CEC DEPOK : VIVAnews - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Demokrat, Ramadhan Pohan, menyatakan partainya maklum jika partai-partai lain tidak suka dengan kebijakan dan langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Bagi Demokrat, Dahlan sudah bekerja dengan baik selama ini. Ujung ketidaksukaan politisi tersebut, adalah rencana pengajuan hak interpelasi kepada pemerintah terkait penerbitan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor 236 Tahun 2011. "Dahlan itu middle class darling. Publik dan kelas menengah suka gaya, karakter, dan pola Dahlan. Sebab ia lugas, apa adanya, nggak bertele-tele, anti birokrasi panjang, result oriented, anti mewah, sedikit bicara banyak kerja, dan lain-lain," ujar Ramadhan, hari ini.
Demokrat sendiri, lanjut Ramadhan, mendukung Dahlan Iskan karena kinerja yang baik membantu presiden. Tapi, imbuhnya, banyak politisi dari partai politik lain yang gerah dengan tindak tanduk Dahlan tersebut. "Maklum lah." Namun Ramadhan tidak menjelaskan lebih rinci mengenai alasan kemaklumannya tersebut. Sejumlah anggota DPR, khususnya dari Komisi V, menilai SK No 236/2011 ini bermasalah. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-236/MBU/2011 tentang Pendelegasian Sebagian Kewenangan dan/atau Pemberian Kuasa Menteri Negara BUMN sebagai Wakil Pemerintah selaku Pemegang Saham/RUPS pada Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perseroan Terbatas serta Pemilik Modal pada Perusahaan Umum (Perum) kepada Direksi, Dewan Komisaris/Dewan Pengawas dan Pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian BUMN ini bertabrakan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Setidaknya, ada empat kasus dalam SK tersebut yakni:
1. Penunjukan direksi BUMN tanpa melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga melanggar Pasal 15 UU Nomor 19/2003 tentang BUMN;
2. Penunjukkan direksi BUMN tanpa melalui Tim Penilai Akhir (TPA), sehingga mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas, seperti diamanatkan Pasal 16 UU Nomor 19/2003 tentang BUMN;
3. Pengangkatan kembali direksi BUMN yang memiliki rekam jejak negatif sebagaimana Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Akibatnya melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), seperti diamanatkan Pasal 5 ayat (3) UU Nomor 19/2003 tentang BUMN.
4. Pengangkatan kembali direksi BUMN untuk masa jabatan ketiga kalinya, sehingga melanggar Pasal 16 ayat 4 UU Nomor 19/2003 tentang BUMN.
SK tersebut dianggap memberikan pelimpahan wewenang kepada direksi BUMN untuk melakukan penjualan aset. Akibatnya, diduga kuat, telah terjadi penjualan aset BUMN--dengan kata lain aset negara-- yang dilakukan langsung oleh direksi BUMN terkait, tanpa melalui mekanisme yang seharusnya.
Padahal, sesuai pasal 24 ayat (5) UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 45 dan 46 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, penjualan aset BUMN harus melalui persetujuan DPR, Presiden, dan atau Menteri Keuangan, sesuai tingkat kewenangan masing-masing. (cy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar