One Day No Rice (ODNR) adalah program yang dicanangkan oleh Nurmahmudi selaku pengelola Depok pada Februari 2012, dengan diterbitkannya SK Walikota Depok No 010/27-um tertanggal 10 Februari 2012. Program ini "mengharuskan" masyarakat Depok untuk tidak mengkonsumsi beras pada setiap hari Selasa dan beralih ke makanan pokok lain seperti umbi-umbian. Dengan program ini pula seluruh penjual makanan di kantin di Balai Kota Depok "diinstruksikan" tidak menjual nasi yang terbuat dari beras setiap hari Selasa, namun menyediakan makanan pengganti seperti kentang, singkong, dan umbi-umbian lainnya.
CEC : Usulan Peraturan Daerah (Perda) One Day No Rice (ODNR) dari Pengelola Depok Nurmahmudi, akhirnya ditolak mentah-mentah oleh Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok. Ini berarti rencana Pemkot Depok untuk membuat Program ODNR dalam Perda gagal total alias GATOT.. "Usulan Perda One Day No Rice dari Pengelola Depok Nurmahmudi tidak disetujui dan ditolak dalam rapat Banleg DPRD Depok pada Maret 2014 lalu," kata anggota Banleg DPRD Kota Depok Edmond Djohan saat dihubungi, Selasa (3/6/2014).
One Day No Rice (ODNR) adalah program yang dicanangkan oleh Nurmahmudi selaku pengelola Depok pada Februari 2012, dengan diterbitkannya SK Walikota Depok No 010/27-um tertanggal 10 Februari 2012. Program ini "mengharuskan" masyarakat Depok untuk tidak mengkonsumsi beras pada setiap hari Selasa dan beralih ke makanan pokok lain seperti umbi-umbian. Dengan program ini pula seluruh penjual makanan di kantin di Balai Kota Depok "diinstruksikan" tidak menjual nasi yang terbuat dari beras setiap hari Selasa, namun menyediakan makanan pengganti seperti kentang, singkong, dan umbi-umbian lainnya.
Edmond Djohan menjelaskan alasan Banleg DPRD Depok menolak usulan Perda ODNR tersebut karena dianggap tidak memenuhi syarat sesuai 3 item yang ada di UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Tiga item yang dimaksud kata Edmond adalah menurut pertimbangan sosiologis, filsofis dan yuridis.
"Atas dasar pertimbangan ke 3 item itu, Perda ODNR yang diusulkan terpaksa kami tolak dan tidak bisa disahkan", kata Edmond Djohan memaparkan.
Tak Ada UU atau PP yang Mengatur Sebagai Payung Hukumnya :
Selanjutnya, kata Edmond Djohan menambahkan : "Jika ditilik dari sisi sosiologis, usulan perda ODNR dinilai tidak terlalu penting bagi masyarakat karena ditemukan banyak penolakan dari warga.
"Karena masyarakat Depok sangat heterogen, jadi perda itu kami anggap tidak tepat untuk mengatur masyarakat," paparnya.
Kemudian, masih kata Edmond, ditilik dari sisi filsofis, Perda tersebut belum dibutuhkan secara signifikan bagi masyarakat Depok. Sedangkan jika dilihat dari sisi yuridis, menurutnya, tidak ada dasar peraturan perundangan diatas perda yang bisa dipakai untuk menetapkan perda ODNR tersebut. "Jadi tidak ada Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah (PP) atau aturan lain diatas Perda sebagai payung hukumnya dalam penerbitan Perda ODNR itu," katanya.
Edmond Djohan menjelaskan alasan ditolak atau tidak disahkannya perda ODNR ini sudah diparipurnakan dan telah disampaikan ke pengelola Kota Depok Nurmahmudi selaku pengusul perda.
"Kami pastikan ia (nurmahmudi-red) sudah mengetahui soal penolakan usulan perda ini atau batal diterbitkan perda ODNR ini," katanya.(*)
Sumber : TRIBUNNEWS.COM