CEC, Depok.
Menurut Walikota Depok, Dr. Ir. Noermahmoedi Isma’il MSc dalam Sidang Paripurna DPRD Kota Depok, hanya 30 % sampah Kota Depok yang dapat diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kelurahan Cipayung. Sehingga 70 % sampah berserakan dimana-mana dan terpaksa warga masyarakat membakar dan membuang sampah ke Kali / Sungai.
SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (SIPESAT)
Pemberitaan tentang Depok berpredikat Kota Terkotor se Indonesia sangat marak pada tahun 2006. Bahkan Sungai Ciliwung disebut sebagai ”KERANJANG SAMPAH” terbesar di-dunia. Menyikapi hal tersebut Pemerintah Kota Depok yang di komandoi oleh Dr. Ir. Noermahmoedi Ismail MSc selaku Walikota Depok, mencanangkan program Sistem Pengolahan Sampah Terpadu (SIPESAT). Ternyata, program sipesat tersebut gagal total, karena pelaksanaan pembangunannya hanya berdasarkan penunjukan langsung (PL) tidak melalui tender atau lelang. Maka, terjadilah konflik horizontal antara Walikota dengan DPRD sehingga Dewan terbagi 2 kubu. Kubu yang mendukung program Sipesat sebanyak 12 orang anggota (PKS) sedangkan kubu yang tidak mendukung/menolak sebanyak 33 orang anggota (Golkar 8 orang, Demokrat 8 orang, PAN 5 orang, PDIP 5 orang, PPP 4 orang, PKB 2 orang dan PDS 1 orang). Kemudian, DPRD membentuk Pansus Sipesat dengan hak interpelasi dan hak angket, namun pada akhirnya kasus Sipesat berhenti di kejaksaan.
UNIT PENGOLAHAN SAMPAH (UPS)
Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah mengamanatkan, bahwa setiap Pemerintah Daerah berkewajiban membangun Unit Pengolahan Sampah (UPS) dengan ketentuan, jarak antara lokasi bangunan UPS dengan pemukiman warga masyarakat setempat minimal berjarak 1 km. Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok yang dipimpin oleh Noermahmoedi Isma’il sebagai walikota sejak tahun 2006, akan membangun hanggar UPS diseluruh wilayah Kota Depok sebanyak 20 unit dengan nilai sebesar Rp. 18,3 milyar. Namun, rencana pembangunan UPS tersebut sebagian besar ditolak oleh warga masyarakat setempat karena lokasinya berdekatan dengan pemukiman mereka.
Dalam Sidang Paripurna DPRD Kota Depok, Walikota Depok, Noermahmoedi, mengaku bahwa Depok masih menyandang predikat Kota Terkotor se-Indonesia. ”Depok masih menyandang predikat Kota Terkotor se-Indonesia. Hanya 30 % sampah yang dapat diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Kelurahan Cipayung karena kekurangan truk pengangkut sampah, sehingga 70 % sampah Kota Depok berserakan dimana-mana dan sebagian besar sampah terpaksa dibakar dan dibuang ke kali oleh warga masyarakat. Namun, saya akan tetap memperlakukan sampah secara manusiawi”, ujar mantan Menteri Kehutanan pada era Presiden Abdurrachman Wahid atau Gusdur ini. (Cy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar