REKAYASA DPRD KOTA DEPOK TERHADAP NURMAHMUDI SEBAGAI WALIKOTA ILEGAL DI KOTA DEPOK MERUPAKAN POLITIK TRANSAKSIONAL ALIAS POLITIK DAGANG SAPI SEHARGA RP. 5 MILIAR.
CEC ONLINE : Rekayasa Politik DPRD Kota Depok terhadap Nurmahmudi sebagai walikota ilegal di Kota Depok,
menjadi 'rumor' di berbagai kalangan masyarakat. Bahwa Politik
Transaksional alias Politik Dagang Sapi seharga Rp. 5 miliar tersebut dipicu oleh 'isu' penolakan
DPRD Kota Depok terhadap Nurmahmudi. Dihembuskan oleh mereka yang
berkepentingan bahwa ada 4 fraksi di DPRD yang menolak Nurmahmudi.
Dikabarkan ke 4 fraksi tersebut telah membuat Surat Penolakan yang
ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat. Namun, setelah Wakil Ketua DPC PDI
Perjuangan, Embong Rahardjo, mengecek ke Kantor Gubernur Jawa Barat di
Bandung, ternyata Surat Penolakan itu tak ada disana. Embong Rahardjo
mengatakan : "DPRD Kota Depok telah melakukan "PEMBOHONGAN PUBLIK".
Surat Penolakan tersebut tidak dikirimkan kepada Gubernur Jawa Barat.
Mereka semua bohong besar", ujar Embong Raharjo dengan nada marah.
Anggota DPRD Kota Depok, Slamet Riyadi, kepada CEC ONLINE baru-baru ini
mengatakan : "Surat Penolakan 4 fraksi itu memang ada, karena saya
sudah lihat dan baca. Namun, apakah Surat Penolakan itu dikirimkan
kepada Gubernur Jawa Barat atau TIDAK, saya kurang mengerti", ujar
anggota dewan dari PKB ini.
Terkait dengan Rumor Rekayasa Politik Transaksional antara Walikota Depok Ilegal, Nurmahmudi dengan pimpinan DPRD ( Rintis Yanto, Babai Suhaimi,
Naming Bothin dan Sutadi Dipowongso) senilai Rp. 5 miliar agar supaya
DPRD Kota Depok tidak meng-kutak-katik jabatan Nurmahmudi sebagai
Walikota Depok Ilegal, telah menjadi bola liar yang mengarah kemana-mana
dan yang menerjang siapa saja, telah menjadi bahan gunjingan berbagai
kalangan masyarakat luas di Kota Depok.
Anggota DPRD Kota Depok
Ernawati Hadi, mengatakan: "Politik transaksional, sering Ada bbrp
pendpt ttg jenis2 politik :yg lg rame " Politik Transaksional"Secara
gamblang, orang akan mengartikan dgn" politik dagang". ada yang yang
jual, maka ada yang membeli. semua butuh alat pembayaran yang ditentukan
bersama. Kalau dalam jual-beli, maka alat pembayarannya "uang"ttpi
dipolitik tdk hny itu ttpi jg ada ada kaitannya dgn "Jabatan&
imbalan" bs kompromi diluar "Uang" aduuuh, kata anggota dewan dari
fraksi Partai Golkar ini.
Anggota DPRD Depok dari Fraksi
Golkar, Babai Suhaemi, SE M.Si, menuding bahwa sekelompok warga Depok
yang mengatasnamakan rakyat dan hukum melakukan aksi demo pada hari
senin (8/10/2012) lalu, tidak jelas subtansinya. "Pasalnya mereka tidak
ada alasan untuk di gelar rapat paripurna Anggota DPDR Depok," katanya
kepada Radar Online Rabu (10/10/2012) di ruang rapat lantai 5 Kantor
Walikota Depok. Menurut Babai, segelintir warga Depok yang melakukan
aksi demo yang mengatasnamakan rakyat dan hukum , tidak mendasar, apa
dasar hukumnya untuk melakukan Pltkan, tugas syah atau tidak syah
walikota selaku pejabat negara berdasarkan SK Gubernur melalui mendagri.
“Bahkan semua fraksi di DPRD Depok sepakat, untuk tidak menggelar rapat
paripurna terkait tuntutan mereka. Kami hanya memberikan hak sepenuhnya
ke KPU Depok. jadi saya tegaskan kepada mereka bahwa tuntutan yang
mendesak anggota DPRD Depok untuk menggelar rapat paripurna itu sia-sia
saja,” kata Babai Suhaimi.
Sementara, sumber CEC ONLINE
mengungkap : Bahwa Rekayasa Politik Transaksional seharga Rp. 5 miliar
tersebut disepakati di Mekarsari, ujarnya. (cy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar