PIDATO "ANGIN LALU" TUAN PRESIDEN

 
CEC : Konon, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang kesal dan geram 
dengan para pembantunya. “Dengan mimik geram SBY langsung meminta para 
menteri meletakkan jabatan, jika tidak mampu bekerja dengan baik” 
seperti ditulis beritasatu.com.
 Ia menyinggung kongkalikong antara 
Kementerian dan DPR, bahkan menyebut soal korupsi di kementerian. Tapi, 
sampai saat ini belum satu pun menteri kabinet yang merasa ditunjuk 
Presiden. Jangankan mundur, tersinggung pun tidak. Banyak juga pihak 
yang menyindir balik. Jika Presiden mempunyai data tentang korupsi di 
Kementerian, kenapa tidak diteruskan ke proses hukum? Bukankah ketika 
sejumlah persoalan hukum muncul di negeri ini, Presiden selalu bilang, 
saya tidak akan mengintervensi, mari serahkan pada proses hukum yang 
berlaku. Atau, kalaupun Presiden tidak puas dan menganggap beberapa 
menteri gagal memimpin dan menjalankan tugas dengan maksimal, kenapa 
harus dipertahankan? Bukankah Presiden mempunyai hak preogratif untuk 
mengangkat dan memberhentikan menteri? Pasal 17 ayat (2) UUD 1945 
mengatur secara jelas, bahwa menteri-menteri diangkat dan diberhentikan 
oleh Presiden. Kemudian UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara 
mengatur lebih rinci kewenangan tersebut. Sebuah lelucon?
 
Sebenarnya, sulit menghilangkan kesan ketidak-tegasan Presiden dalam 
mengambil keputusan-keputusan strategis hingga Kabinet jilid II SBY. 
Presiden terbaca “menyandera” diri sendiri ketika menggantungkan 
kabinetnya pada tarik menarik kepentingan politik transaksional. Bahkan,
 ketika isu yang bergulir itu bertentangan dengan “jualan kampanye” SBY 
sekalipun, yaitu pemberantasan korupsi. Apalagi, kita tahu peringatan 
sejenis terjadi tak hanya kali ini.
 
 KORUPSI KEMENTERIAN :
 
 Akan tetapi, agaknya menarik juga didalami salah satu poin pernyataan 
SBY tentang kongkalikong kementerian dengan DPR dan korupsi di 
kementerian itu sendiri. Kementerian mana yang saat ini, yang sedang 
“digoyang” isu korupsi? Beberapa waktu belakangan, kasus yang mengemuka 
ke publik adalah sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK. Sebutlah, 
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), dengan menteri yang berasal
 dari Partai Demokrat. Partai tempat SBY justru adalah Ketua Dewan 
Pembina. Setidaknya terdapat tiga kasus korupsi di kementerian ini, 
yaitu: kasus P2SON Hambalang yang telah masuk tahap penyidikan dan 
menjerat Pejabat Pembuat Komitmen. Kasus suap Wisma Atlet yang menjerat 
mantan Bendahara Umum dan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat; dan
 Kasus Pekan Olahraga Nasional yang menjerat pelaku lintas partai selain
 Partai Demokrat. Di kasus ini, KPK telah memeriksa Menkokesra.
 
Kemudian, Kementerian Agama yang dipimpin oleh elite PPP. Di Kementerian
 ini ada kasus terkait pengadaan Al-Qur'an dan komputer untuk madrasah 
yang menjerat salah satu kader Partai Golkar di Badan Anggaran DPR dan 
KPK sedang melakukan penyelidikan untuk aspek pengadaan di Kementerian.
 Sebelumnya, Kemenakertrans yang dipimpin oleh elite PKB juga dihantam 
isu korupsi suap dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah. Nama 
sang menteri sempat disebut di persidangan.
 Kementerian Pendidikan 
dan Kebudayaan tak luput dari isu korupsi ini. KPK sudah menetapkan 
mantan wakil Sekjen Partai Demokrat untuk kasus dugaan suap dalam proyek
 Wisma Atlet dan proyek di sejumlah universitas.
 Kasus korupsi di 
Kementerian Kesehatan juga masih dalam pemeriksaan KPK dan sebagian 
sudah diproses di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kasus 
yang terkait dengan pengadaan alat kesehatan dan flu burung. Satu mantan
 menteri kesehatan telah menjadi terpidana, dan satu lainnya masih dalam
 proses pra-penuntutan antara Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
 Jika 
ditarik lebih jauh saat Presiden SBY memimpin negeri ini sejak 2004, 
kita bisa mengurai kasus-kasus seperti Hibah Kereta Api dari Jepang di 
Departemen Perhubungan yang mantan menterinya masih menjabat sebagai 
Menteri Koordinator Perekonomian.
 Di Departemen Koordinator 
Kesejahteraan Rakyat yang mantan menterinya menjadi Ketua Umum Partai 
Golkar pun sempat diproses kasus alat kesehatan flu burung yang sudah 
menjerat Sekretaris Menteri.
 Departemen Kehutanan pun tak luput dari
 kerja KPK ketika memproses kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT)
 yang telah menjerat Kepala Biro Perancanaan dan Keuangan Dephut dan 
Anggoro Widjoyo yang sekarang masih buron.
 Selain itu, mantan Kepala
 Bapenas juga dijerat KPK, meskipun dalam posisi sebagai mantan anggota 
DPR-RI terkait kasus suap pemilihan deputi senior Gubernur Bank 
Indonesia, Miranda S. Gultom. Kasus sapi fiktif, sarung, dan mesin jahit
 yang ditangani KPK juga menjerat mantan Menteri Sosial yang berasal 
dari PPP di era SBY-JK, dan kementerian lainnya.
 
 Lalu apa 
artinya kegeraman Presiden SBY jika pada kenyataannya korupsi di 
kementerian sungguh marak di era pemerintahan SBY? Dari uraian awal ini 
saja kita bisa memotret sembilan departemen/kementerian. Bahkan, 
kementerian yang paling disorot akhir-akhir ini justru dipimpin oleh 
kader partai yang didirikannya, yaitu Partai Demokrat. Peluru kosong, 
angin lalu, kosmetika, dan banyak istilah lain yang tiba-tiba teringat 
melihat fenomena seperti ini. Jika Presiden sungguh ingin menjadi 
pemimpin, saatnya tidak hanya bicara. Bersih-bersih jangan hanya di 
depan kamera. Agar pernyataan kepala pemerintahan dan kepala negara 
Indonesia ini tak justru jadi “angin lalu” semata. (dbs/cy)
 
 
 
 
          
      
 
  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar