan Nazaruddin, yang telah dimintai kesaksian oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai kasus ini, semakin menguatkan temuan KPPU. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut bahkan menuding Menteri Gamawan mendapat upeti dari pemenang tender proyek e-KTP. Gamawan Fauzi berhak merasa dicemarkan nama baiknya dan melaporkan Nazaruddin ke polisi. Tapi Gamawan Fauzi semestinya menyadari pula, sebagai Menteri Dalam Negeri, ia harus mempertanggungjawabkan anggaran proyek itu kepada publik. Sikap reaktif hanya akan menimbulkan kesan bahwa dia berupaya menghambat pengungkapan kasus ini.

MENGADUKAN PELAPOR KE POLISI BUKAN TRIK BARU : 
Kita tentu masih ingat kasus pajak PT Asian Agri. Sebelum skandal ini disidik, Vincentius Amin Susanto, yang membongkarnya, diciduk lebih dulu oleh polisi. Akibatnya, penanganan kasus pajak Asian Agri sempat tersendat. Edhie Baskoro-putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-juga pernah melaporkan Yulianis ke polisi pada Maret lalu. Karyawan Grup Permai ini dianggap mencemarkan nama baik Edhie karena mengungkap adanya aliran duit dari perusahaannya ke Edhie. Langkah serupa dilakukan Anas Urbaningrum ketika dituding oleh Nazaruddin terlibat dalam kasus Hambalang. Belakangan terbukti, pengakuan Nazaruddin benar adanya. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi semestinya paham bahwa saksi kasus korupsi diproteksi oleh Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Siapa pun tidak bisa memidanakan atau menuntut secara perdata saksi pelapor kasus korupsi atas kesaksiannya. Kalaupun ia terlibat dalam perkara yang sama, hukumannya akan diringankan karena bersedia menjadi justice collaborator. Dengan dasar itu, kepolisian diharapkan tak memproses aduan Gamawan Fauzi. Yang lebih mendesak justru pengungkapan dugaan korupsi e-KTP. KPK tak perlu ragu memeriksa siapa pun yang terlibat dalam patgulipat proyek besar ini. (*)

Sumber : TEMPO.CO

Tidak ada komentar: