CEC Depok : Radar Online - Proyek running tex (iklan berjalan) di Diskominfo Pemkot Depok yang didanai dari pos APBD TA 2011,senilai Rp 3.169.111.526.,-kini sudah mulai meruncing. Bahkan dikabarkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang dilakukan pull baket dan pull data, guna penyelidikan tertutup untuk segera mengungkap kasus tersebut yang kini sudah berkembang menjadi opini publik di masyarakat.
Menurut Koordinator Komunitas Pemantau Peradilan Kota Depok (KPPKD), Yohannes Bunga, kepada Radar Online Sabtu pagi (21/4/2012) dikantor Sekretariatnya mengatakan, anggaran yang dibuat untuk proyek running tex tidak realistis, dan berlebihan serta terindikasi adanya "mark up anggaran" dengan terencananya nilai pagu sebesar Rp 3.169.111.526. “ Proyek pembangunan running tex yang berjumlah hanya 5 unit itu, sangat berlebihan, karena anggaran yang diserap sangat jauh diatas kebutuhan yang sebenarnya. diduga terjadi pembengkakan jumlah anggaran hanya untuk pembangunan itu saja yang merupakan pemborosan dan terindikasi terjadi kebocoran yang tidak wajar,” kata Yohanes.
Diungkapkan Yohanes, biasanya dalam suatu rencana penyusunan anggaran pada pengadaan barang dan jasa pihak perencana cenderung melakukan "penggelembungan anggaran" atau disebut mark up anggaran, agar paket proyek tersebut diarahkan kepada pengusaha tertentu yaitu bertujuan dalam rangka "tender arisan" atau proyek bagi-bagi untung. Ciri-ciri penggelembungan anggaran pada pengadaan barang dan jasa, kata Yohanes, dapat dilihat dari aspek biaya yang dibutuhkan tinggi, dan jauh diatas kebutuhan yang sebenarnya. “ Sementara kualitas hasil pekerjaan proyek rendah dapat mengakibatkan hasil pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai dengan volume pekerjaan atau tidak sesuai dengan spesifikasi teknis,” paparnya. Indikasi proyek yang diarahkan, kata Yohanes, dapat dilihat dari penilaian pihak panitia lelang yang telah memenangkan penawar tertinggi pada urutan keempat yaitu dimenangkan oleh CV. Pintu Rejeki Rp 3.160.000.000, dan hanya ditawar turun Rp 9 juta dari nilai pagu senilai Rp 3.169.111.525. Padahal acuan di dalam Perpres No. 54 tahun 2011 tentang pengadaan barang dan jasa kerap mempertimbangkan pada penawaran terendah yang responsive. “ Tentu dalam hal ini, berdasarkan penawaran tersebut di atas patut diduga bahwa proyek running tex berpotensi merugikan keuangan negara, karena diduga telah melanggar Perpres No. 54 Tahun 2011 tentang pengadaan barang dan jasa,” ujarnya. Padahal diketahui PT. Hutama Manggala Persada melakukan penawaran harga terendah Rp 900.000.000. Urutan kedua PT. Satria Surya Pratama dengan penawaran Rp 1.000.000, dan urutan ketiga oleh CV. Andini. “ Perlu diselidiki bahwa siapa sesungguhnya yang membawa atau memiliki tiga perusahaan di atas. Bukan tidak mungkin yang membawa ketiga perusahaan yang kalah adalah pihak pemenang juga,” ungkapnya. Yohanes tidak membantah bahwa kasus proyek running tex yang menyerap anggaran yang tidak relistis itu , kini sedang dibidik oleh Kejagung. “ Ya menurut keterangan yang diperoleh dari pihak Kejagung memang kasus tersebut sedang dilakukan pull baket dan pull data. Kita mendorong agar dilakukan penyelidikan tertutup untuk segera mengungkap kasus tersebut yang kini sudah berkembang menjadi opini publik di masyarakat Depok,” tandasnya. Sebagai,mana diketahui proyek running tex yang menghabiskan dana miliaran rupiah itu hanya di bangun di lima titik diantaranya, dua unit terletak di jalan Margonda Raya, dua unit terletak di jalan Raya Bogor, serta satu unit di wilayah Cibubur. (Asep Nasrudin/cy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar