CECDepok : Calon Presiden Joko Widodo alias Jokowi tak perlu mundur dari posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta lantaran menjadi calon presiden (capres) dari PDIP. "Secara undang-undang tidak ada keharusan bagi Jokowi untuk mundur dari posisi gubernur," kata pakar hukum tata negara Refly Harun saat dihubungi Tempo, Selasa, 25 Maret 2014.
Menurut Refly, tidak ada undang-undang yang mengatur keharusan seorang capres mengundurkan diri dari posisi yang didudukinya saat ini. "Karena tidak adanya undang-undang yang mengatur itulah makanya tidak ada keharusan untuk mengundurkan diri," ujar Refly. (Baca: Jokowi Nyapres, Pilih Opsi Cuti atau Non-aktif?)
Meski tak ada undang-undang yang mengatur, namun yang paling gampang adalah dengan melihat syarat-syarat menjadi capres seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Di situ, kata Refly, tidak ada keharusan bagi capres untuk mengundurkan diri dari posisi yang ditempatinya saat ini. "Lain halnya kalau dia sudah terpilih. Dia harus mengundurkan diri sebagai gubernur, karena tidak boleh ada rangkap jabatan," kata dia. (Baca: Jadi Capres, Jokowi Diminta Mundur dari Gubernur)
Tak cuma dari sudut pandang undang-undang, secara etika publik pun Jokowi tak perlu mundur. Alasannya, posisi gubernur adalah jabatan politik. Berbeda halnya dengan jabatan ramah nonpolitik yang secara etika harus mundur jika pejabatnya menjadi capres. Jabatan ramah nonpolitik itu contohnya adalah hakim kontitusi, hakim yudisial, dan komisioner KPK. "Jadi kalau Abraham Samad mau jadi calon, secara etika dia harus mundur dari posisinya sebagai Ketua KPK," kata Refly. (Baca: Sayap PKS Tolak Ahok Jadi Gubernur)
Ini adalah isi undang-undang tersebut:
Undang-Undang nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 5
Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah:
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
c. Tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya;
d. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden;
e. Bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
f. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara;
g. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
h. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
i. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
j. Terdaftar sebagai Pemilih;
k. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;
l. Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
m. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
n. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
o. Berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun;
p. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;
q. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI; dan
r. Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara Republik Indonesia.
Sumber : Tempo.co - PDI Perjuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar