Senin, 15 Oktober 2012

REKAYASA DPRD KOTA DEPOK TERHADAP NURMAHMUDI SEBAGAI WALIKOTA ILEGAL DI KOTA DEPOK MERUPAKAN POLITIK TRANSAKSIONAL ALIAS POLITIK DAGANG SAPI SEHARGA RP. 5 MILIAR.


CEC ONLINE : Rekayasa Politik DPRD Kota Depok terhadap Nurmahmudi sebagai walikota ilegal di Kota Depok, menjadi 'rumor' di berbagai kalangan masyarakat. Bahwa Politik Transaksional alias Politik Dagang Sapi seharga Rp. 5 miliar tersebut dipicu oleh 'isu' penolakan DPRD Kota Depok terhadap Nurmahmudi. Dihembuskan oleh mereka yang berkepentingan bahwa ada 4 fraksi di DPRD yang menolak Nurmahmudi. Dikabarkan ke 4 fraksi tersebut telah membuat Surat Penolakan yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat. Namun, setelah Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan, Embong Rahardjo, mengecek ke Kantor Gubernur Jawa Barat di Bandung, ternyata Surat Penolakan itu tak ada disana. Embong Rahardjo mengatakan : "DPRD Kota Depok telah melakukan "PEMBOHONGAN PUBLIK". Surat Penolakan tersebut tidak dikirimkan kepada Gubernur Jawa Barat. Mereka semua bohong besar", ujar Embong Raharjo dengan nada marah.

Anggota DPRD Kota Depok, Slamet Riyadi, kepada CEC ONLINE baru-baru ini mengatakan : "Surat Penolakan 4 fraksi itu memang ada, karena saya sudah lihat dan baca. Namun, apakah Surat Penolakan itu dikirimkan kepada Gubernur Jawa Barat atau TIDAK, saya kurang mengerti", ujar anggota dewan dari PKB ini.

Terkait dengan Rumor Rekayasa Politik Transaksional antara Walikota Depok Ilegal, Nurmahmudi dengan pimpinan DPRD ( Rintis Yanto, Babai Suhaimi, Naming Bothin dan Sutadi Dipowongso) senilai Rp. 5 miliar agar supaya DPRD Kota Depok tidak meng-kutak-katik jabatan Nurmahmudi sebagai Walikota Depok Ilegal, telah menjadi bola liar yang mengarah kemana-mana dan yang menerjang siapa saja, telah menjadi bahan gunjingan berbagai kalangan masyarakat luas di Kota Depok.

Anggota DPRD Kota Depok Ernawati Hadi, mengatakan: "Politik transaksional, sering Ada bbrp pendpt ttg jenis2 politik :yg lg rame " Politik Transaksional"Secara gamblang, orang akan mengartikan dgn" politik dagang". ada yang yang jual, maka ada yang membeli. semua butuh alat pembayaran yang ditentukan bersama. Kalau dalam jual-beli, maka alat pembayarannya "uang"ttpi dipolitik tdk hny itu ttpi jg ada ada kaitannya dgn "Jabatan& imbalan" bs kompromi diluar "Uang" aduuuh, kata anggota dewan dari fraksi Partai Golkar ini.

Anggota DPRD Depok dari Fraksi Golkar, Babai Suhaemi, SE M.Si, menuding bahwa sekelompok warga Depok yang mengatasnamakan rakyat dan hukum melakukan aksi demo pada hari senin (8/10/2012) lalu, tidak jelas subtansinya. "Pasalnya mereka tidak ada alasan untuk di gelar rapat paripurna Anggota DPDR Depok," katanya kepada Radar Online Rabu (10/10/2012) di ruang rapat lantai 5 Kantor Walikota Depok. Menurut Babai, segelintir warga Depok yang melakukan aksi demo yang mengatasnamakan rakyat dan hukum , tidak mendasar, apa dasar hukumnya untuk melakukan Pltkan, tugas syah atau tidak syah walikota selaku pejabat negara berdasarkan SK Gubernur melalui mendagri. “Bahkan semua fraksi di DPRD Depok sepakat, untuk tidak menggelar rapat paripurna terkait tuntutan mereka. Kami hanya memberikan hak sepenuhnya ke KPU Depok. jadi saya tegaskan kepada mereka bahwa tuntutan yang mendesak anggota DPRD Depok untuk menggelar rapat paripurna itu sia-sia saja,” kata Babai Suhaimi.

Sementara, sumber CEC ONLINE mengungkap : Bahwa Rekayasa Politik Transaksional seharga Rp. 5 miliar tersebut disepakati di Mekarsari, ujarnya. (cy)

Tidak ada komentar: