Rabu, 25 Juli 2012

PIDATO "ANGIN LALU" TUAN PRESIDEN

CEC : Konon, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang kesal dan geram dengan para pembantunya. “Dengan mimik geram SBY langsung meminta para menteri meletakkan jabatan, jika tidak mampu bekerja dengan baik” seperti ditulis beritasatu.com.
Ia menyinggung kongkalikong antara Kementerian dan DPR, bahkan menyebut soal korupsi di kementerian. Tapi, sampai saat ini belum satu pun menteri kabinet yang merasa ditunjuk Presiden. Jangankan mundur, tersinggung pun tidak. Banyak juga pihak yang menyindir balik. Jika Presiden mempunyai data tentang korupsi di Kementerian, kenapa tidak diteruskan ke proses hukum? Bukankah ketika sejumlah persoalan hukum muncul di negeri ini, Presiden selalu bilang, saya tidak akan mengintervensi, mari serahkan pada proses hukum yang berlaku. Atau, kalaupun Presiden tidak puas dan menganggap beberapa menteri gagal memimpin dan menjalankan tugas dengan maksimal, kenapa harus dipertahankan? Bukankah Presiden mempunyai hak preogratif untuk mengangkat dan memberhentikan menteri? Pasal 17 ayat (2) UUD 1945 mengatur secara jelas, bahwa menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Kemudian UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur lebih rinci kewenangan tersebut. Sebuah lelucon?
Sebenarnya, sulit menghilangkan kesan ketidak-tegasan Presiden dalam mengambil keputusan-keputusan strategis hingga Kabinet jilid II SBY. Presiden terbaca “menyandera” diri sendiri ketika menggantungkan kabinetnya pada tarik menarik kepentingan politik transaksional. Bahkan, ketika isu yang bergulir itu bertentangan dengan “jualan kampanye” SBY sekalipun, yaitu pemberantasan korupsi. Apalagi, kita tahu peringatan sejenis terjadi tak hanya kali ini.

KORUPSI KEMENTERIAN :

Akan tetapi, agaknya menarik juga didalami salah satu poin pernyataan SBY tentang kongkalikong kementerian dengan DPR dan korupsi di kementerian itu sendiri. Kementerian mana yang saat ini, yang sedang “digoyang” isu korupsi? Beberapa waktu belakangan, kasus yang mengemuka ke publik adalah sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK. Sebutlah, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), dengan menteri yang berasal dari Partai Demokrat. Partai tempat SBY justru adalah Ketua Dewan Pembina. Setidaknya terdapat tiga kasus korupsi di kementerian ini, yaitu: kasus P2SON Hambalang yang telah masuk tahap penyidikan dan menjerat Pejabat Pembuat Komitmen. Kasus suap Wisma Atlet yang menjerat mantan Bendahara Umum dan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat; dan Kasus Pekan Olahraga Nasional yang menjerat pelaku lintas partai selain Partai Demokrat. Di kasus ini, KPK telah memeriksa Menkokesra.
Kemudian, Kementerian Agama yang dipimpin oleh elite PPP. Di Kementerian ini ada kasus terkait pengadaan Al-Qur'an dan komputer untuk madrasah yang menjerat salah satu kader Partai Golkar di Badan Anggaran DPR dan KPK sedang melakukan penyelidikan untuk aspek pengadaan di Kementerian.
Sebelumnya, Kemenakertrans yang dipimpin oleh elite PKB juga dihantam isu korupsi suap dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah. Nama sang menteri sempat disebut di persidangan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tak luput dari isu korupsi ini. KPK sudah menetapkan mantan wakil Sekjen Partai Demokrat untuk kasus dugaan suap dalam proyek Wisma Atlet dan proyek di sejumlah universitas.
Kasus korupsi di Kementerian Kesehatan juga masih dalam pemeriksaan KPK dan sebagian sudah diproses di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kasus yang terkait dengan pengadaan alat kesehatan dan flu burung. Satu mantan menteri kesehatan telah menjadi terpidana, dan satu lainnya masih dalam proses pra-penuntutan antara Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
Jika ditarik lebih jauh saat Presiden SBY memimpin negeri ini sejak 2004, kita bisa mengurai kasus-kasus seperti Hibah Kereta Api dari Jepang di Departemen Perhubungan yang mantan menterinya masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.
Di Departemen Koordinator Kesejahteraan Rakyat yang mantan menterinya menjadi Ketua Umum Partai Golkar pun sempat diproses kasus alat kesehatan flu burung yang sudah menjerat Sekretaris Menteri.
Departemen Kehutanan pun tak luput dari kerja KPK ketika memproses kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) yang telah menjerat Kepala Biro Perancanaan dan Keuangan Dephut dan Anggoro Widjoyo yang sekarang masih buron.
Selain itu, mantan Kepala Bapenas juga dijerat KPK, meskipun dalam posisi sebagai mantan anggota DPR-RI terkait kasus suap pemilihan deputi senior Gubernur Bank Indonesia, Miranda S. Gultom. Kasus sapi fiktif, sarung, dan mesin jahit yang ditangani KPK juga menjerat mantan Menteri Sosial yang berasal dari PPP di era SBY-JK, dan kementerian lainnya.

Lalu apa artinya kegeraman Presiden SBY jika pada kenyataannya korupsi di kementerian sungguh marak di era pemerintahan SBY? Dari uraian awal ini saja kita bisa memotret sembilan departemen/kementerian. Bahkan, kementerian yang paling disorot akhir-akhir ini justru dipimpin oleh kader partai yang didirikannya, yaitu Partai Demokrat. Peluru kosong, angin lalu, kosmetika, dan banyak istilah lain yang tiba-tiba teringat melihat fenomena seperti ini. Jika Presiden sungguh ingin menjadi pemimpin, saatnya tidak hanya bicara. Bersih-bersih jangan hanya di depan kamera. Agar pernyataan kepala pemerintahan dan kepala negara Indonesia ini tak justru jadi “angin lalu” semata. (dbs/cy)

Tidak ada komentar: