Minggu, 11 Agustus 2013

FORMULIR C1 DICETAK SESUAI PROSEDUR ?


CEC : Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur, Andry Dewanto Ahmad angkat bicara soal lembar formulir C1 yang tidak mencantumkan nama pasangan calon Khofifah Indar Parawansa -Herman S Sumawiredja (BerKah). Menurutnya, KPU tidak ada masalah dalam formulir dan dokumen kelengkapan Pilgub Jawa Timur yang akan digelar 29 Agustus nanti. "Formulir C1 dicetak sesuai prosedur", ujar Andry Dewanto Ahmad.
"Semua sudah atas persetujuan yang bersangkutan. Semua berdasarkan kompromi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Saat belum dicetak, kami sudah menanyakan ke Pak Herman dan beliau bilang tidak ada masalah, asalkan nanti namanya diketik," katanya, Sabtu (10/8). Karena formulir C1 adalah formulir hasil rekapitulasi suara di tempat pemungutan suara (TPS), lanjut dia, maka formulir ini baru akan dipakai ketika dilakukan penghitungan suara. Sehingga, menurut Andry, keputusan tersebut diambil sebagai bentuk kompromi. "Karena memang ada tahapan pencetakan dan distribusi formulir-formulir kelengkapan Pilkada yang harus berlangsung antara 13 Juli hingga 13 Agustus. Sedangkan pengumuman kalau Khofifah tidak lolos sebagai peserta Pilgub (pleno KPU Jatim sebelum ada gugatan ke DKPP dan PTUN) terjadi pada 14 Juli, jadi dalam lembar formulir C1 itu tidak ada nama pasangan Khofifah-Herman," katanya.
Dalam lembar tersebut hanya tertulis tiga nama pasangan calon, yaitu pasangan nomor urut 1, Soekarwo -Saifullah Yusuf (KarSa), pasangan nomor urut 2 via independent, Eggi Sudjana-M. Sihat (Beres), dan pasangan nomor urut tiga yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Bambang DH-Said Abdullah. Sementara pada kolom nomor urut empat hanya terdapat titik titik. Dijelaskan Andry, saat dalam proses akan mencetak berkas formulir C1, tiba-tiba pihak BerKah melayangkan gugatannya ke PTUN dan DKPP. Namun, KPU Jawa Timur tak bisa menunda pencetakan formulir-formulir tersebut karena saat itu sudah masuk tahapan. "Kami kemudian berkoordinasi dengan pasangan Khofifah-Herman, yang saat itu diwakili oleh Pak Herman. Beliau bilang tidak ada masalah, asalkan nanti bila dinyatakan lolos, draft kosong di formulir tersebut diketik," dalih dia. Selanjutnya, KPU menyetakkan formulir senilai Rp 2,5 miliar tersebut seperti apa adanya. Namun, Andry mengaku heran jika sekarang tiba-tiba pihak Khofifah mempermasalahkan Formulir C1 tersebut. "Semua prosedur sudah ditempuh dan kita sudah berkoordinasi dengan pasangan Khofifah-Herman. Lalu, kenapa kok masih dipermasalahkan?" tandasnya. 
Sementara itu Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane meminta Polda Jawa Timur agar bertindak cepat dan tegas. Sebab, jika dibiarkan, hal ini akan menuai gejolak di seluruh Jawa Timur. "Polda Jatim harus segera menyita semua formulir C1 yang sengaja mengosongkan nama Khofifah-Herman," pinta Neta.
Neta S Pane juga menegaskan, langkah KPU Jawa Timur yang mengosongkan nama pasangan Khofifah-Herman di formulir C1 itu, sebagai tindakan ceroboh dan rawan kecurangan. Sebab, formulir C1 merupakan berkas yang cukup krusial dalam proses penghitungan suara. Apa yang sudah dilakukan KPU Jawa Timur, lanjut dia, termasuk pelanggaran hukum berat. Sebab, bentuk formulir, spesifikasi teknis, dan formulir yang digunakan KPU pada penyelenggaraan Pilkada telah diatur secara detail dan ketat dalam peraturan KPU. Begitu juga dengan pendistribusian dan bentuk pengamanan perlengkapan pemungutan suara. Semuanya sudah diiatur KPU sedemikian rupa untuk menghindari kecurangan dan kecurigaan. "Dengan demikian, KPU Jatim telah melanggar Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan KPU Nomor 66 Tahun 2009 tentang Penetapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kebutuhan Pengadaan serta Pendistribusian Perlengkapan Penyelenggaraan Pilkada," urainya.
Karena itu, lanjut Neta, untuk menghindari terjadinya konflik dan benturan di masyarakat, Polda Jawa Timur, perlu bertindak tegas dan cepat dan memeriksa Ketua KPU Jawa Timur serta memintanya mencetak ulang formulir C1 dengan memasukkan nama pasangan Khofifah-Herman pada kolom nomor urut 4. "Polda Jatim punya hak untuk melakukan penyitaan. Bahkan Polda Jatim punya wewenang untuk menghentikan semua proses Pilgub, jika proses tersebut berpotensi mengganggu stabilitas Kamtibmas di wilayah Jatim," tegasnya. IPW berharap Polda Jawa Timur tidak membiarkan situasi memanas ini terus berlangsung hingga Pilgub Jawa Timur digelar pada 29 Agustus nanti. Antisipasi dan deteksi dini patut dilakukan Polda Jawa Timur secara serius, cepat, dan tegas agar situasi Kamtibmas di daerah tetap terjaga. "Sebelum KPU membenahi formulir C1, Polda Jatim seharusnya meminta KPU menunda pelaksanaan Pilgub. Karena jika Pilgub tetap dipaksakan dan terjadi kekacauan atau kerusuhan di Jatim, Kapolda Jatimlah yang harus bertanggung jawab sebagai kepala penanggungjawab keamanan di daerah," tegas Neta lagi. Selain menyita Formulir C1, lanjut Neta, Polda Jawa Timur juga harus memeriksa Ketua KPU Jawa Timur, Andry Dewanto Ahmad yang sengaja berbuat ceroboh karena bisa memicu terjadinya kerusuhan di daerah Jawa Timur.  "Jika kerusuhan terjadi dalam Pilgub Jatim, pihak kepolisian harus menjadikan ketua KPU Jatim sebagai tersangka utama dan sebagai provokator," pungkasnya. [did] - cec

Sumber : merdeka.com

Tidak ada komentar: