"Manifesto Perjuangan Partai Gerindra" dalam bidang agama "Pemerintah/negara wajib mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan. Negara juga dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama".
CEC : Peneliti dari Pusat Litbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Ahmad Najib Burhani, menegaskan negara akan semakin terlibat menjadi hakim dalam penentuan keyakinan/kelompok jika Prabowo Subianto nanti terpilih jadi Presiden RI.
"Kita harapkan ke depan kaum minoritas mendapatkan harapan yang lebih cerah. Kecuali presidennya berasal dari yang saya sebut tadi (Prabowo) maka akan bahaya terhadap komunitas minoritas yang akan datang," kata Najib dalam Talk Show DPD RI bertopik "Peta Politik di Senayan PascaPemilu" di gedung DPD/MPR RI Jakarta, Jumat (25/4/2014).
Najib mengutip "Manifesto Perjuangan Partai Gerindra" dalam bidang agama "Pemerintah/negara wajib mengatur kebebasan di dalam menjalankan agama atau kepercayaan. Negara juga dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui oleh negara dari segala bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama".
Lalu apa konsekuensi manifesto ini jika Prabowo terpilih jadi Presiden? Menurut Najib maka peran negara akan semakin terlibat dan menjadi hakim dalam penentuan keyakinan/kelompok keagamaan yang ortodok (benar) dan heterodok (sesat) di Indonesia.
"Dia bisa bergerak melampaui SBY dalam intervensi keyakinan keagamaan," kata Najib.
Menurut Najib kelompok yang senang dengan ini adalah kelompok sekarang yang menjadi mainstream atau sering mengklaim mewakili suara mayoritas seperti MUI, FPI, dan FUI.
"Jika mengikuti logika ini maka partai berideologi Islam seperti PPP, PKS, dan PBB akan bergabung dengan Gerindra," kata Najib. (*)
Sumber : Tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar