CEC DEPOK : Nama Cornelis Chastelein tidak bisa lepas dari sejarah kota Depok. Pada abad ke-18, orang Belanda ini menjadi tuan tanah dari Depok, Lenteng Agung, Pasar Minggu, hingga kawasan Gambir Jakarta. Jejaknya kini diteruskan oleh para keturunan bekas budak-budak atau pekerja yang sudah dibebaskannya pada 1715. Mereka dihadiahi tanah dan dibagi dalam 12 marga. 2014 nanti, sebuah museum mini tengah digagas untuk mengenang Chastelein sebagai bagian dari sejarah negeri ini. Reporter KBR68H Nanda Hidayat melihat persiapan museum mini Chastelien yang dikenal sebagai " Belanda Depok".
YLCC
Meindert Frederick Isach sudah 15 tahun setia menjaga makam leluhurnya. Dia adalah bagian dari 3000 keturunan bekas budak Cornelis Chastelein yang sudah dibebaskan. Pemakaman tua untuk keturunan orang-orang Belanda itu sudah berusia lebih dari 200 tahun. Di bawah Yayasan Lembaga Cornelies Chastelein atau YLCC, Isach, usia 70 tahun, bertugas menjaga warisan sejarah komunitas yang dikenal dengan sebutan Belanda Depok. Menurut Frederick, di pemakaman ini juga ada orang Sunda, Jawa dan suku-suku Indonesia lainnya.
"Karena memang Cornelis membentuk 12 marga ini citranya adalah untuk saling mengasihi sesama dan saling berbagi rasa dan tidak ada besar atau kecil, makanya saya berani terjun di sini." Untuk tugasnya itu, Isach pernah mendapat bantuan dana dari keturunan Kapelein, tentara Belanda pertama yang datang ke Depok. Keahlian Fderick bermain musik kroncong juga dikemas dalam bentuk VCD dan dijualnya ke Belanda untuk memperoleh uang.
BANTUAN BELANDA :
Selain itu, sesekali Yayasan Lembaga Cornelies Chastelien atau YLCC menerima bantuan dana dari keturunan 12 marga Chastelien yang tinggal di Belanda. "Bantuan pemerintah Belanda secara langsung tidak ada, jadi orang Depok yang tinggal di Belanda kemudian mereka buat reuni dan pasar malam dan dana itu langsung diberikan ke kita. Saya lihat cukup baik masuknya dana itu untuk keperluan yayasan." Gedung Yayasan Lembaga Cornelies Chastelien YLCC terletak di Jalan Pemuda Depok. Gedung tua berarsitektur Belanda dengan tiang dan atap yang tinggi dan masih terlihat kokoh, meski berusia lebih dari 200 tahun. Di dalamnya terpampang sejumlah lukisan dan foto Abraham Schurkogell, pendeta yang datang ke Depok pada era 1817-1827. Namun tidak terlihat foto Cornelis Chastelien.
Menurut Ketua Dewan Pembina YLCC Edward Arnold Loen, sampai kini tidak ada yang memiliki foto atau lukisan wajah Chastelein. Namun jejaknya bisa dilihat dari surat wasiat kematiannya.
MEMERDEKAKAN BUDAK :
"Pada tanggal 28 Juni 1714 Chastheline meninggal, dalam surat wasiatnya itu tertulis dia memerdekakan para budak-budaknya. Serta memberikan hak tanah miliknya kepada para budak-budak yang sudah dimerdekakan tersebut. Para hamba sahaya atau bunda-bunda yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang dibagi 12 marga: Laurenz, Loen, Leander, Jonathans, Toseph, Yakob, Sudira, Samuel, Sadok, Isac, Bakas dan Tholence."
Mangkatnya Chastelein pada 28 Juni 1715 juga dijadikan sebagai lahirnya sebuah"Masyarakat Merdeka" dan hari jadi kota Depok versi YLCC, lanjut Edward. Sementara versi Pemerintah Kota Depok pada tanggal 27 April lalu baru berumur 13 tahun. Warisan yang tersisa dari kekayaan Chastelein kini dijadikan ladang mencari dana oleh yayasan.
Edward mengatakan, yang masih tersisa asetnya yaitu gedung ini kantor YLCC, kemudian SMP Kasih dan SMK Pemuda yang dikelola yayasan. "Kemudian SD Pancoran Mas yang disewa dan RS Harapan Depok tanah milik YLCC, kemudian lapangan sepakbola kamboja itu juga milik yayasan, tempat pemakaman dan di seberang tempat pemakaman itu."
ANAK TIDAK MAMPU :
Untuk anak-anak ketururan Belanda Depok yang tidak mampu dan bersekolah di bawah yayasan, diberikan hak istimewa. Juru bicara Bidang Pendidikan YLCC Budhiyanti Irma Samuel, menjelaskan, untuk siswa yang tidak mampu ataupun anak-anak karyawan dberikan pengurangan atau potongan khusus, baik itu uang bangunan atau SPP.
Sekolah di bawah YLCC adalah lembaga pendidikan pertama yang berdiri di daerah Depok. Keturunan Belanda Depok di bawah naungan YLCC kini tengah sibuk mengumpulkan sejarah Cornelis Chastelien. Mereka berencana membangun museum mini untuk mengenang dan melestarikan Chastelein. Harapannya, jejak sejarah Chastelien sebagai salah satu bagian sejarah bangsa ini bisa selalu dikenang dan menjadi objek wisata. Wanda, salah seorang keturunan Chastlien menyayangkan, anak muda hanya tahu sedikit tentang sejarah nenek moyang mereka.
MONUMEN MINI :
Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein memang tengah menggagas terbentuknya sebuah monumen mini pada 2014 nanti. Juru bicara Bidang Pendidikan YLCC Budhiyanti Irma Samuel mengatakan, gedung YLCC yang dulu digunakan sebagai tempat tinggal 25 pendeta dari Belanda pun kini tengah dikembalikan seperti bentuk aslinya. Namun, YLCC kesulitan mengumpulkan dokumen dan tulisan asli dari Chastelien. Menurut Budhiarti, mengumpulkan dokumen cukup sulit. "Karena sudah dari 1714 Cornelis Chastelien meninggal. Bahkan kita sudah testamen yang aslinya bahwa tulisan aslinya kita juga sudah tidak ada. Arsip nasional pernah kami coba tapi ternyata ketumpahan kopi, jadi rusak. Ahli sejarah UI pernah tanya memang di arsip nasional ada tapi itu ketumpahan kopi." Untunglah, sejumlah kolega di Belanda masih memiliki sejumlah foto bersejarah soal sepak terjang Chastelein dan para pengikutnya. Secara bertahap, foto-foto itu telah dikirim dan sudah didokumentasikan.
Sejarawan dari Universitas Indonesia JJ Rizal mengusulkan agar para peneliti, dan tokoh masyarakat di Depok diikutsertakan dalam proses pembuatan musim mini tersebut. Tujuannya agar tidak terjadi klaim sejarah siapa yang menjadi penduduk asli Depok. Menurut Rizal, museum seperti album keluarga.
ALBUM KELUARGA :
"Seharusnya menjadi album keluarga orang Depok, bukan menjadi album keluarga orang Belanda Depok. Kita banyak ahli dan peneliti sejarah di Depok seharusnya mereka dilibatkan dan dimasukkan unsur-unsurnya, jadi kita jangan takut sudah kehabisan ahli sejarah." Pelibatan peneliti dan tokoh masyarakat Depok, kata JJ Rizal, untuk menghindari munculnya konflik antara masyarakat. "Menurut saya tidak cocok dikatakan sebagai museum Belanda Depok tapi harus menjadi musium masyarakat Depok," katanya.
JJ Rizal menambahkan, sebagai pelestarian sejarah dan objek informasi, museum itu harus bisa membuka fakta-fakta sejarah lain terkait Kota Depok. Bagi keturunan Cornelis Chastelein, pelestarian sejarah penting untuk generasi muda keturunan tuan tanah Belanda itu. "Memang itu harus dilestarikan dan harus dijaga, karena sudah jarang dan sudah hampir punah dan bahkan tidak ada penerusnya. Kebanyakan yang kawin sama dengan orang luar dan tidak tahu benar," kata Wanda.
Terakhir Frederick, penjaga makam, mengungkapkan harapannya. "Harapan kami jangan sampai pemakan sejarah ini hilang. Tetapi yang saya dengar bakal ada museum, banyak menghimbau agar sejarah yayasan ini tetap ada dan tetap dilestarikan." (Cyrellus)
Sumber : Radio Nederland Wereldomroep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar