CEC, Depok.
Badai yang melanda Partai Demokrat semakin kencang. Partai pemenang Pemilu 2009 ini, tidak menutup kemungkinan akan ditinggalkan oleh konstituennya. Pengakuan Muhammad Nazaruddin yang memberikan uang Rp.50 milyar kepada Anas Urbaningrum supaya menang dalam Kongres Partai Demokrat dalam rangka pemilihan Ketua Umum, membuka mata masyarakat bahwa perpolitikan di Indonesia masih Politik Dagelan atau Politik Sandiwara. Para politisi seperti bintang sinetron, yang memperagakan adegan pura-pura. Para pemirsa sejenak percaya, namun pada akhirnya setelah terbuka secara terang benderang, masyarakat hanya bisa menge lus dada mereka masing-masing. Politik pembodohan dan pembohongan publik masih sangat marak dilakukan oleh para politisi. Cara-cara berpolitik yang telah dibuang oleh Golkar semasa kejayaan Orde Baru, dipungut lagi oleh Partai-Partai Reformasi termasuk Partai Demokrat. Jika para politisi ketahuan berbohong setelah terbongkar belangnya, mereka selalu punya alasan klasik.
Seperti alasan Anas Urbaningrum, dikatakannya ; "Apa yang dikatakan oleh Muhammad Nazaruddin itu tidak benar. Dia telah mencemar kan nama baik saya", ujar Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.
Padahal, Anas Urbaningrum sudah tidak mempunyai nama baik lagi, karena Muhammad Nazaruddin telah membuka kedoknya sehingga seluruh mukanya kelihatan secara terang benderang. Nama Anas Urbaningrum jadi buruk dan tidak bagus lagi. Oleh karena itu, Partai Demokrat harus menyikapinya dengan mengadakan Kongres Luar Biasa untuk mengganti Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum.
Namun desakan arus bawah Partai Demokrat ini, dibantah keras oleh Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. "Partai Demokrat tidak pernah berencana untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa untuk mengganti Ketua Umum Anas Urbaningrum. Muhammad Nazaruddin harus ditemukan dan dibawa kembali ke Indonesia untuk diadili", ujar Presiden.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar