Sjamsuhadi Purnomo : Lolos tidaknya ke-43 orang ini kedalam 20 besar tergantung pada hasil psikologi dan wawancara kejiwaan.
CEC : Ketua Tim Seleksi Komisioner aggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Depok, Sjamsuhadi Purnomo, membantah, bahwa pihaknya mendapat intervensi dari partai politik peserta Pemilihan Umum (Pemilu) untuk meloloskan orang-orang mereka. “Kalau begitu saya minta informasi, partai apa saja yang sudah menitipkan orang-orangnya ke saya. Saya tegaskan, tidak ada titip-titipan. Ini tes murni,” tegasnya, kepada "wartawan", Kamis (22/8/2013), di Balai Kota Depok.
Dia menerangkan, bahwa ke-43 peserta seleksi disaring secara ketat. Tidak ada yang namanya titipan partai politik ataupun titipan pemerintah. Semua berjalan pada koridor yang sudah disepakati. “Mereka yang tidak layak untuk menjadi anggota KPU ya tidak lolos. Saya pun tidak pernah berkomunikasi dengan petinggi partai, di telepon atau pun bertemu secara langsung. Alhamdulillah saya tetap menjaga independensi,” terang Sjamsuhadi.
Sjamsuhadi menambahkan, mengenai pemindahan lokasi psikotes dan tes kejiwaan, itu bukan karena tim seleksi tidak mempercayai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Depok, namun karena RSUD tidak memiliki alat pengetesan narkoba. Makanya, tim memilih menggunakan RSUD Pasar Rebo yang memiliki alat tes narkoba. “Kita sebenarnya menjejaki beberapa rumah sakit, diantaranya RSUD Depok, RS Bakti Yudha, dan RSUD Pasar Rebo. Yang paling cocok, ya RSUD Pasar Rebo,” pungkasnya.
Dia memastikan alasan pemindahan lokasi tes tertulis awal, psikotes, dan tes kejiwaan dilakukan bukan karena tim seleksi tidak ingin mendapat intervensi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. Pemindahan dilakukan murni karena kebutuhan. “Kita menghendaki psikotes dan tes kejiwaan diselenggarakan satu atap. Hal itu untuk menghindari peserta mondar-mandir,” kilah Sjamsuhadi.
Sjamsuhadi memaparkan, bahwa psikotes dan tes kejiwaan dilakukan untuk mengetahui jiwa kepemimpinan, kejujuran dan lainnya. Tidak heran, kalau Sjamsuhadi pun dilarang memasuki ruangan tes. Menurutnya, bentuk tes berupa klasikal atau secara bersama-sama dalam ruangan dan wawancara perorangan. “Dalam sehari secara serempak peserta menjalani tes. Kita hanya penyelenggara, jadi kalau ditanya soalnya apa ya langsung ke peserta saja,” paparnya.
Sjamsuhadi menegaskan, pengumuman lolos tidaknya ke-43 orang ini kedalam 20 besar tergantung pada hasil psikologi dan wawancara kejiwaan. Tim pewawancara berasal dari Universitas Indonesia (UI). “Saat ini kembali 43 calon anggota KPU Depok menjalani psikotes dan wawancara kejiwaan. Wawancara kejiwaan dilakukan empat hari, karena dokternya hanya sanggup 10 peserta perhari,” tandas mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwasalu) Kota Depok itu.
Sementara itu, H Rinaldi, salah satu peserta seleksi komisioner KPUD Depok, mengakui, bahwa dirinya merupakan orang titipan. Hanya saja, kata dia, titipan Tuhan. “Saya percaya mereka yang tersaring adalah orang-orang independen, bukan titipan partai atau penguasa ataupun pengusaha,” kilahnya.
Menurutnya, ketika menjawab soal-soal pertanyaan, alhamdulilah berjalan lancar. Seperti, dua bentuk soal yang dijalaninya berupa: psikotes dan wawancara dijalani dengan mudah. Khusus untuk wawancara. Karena lebih menekankan pada tujuan dan motivasi mengikuti seleksi. Selain itu, juga mempertegas tentang profesi dan jati diri. “Saya kira untuk soal tidak ada kendala. Kalau psikotes ya sama seperti lainnya,” tutur peserta advokat yang tinggal di Kecamatan Sawangan itu.
ENTHY SUKARTI :
Sebelumnya, Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Enthy Sukarti, berharap tim seleksi pemilihan komisioner KPUD Kota Depok bekerja profesional dan proporsional. Sehingga menghasilkan komisioner berkualitas serta mumpuni dalam mengelola pesta demokrasi secara adil dan baik. “Saya percaya tim seleksi saat ini bekerja dengan baik, apalagi tim ini didominasi para akademisi,” harap dia. Menurutnya, tim seleksi yang terdiri dari Sjamsuhadi (mantan Ketua Panwaslu Depok) yang juga dosen, Iva Kusuma (dosen Universitas Indonesia UI), Alifatud Darojati Kusumaningtyas (pengajar), Badrul Munir (dosen), dan Ida Ruwaida (akademisi) harus bekerja sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku di Indonesia. Jangan sampai karena alasan sudara, teman, dan titipan orang, mereka semua menyingkirkan peraturan yang seharusnya menjadi pedoman pemilihan. “Saya menerima berita miring, kalau ada calon komisioner yang lolos seleksi administratif padahal mendaftar di luar jam yang sudah disepakati. Isu ini harus segera diklarifikasi, jangan sampai keberadaan tim seleksi malah menjadi bumerang,” tutur Enthy. Enthy mengingatkan, anggota komisioner kedepan harus memiliki moral yang baik, tidak pernah melakukan kesalahan fatal dalam memimpin organisasi ataupun menjadi pejabat organisasi. “Bila orang seperti itu lolos, maka sudah jaminan hasil pemilihan umum akan berdampak luas. Bahkan, bisa menimbulkan konflik vertikal,” ujarnya. (Maulana Said) - cec
Sumber : Radaronline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar