CEC DEPOK > VIVAnews - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Mayor Jenderal (Purn) Tubagus Hasanuddin mengatakan ada 13 titik rawan konflik pertanahan di Indonesia. Permasalahan bisa dipicu masalah penguasaan lahan, masalah batas, dan tumpang tindihnya izin yang dikeluarkan negara.
"Negara itu bisa dari bupati, walikota, gubernur, atau kementerian. Lalu ada masalah surat menyurat, pendudukan lahan, masalah tanah ulayat dan lain sebagainya," kata TB Hasanuddin.Menurut TB Hasanuddin, permasalahan di ke-13 titik itu tidak bisa diselesaikan secara parsial. Penyelesaikan itu harus menyeluruh oleh berbagai elemen diperlukan untuk menghindari munculnya permasalahan baru. "Harus ada moratorium tidak melakukan penggusuran. Status quo dulu baru nanti dilakukan penyelesaian," kata dia.
Saat ini, lanjutnya, yang bisa dilakukan oleh DPR adalah memanggil pemerintah kemudian mempertanyakan kebijakannya. Sementara, peran polisi dimoratorium dan tidak dilibatkan dalam masalah ini hingga memiliki dasar hukum yang jelas. "Namanya moratorium semua keluar. Jangan ada saling menduduki, status quo," kata dia.
Berikut ke-13 titik itu adalah:1. Masalah lahan sawit di Belitang Hilir kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
2. Lahan tanah yang rampas oleh pemerintah untuk pembangunan wilayah wisata di Giri Trawangan Selatan, NTB.
3. Sengketa tanah antara TNI AU dengan rakyat di Garut Selatan dan Rumpin.
4. Sengketa tanah antara rakyat dengan TNI AD di Kebumen.5. Sengketa tanah antara rakyat dengan PT Permata Hijau Pasaman di Jorong Maligi, Sasak, Sumatera Barat.
6. Sengketa lahan sawit PT JMB dengan rakyat di Tenggarong
7. Lahan sawit di Muara Tae Kutai Barat.
8. Lahan sawit di Wanasalam Malimping Lebak
9. Lahan PT Bintang 8 Mineral di Tiaka Morowali
10. Sengketa di Donggi Sinoro kabupaten Luwu.
11. Sengketa lahan sawit PT Sonokkeling di kabupaten Buol.
12. Sengketa lahan Sitra Palu Mineral di Toli-toli.
13. PT CPM di Palu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar