![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgInIr9mYrRGDvaA4jFY8pM9JqkgMp-Nk_7bq9yJK3TGoUXSyHK5nDaSO9npVchkS-fiQDBUd6udK75r0QT4AJaX4M_hPauBu-PxDtIxuxIQMCgzHAylNz0siaEK0XK91TL40JwyQjHL2h1/s1600/Jokowi+Presiden+(1).jpg)
Masih menurut Ahmad Basara, tidak ada alasan untuk menilai Jokowi bila menjadi presiden dan melepaskan jabatan Gubernur DKI Jakarta, maka tanggung jawabnya dalam menyelesaikan masalah-masalah di ibukota ditinggalkan.
"Itu pandangan dan pemikiran yang keliru. Justru dengan jabatan presiden, kewenangan untuk membenahi Jakarta ini akan lebih besar lagi," tandasnya.
Basara mencontohkan seorang presiden atau wakil presiden punya kewenangan lebih besar dalam mengeluarkan suatu kebijakan secara nasional. "Contoh konkret, ketika Jokowi mengambil kebijakan memprioritaskan transportasi massal di Jakarta, tiba-tiba Wakil Presiden men-launching mobil murah, yang mana mobil murah itu akan menambah macet di jakarta. Artinya, kewenangan pemerintah pusat lebih tinggi untuk membenahi masalah-masalah yang ada di Jakarta, termasuk macet dan banjir," tuturnya.
Basara menambahkan, Jokowi mencetak sejarah jika terpilih menjadi presiden. "Maka untuk pertama kalinya dalam sejrah Republik Indonesia, seorang Gubernur atau mantan Gubernur DKI Jakarta menjadi presiden Republik Indonesia. Pasti semangat membangun Jakarta itu akan muncul dalam diri Jokowi jika kelak Tuhan memberkati dia menjadi presiden," kata Basara yang juga Sekretaris Fraksi PDIP dan anggota Komisi I DPR RI itu. (*)
Sumber : Abdul Qodir, TRIBUNNEWS.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar