Mantan Walikota Depok, Badrul Kamal, mengatakan “Histori Cornelis Chastelein, yang dikaitkan dengan keberadaan 12 (duabelas) marga asli cikal bakal penghuni Depok Lama, mengandung pesan-pesan moral yang sampai saat ini masih relevan. Karena menyangkut kasih persaudaraan, kerukunan yang sangat hakiki dan mendasar untuk terus dipupuk dan di kembangkan sebagai salah satu potensi untuk memperkokoh persatuan bangsa. Sejarah itu adalah suatu peristiwa penting dengan mana kita dapat membandingkan masa lalu dan sekarang. Dengan adanya dokumen sejarah yang lengkap, tentu merupakan sumbangsih yang sangat berarti dalam rangka memperkaya pemahaman kita terhadap Sejarah Awal Kota Depok. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang Sejarah Depok, maka perlu dilakukan penggalian bahan dari berbagai nara sumber. Khususnya tokoh masyarakat yang mengetahui latar belakang Depok dengan tujuan dapat memberikan sumbangan dalam mencari identitas Depok dimasa akan datang. Sebab dengan adanya identitas sebagai jati diri, akan lebih memudahkan kita untuk menentukan visi-misi pembangunan Depok, khususnya pembangunan sektor kemasyarakatan, terutama dalam memelihara kerukunan masyarakat”, ujar Badrul Kamal.
Anggota DPRD Kota Depok, Otto Simon Leander, kepada CEC mengatakan; “Sejarah keberadaan sebuah Kota, sewajarnya dipelihara dan dilestarikan, seperti Depok pada tanggal 13 Maret 1714, terlepas dari perbudakan. Jika peristiwa pelepasan dari perbudakan tersebut dapat diartikan sebagai tahun kemerdekaan atau tahun kelahiran Depok, maka Depok telah berusia 298 tahun. Jadi, peringatan Hari Jadi Ke-13 Kota Depok pada tanggal 27 April 2012 mendatang, sebenarnya masih kontroversial. Kisah ini akan menjadi sangat menarik, khususnya bagi warga Depok yang berasal dari daerah Nusa Tenggara Timur”, ujar Otto Leander.
CORNELIS CHASTELEIN :
Adalah Cornelis Chastelein, kelahiran Perancis 10 Agustus 1657, berkebangsaan Belanda, putra bungsu dari pasangan Anthony Chastelein (Perancis) dengan Maria Cruidenar, putri walikota Dordtrecht (Belanda). Di usia 17 tahun pada tanggal 24 Januari 1674, Cornelis Chastelein, mengawali pengembaraannya. Dengan kapal laut melalui Tanjung Pengharapan selama 8 bulan, Cornelis Chastelein, berlabuh di Batavia (Jakarta), Hindia Belanda (Indonesia). Selanjutnya, dia bekerja pada VOC sebagai seorang akuntan, dan menjadi anggota Dewan Hindia Belanda. Namun, karena tidak sepaham dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Willem van Outhorn, yang menggantikan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Johannes Camphuys, pada tahun 1691, maka pada tahun 1692, Cornelis Chastelein, mengundurkan diri dari VOC. Setelah mengundurkan diri dari VOC, Cornelis Chastelein, berwiraswasta. Melihat kebersihan dan kejernihan Sungai Ciliwung, Cornelis Chastelein, membeli tanah disekitar Sungai Ciliwung tersebut dari Pemerintah Hindia Belanda, seluas 1.249 Ha dengan harga 700 ringgit.
Tanah yang dibelinya itu, terletak diantara wilayah Batavia (Jakarta) dengan Buitenzorg (Bogor) dengan maksud untuk membuka usaha pertanian, peternakan, persawahan dan perkebunan. Tanah yang dibelinya itu merupakan Tanah Partikulir yang terlepas dari kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda (Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok). Untuk dijadikan sebagai pekerja, Cornelis Chastelein mendatangkan 150 orang budak yang dibeli dari raja-raja di Bali, Sulawesi Selatan, Timor, Nusa Tenggara Timur dan dari raja-raja lainnya di wilayah Timur Hindia Belanda. Sebelum meninggal dunia pada tanggal 28 Juni 1714, Cornelis Chastelein membuat Het Testament atau Surat Wasiat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar